Apa Itu Surat Keterangan Domisili?

Dalam dunia perpajakan, terdapat istilah Surat Keterangan Domisili (SKD) yang selanjutnya disingkat Certificate of Residence (COR). Surat Keterangan Domisili (SKD) pada dasarnya merupakan surat keterangan bagi Wajib Pajak yang tinggal di luar domisilinya untuk mendapatkan manfaat dari adanya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty.

Tanpa adanya Surat Keterangan Domisili (SKD), maka seseorang tidak bisa memanfaatkan Tax Treaty mana pun karena Surat Keterangan Domisili (SKD) ini menjadi bukti kependudukan menurut administrasi perpajakan.

Oleh sebab itu, untuk lebih memahami tentang Surat Keterangan Domisili (SKD) ini, mari kita simak informasi berikut ini!

 

Definisi Surat Keterangan Domisili (SKD)

Surat Keterangan Domisili (SKD) atau disebut juga dengan Certificate of Residence (COR) merupakan surat keterangan yang diterbitkan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang di bidang perpajakan atau pejabat yang telah ditunjuk, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Adapun, Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak Luar Negeri (SKD WPLN) merupakan dokumen yang menyatakan domisili dari WPLN. Surat keterangan tersebut disampaikan dengan Form DGT. Dalam ketentuan perpajakan Indonesia, syarat bagi WPLN agar dapat menggunakan ketentuan yang tercantum pada P3B atau Tax Treaty adalah dengan menyampaikan SKD WPLN.

 

Landasan Hukum Surat Keterangan Domisili (SKD)

Surat Keterangan Domisili (SKD) untuk mendapat keuntungan P3B atau Tax Treaty telah diubah oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka meningkatkan kemudahan berusaha. Pemerintah tak henti memberikan kemudahan dalam bidang perpajakan terutama bagi Wajib Pajak asing.

Kemudahan yang dimaksud tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Aturan ini mengganti peraturan mengenai P3B yang berlaku sebelumnya, yakni Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2017.

PER-25/PJ/2018 ini berlaku efektif sejak 1 Januari 2019, sehingga format SKD sebelumnya tidak berlaku lagi. Format SKD lama, yang diatur dalam PER-10/PJ/2017 hanya berlaku sampai dengan 31 Desember 2018.

Berlakunya PER-25/PJ/2018 ini memiliki tujuan dalam hal penyederhanaan dan kemudahan administrasi, memberikan kepastian hukum, dan untuk mencegah penyalahgunaan P3B bagi Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dalam menerapkan ketentuan P3B antara Indonesia dan negara yurisdiksi mitra P3B.

Baca juga Apa Perbedaan Wajib Pajak Aktif dan Wajib Pajak Non Efektif?

 

Kewajiban Pemotong dan/atau Pemungut Pajak

Pemotong dan/atau pemungut pajak meliputi badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri yang diwajibkan untuk memotong dan/atau memungut pajak atas penghasilan yang diterima oleh WPLN.

Pemotong dan/atau pemungut pajak wajib memotong dan/atau memungut pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh WPLN sesuai dengan ketentuan UU PPh (PPh Pasal 26).

Namun, dalam hal terdapat pengaturan khusus dalam P3B (Tax Treaty), pemotong dan/atau pemungut dapat memotong dan/atau memungut pajak sesuai dengan ketentuan dalam P3B (Tax Treaty) sepanjang WPLN menyampaikan SKD WPLN yang berisi informasi bahwa syarat penggunaan manfaat P3B sudah dipenuhi seluruhnya.

 

Syarat Penggunaan P3B Bagi WPLN

Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang menerima penghasilan dari Indonesia dapat menggunakan manfaat P3B sepanjang memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya adalah bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia, merupakan subjek pajak dalam negeri dari mitra atau yurisdiksi mitra P3B, tidak terjadi penyalahgunaan P3B, dan merupakan beneficial owner dalam hal dipersyaratkan dalam P3B.

 

Syarat SKD WPLN

Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak Luar Negeri (SKD WPLN) yang berisi mengenai telah terpenuhinya ketentuan dalam P3B (Tax Treaty) harus sejumlah memenuhi persyaratan. Pertama, menggunakan Form DGT sesuai dengan format yang diatur dalam PER-25/PJ/2018. Kedua, diisi dengan jelas, benar, dan lengkap.

Ketiga, ditandatangani oleh WPLN sesuai dengan kelaziman di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Keempat, disahkan dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Kelima, memuat pernyataan dari WPLN bahwa tidak terjadi penyalahgunaan P3B serta memuat pernyataan bahwa WPLN merupakan beneficial owner dalam hal dipersyaratkan dalam P3B.

Keenam, digunakan sesuai periode yang tercantum pada SKD WPLN. Dalam hal ini paling lama 12 bulan.

 

Certificate of Residence (COR) Sebagai Pengganti Form DGT

Apabila pejabat yang berwenang menolak atau tidak melakukan pengesahan atas Part II Form DGT sebagai salah satu syarat kelengkapan, maka pengesahan dan penandatanganan tersebut dapat digantikan dengan Certificate of Residence. Namun, WPLN tetap wajib mengisi Form DGT selain Part II.

Certificate of Residence adalah surat keterangan yang menjelaskan status penduduk untuk kepentingan perpajakan WPLN yang mana surat ini diterbitkan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka penerapan P3B. Certificate of Residence tersebut harus memenuhi beberapa ketentuan. Pertama, Certificate of Residence harus menggunakan bahasa inggris.

Kedua, Certificate of Residence harus mencantumkan informasi yang meliputi nama WPLN, tanggal penerbitan, tahun pajak berlakunya Certificate of Residence, serta nama dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

 

Pembuatan SKD WPLN Kini Bisa Secara Online

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan kebijakan atas Surat Keterangan Domisili (SKD), itu adanya pelayanan untuk membuat Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Residence menggunakan sistem online.

Adapun, sistem ini dinamakan e-SKD, yang merupakan sebuah platform elektronik untuk membuat dokumen yang dibutuhkan oleh WPLN. Dokumen ini nantinya akan berfungsi sebagai kelengkapan untuk mendapatkan keringanan pajak dan dikenai tarif PPh sesuai dengan P3B (Tax Treaty).

Perekaman e-SKD bagi WPLN ini dapat diakses melalui laman resmi DJP. Nantinya, WPLN diharuskan mengisi Form DGT yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B (Tax Treaty).

 

Mengenal Form DGT

Sebelum berlakunya PER-25/PJ/2018, Form DGT dibagi atas 2 (dua) jenis, yaitu Form DGT 1 dan Form DGT 2. Lantas apa berbedaannya? Form DGT 1 digunakan oleh Wajib Pajak selain WPLN yang menggunakan Form DGT 2.

Sedangkan, Form DGT 2 khusus digunakan untuk WPLN bank, WPLN berbentuk dana pensiun, dan WPLN yang menerima penghasilan melalui kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan obligasi atau saham yang diperdagangkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen.

Baca juga Insentif Pajak Tahun 2022

Namun, seiring dengan berlakunya PER-25/PJ/2018, Form DGT 1 dan DGT 2 ini dilebur menjadi satu yang dinamakan Form DGT. Pada Form DGT terbaru, part III dikhususkan untuk lembaga bank dan pensiun.

Perlu diketahui, sebelumnya Form DGT 1 terdiri dari 3 (tiga) lembar dan Form DGT 2 terdiri dari 2 (dua) lembar. Kini, Form DGT terbaru hanya terdiri dari 2 (lembar).

Berikut tabel perbedaan Form DGT lama dan terbaru.

 

Form DGT lama

Form DGT terbaru

Berdasarkan Pokok Pengaturan Form DGT

Berlaku hingga 31 Desember 2018

Berlaku sejak 1 Januari 2019

Dasar Hukum

PER-10/PJ/2017

PER-25/PJ/2018

Jenis Formulir yang Digunakan

Terdapat 2 jenis formulir, yaitu Form DGT 1 dan Form DGT 2

Hanya 1 formulir, yaitu Form DGT

Pemberlakuan Formulir

Paling lama 12 bulan dan tidak dimungkinkan melewati tahun kalender

Paling lama 12 bulan dan dimungkinkan melewati tahun kalender

Penyampaian Formulir

Disampaikan setiap bulannya dalam SPT Masa

Disampaikan satu kali dalam periode yang dicakup dalam Form DGT