Sistem perpajakan di Indonesia mengatur bahwa setiap individu yang telah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif akan diperlakukan sebagai wajib pajak. Seorang dikatakan sebagai wajib pajak, salah satu cirinya yakni mereka yang telah menerima penghasilan.
Termasuk pula di dalamnya seorang investor yang juga bergelut pada bidang saham tidak terlepas dari kewajiban untuk membayar pajak kepada negara. Setiap awal tahun, investor tersebut wajib melaporkan SPT Tahunan atas Pajak Penghasilan pada tahun pajak sebelumnya. Namun, tahukah Anda apa yang dimaksud dengan pajak atas transaksi saham? Berapa tarif yang dikenakan atas saham tersebut? Mari, kita ketahui lebih lanjut pada pembahasan berikut ini!
Definisi Pajak Saham
Pajak saham adalah istilah yang diberikan pada perlakuan perpajakan terhadap transaksi yang terjadi yang berkaitan dengan kegiatan penjualan saham serta dividen yang didapatkan oleh para investor. Perlu diketahui, bahwa konsekuensi seorang investor melaksanakan pembayaran pajak timbul ketika investor tersebut memperoleh penghasilan yang berasal dari penjualan saham maupun ketika investor menerima dividen.
Namun penting untuk diingat, tidak semua transaksi pada bursa efek akan dikenai pajak. Mengapa demikian? Pajak tersebut hanya dikenakan terhadap tansaksi penjualan saham dan penghasilan berupa dividen yang diterima investor. Hal ini artinya saat terjadi transaksi pembelian, maka tidak dikenakan pajak atas saham.
Mengacu pada data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pasar modal di Indonesia memiliki investor dengan jumlah yang mencapai 7,86 juta investor per 31 Januari 2022. Dari berbagai instrumen investasi pasar modal, saham menjadi opsi investasi yang banyak digemari. Dengan adanya kepemilikan saham memang benar dapat memberikan tambahan penghasilan bagi seorang investor dalam bentuk capital gain.
Tambahan penghasilan tersebut akan terjadi jika pemegang saham menjual saham yang dimilikinya dengan nominal diatas harga pembelian. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya tak hanya capital gain dari penjualan saham, investor juga menerima penghasilan berupa dividen. Dimana jika bicara tetang konteks perpajakan, tambahan penghasilan dari kedua hal tersebut nantinya akan menjadi objek pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final.
Dasar hukum terkait pengenaan pajak atas transaksi saham dan penghasilan berupa dividen telah diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c Undang–Undang No. 7 Tahun 1983 mengenai PPh sebagaimana telah silakukan perubahan terakhir dengan Undang–Undang No. 7 Tahun 2021 terkait Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Lalu, bagaimana aspek Pajak Penghasilan Final atas transaksi saham dan dividen?
Baca juga: Mengenal Windfall Tax
PPh Bersifat Final atas Transaksi Saham
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1997 jo Keputusan Menteri Keuangan KMK No. 282 Tahun 1997 merupakan dasar hukum yang mengatur pelaksanaan pemungutan PPh atas penghasilan dari transaksi penjualan saham. Namun, dalam beleid tersebut tidak ada menjelaskan definisi saham. Merujuk pada keterangan Indonesian Stock Exchange (IDX), saham dapat didefinisikan sebagai suatu tanda penyertaan modal individu atau badan usaha dalam suatu perusahaan maupun perseroan terbatas.
Penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penjualan saham tersebut tergolong ke dalam objek pajak penghasilan yang bersifat final. Berdasarkan PP No. 14 tahun 1997 jo KMK No. 282 tahun 1997 telah diatur tentang besraan tarif serta dasar penegnaan pajaknya dibedakan menjadi 3 jenis, berikut pembagiannya:
|
No. |
Keterangan Penghasilan |
Tarif |
Dasar Pengenaan Pajak |
|
1 |
Penjualan saham oleh orang pribadi atau badan |
0,1% |
Jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham |
|
2 |
Penjualan saham pendiri yang dilakukan pada 1 Januari 1997 dan sebelumnya |
Tambahan 0,5% |
Nilai saham perusahaan saat penutupan bursa dia akhir tahun 1996 |
|
3 |
Penjualan saham pendiri yang dilakukan setelang tanggal 1 Januari 1997 |
Tambahan 0,5% |
Harga saham pada saat penawaran umum perdana atau IPO |
Mengacu pada Pasal 1 ayat (3) KMK No. 282 Tahun 1997, yang dimaksud dengan saham pendiri pada tabel di atas yaitu saham yang yang didapatkan oleh pendiri dari kapitalisasi yang dikeluarkan setelah terjadinya penawaran umum perdana atau yang yang lebih dikenal dengan istilah initial public offering (IPO) atau secara sederhananya hal itu maksudnya saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Perlu diketahui, bahwa terdapat 3 golongan saham yang dikecualikan dari definisi saham pendiri, yakni sebagai berikut:
- Saham yang didapatkan pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham
- Saham yang didapatkan pendiri setelah initial public offering (IPO) yang sumbernya dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu, obligasi konversi, waran, serta konversi lainnya
- Saham yang didapatkan oleh pendiri dari perusahaan reksa dana.
Terkait aspek pemotongan, PPh final atas penjualan saham dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) akan dilakukan pemotongan oleh pihak penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek sebagaimnana telah tertuang dalam Pasal 4 KMK No.282 Tahun 1997. Pemotongan PPh final tersebut, dilaksanakan pada saat pelunasan transaksi penjualan saham.
Baca juga: NPPN: Syarat, Besaran, Hingga Cara Hitung
Pajak Penghasilan Final atas Dividen
Ketika perusahaan melakukan pembukuan laba besar, pada umumnya perusahaan akan membagikan sebagaian laba tersebut kepada pihak pemegang saham. Nah, atas laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dikenal dengan istilah dividen. Pada Pasal 1 ayat (18) PMK 282/1997, dividen didefinisikan sebagai bagian laba yang diperoleh atau diterima oleh pemegang saham.
Dividen dapat meliputi dividen yang dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk pula di dalamnya dividen dari perusahaan asuransi yang diberikan kepada pemegang polis serta pembagian sisah hasil usaha (SHU) koperasi.
Pada dasarnya, dividen dari dalam negeri maupun yang dari luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi merupakan objek pajak yang bersifat final. Namun, ada juga yang diberikan fasilitas pengecualian dari objek PPh selama dividen tersebut telah memenuhi syarat yang ditentukan. Perlu dipahami, bahwa dividen yang dikecualikan dari objek PPh yakni dividen yang dibagikan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau dividen interim yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengacu pada Pasal 15 ayat (1) PMK tahun 2021, dividen yang berasal dari dalam negeri yang diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri akan dikecualikan dari objek pajak penghasilan dengan ketentuan dan syarat dividen tersebut harus diinvestasikan di wilayah Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan, untuk wajib pajak badan ketentuan pemajakan atas dividen ini berbeda dengan WP orang pribadi dimana dividen yang diterima badan tersebut dikecualikan dari pajak penghasilan tanpa adanya syarat harus di investasikan di Indonesia. Hal tersebut dijelaskan pada Pasal 15 ayat (2) PMK 2021.
Tak hanya ketentuan pemajakan dividen dalam negeri saja. Dividen yang berasal dari luar negeri juga dapat dikecualikan dari objek PPh apabila divide tersebut asalnya dari badan usaha luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek serta yang sahamnya tidak diperdagangkan pada bursa efek.









