Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan perpajakan di Indonesia mengalami banyak perubahan yang signifikan termasuk kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022, dan saat ini telah naik kembali menjadi 12% pada 2025. Langkah ini menimbulkan pertanyaan mengapa pemerintah lebih memilih menaikkan tarif PPN dibandingkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi pengusaha?
Alasan Pemerintah Memilih Menaikkan Tarif PPN
Kebijakan ini tidak diambil tanpa alasan. PPN merupakan pajak atas konsumsi yang dikenakan pada barang dan jasa. Karakteristik yang netral dengan tidak memandang bulu membuatnya lebih efektif dalam meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani aktivitas ekonomi secara signifikan. Kenaikan tarif PPN juga berkontribusi pada pendapatan yang lebih stabil, karena konsumsi masyarakat yang cenderung terus-menerus berlangsung meski terjadi perlambatan ekonomi. Namun sebaliknya, PPh Badan bagi pengusaha yang dikenakan pada laba perusahaan sangat bergantung pada kinerja ekonomi perusahaan tersebut dan rentan terhadap fluktuasi.
Baca juga: Strategi DJP Optimalkan Setoran PPh Badan
Selain itu, daya saing ekonomi menjadi pertimbangan utama. Tarif PPh Badan yang terlalu tinggi dapat mengurangi minat para investor untuk investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Saat ini, tarif PPh Badan yang berlaku di Indonesia berada pada level 22%, yang dianggap kompetitif di kawasan Asia Tenggara. Dengan mempertahankan tarif ini, pemerintah berupaya menarik lebih banyak investasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Investasi yang meningkat juga berdampak positif pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat.
Di sisi lain, kenaikan PPN memungkinkan pemerintah memperluas basis pajak secara adil dan merata. PPN akan dikenakan pada semua konsumen, sehingga beban pajak lebih tersebar dan tanpa pengecualian khusus. Namun, untuk mengurangi dampak kenaikan ini terhadap kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah juga telah menyediakan berbagai mekanisme kompensasi, seperti bantuan sosial dan pembebasan PPN untuk kebutuhan dasar pokok makanan.
Baca juga: Panduan Pelaporan SPT Tahunan PPh Badan di Aplikasi Coretax
Bagaimana Dampaknya Hingga Mendukung Tujuan Negara?
Kebijakan kenaikan PPN juga sejalan dengan reformasi perpajakan yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Salah satu tujuan reformasi ini adalah meningkatkan tax ratio (rasio pajak) Indonesia yang masih tergolong rendah dibandingkan negara tetangga lainnya. Dengan meningkatkan penerimaan pajak melalui PPN, pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk membiayai program pembangunan, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Namun, kebijakan ini juga tidak lepas dari berbagai tantangan. Kenaikan tarif PPN dapat memicu inflasi dan mengurangi tingkat daya beli masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi. Oleh karena itu, implementasi kenaikan tarif ini harus diiringi dengan kebijakan pendukung yang mampu menjaga stabilitas ekonomi seperti fasilitas perpanjangan tarif PPh bagi UMKM dan kenaikan batas PTKP yang telah diberikan.
Secara keseluruhan, pilihan untuk menaikkan tarif PPN dibanding PPh Badan mencerminkan upaya pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan penerimaan negara dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Dengan langkah ini, diharapkan Indonesia dapat memperkuat struktur perpajakan sekaligus mendukung pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.









