Mekanisme Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak Terbaru

Pemerintah mendanai berbagai program pembangunan nasional untuk kesejahteraan masyarakat melalui penerimaan pajak. Namun, ada kalanya Wajib Pajak mengalami kesulitan keuangan yang membuat mereka sulit membayar pajak tepat waktu.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah memiliki ketentuan agar Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Hal ini disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4) UU KUP dengan penjelasan lebih lanjut pada PMK No. 242/PMK.03/2014 yang diubah sebagian PMK No. 18/PMK.03/2021.

 

Syarat Permohonan Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak

Wajib Pajak yang mengalami kesulitan likuiditas atau terdapat keadaan di luar kekuasaannya dapat melakukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak. Untuk mengajukan surat permohonan pengangsuran atau penundaan pajak, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan Pasal 103 PMK No. 18/PMK.03/2021 yang mengubah Pasal 21 PMK No. 242/PMK.03/2014, antara lain:

  • Ditandatangani oleh Wajib Pajak dan melampirkan surat kuasa khusus oleh bukan Wajib Pajak
  • Mencantumkan jumlah utang pajak yang dimohonkan untuk diangsur atau ditunda, masa angsuran atau jangka waktu penundaan, dan besarnya angsuran
  • Dilengkapi dengan alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak, seperti laporan keuangan keuangan, laporan interim, atau catatan peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
  • Disampaikan secara elektronik atau tertulis
  • Tidak memiliki tunggakan PBB tahun sebelumnya dilampiri salinan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak PBB (SKP PBB), atau Surat Teguran Pajak PBB (STP PBB) yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan.

 

Jangka Waktu Pengajuan Surat Permohonan Pengangsuran atau Penundaan

Jangka waktu pengajuan surat permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak disampaikan paling lambat:

  • Pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Tahunan untuk pajak terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh)
  • Sebelum surat paksa diberitahukan oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak untuk pajak yang terutang berdasarkan SPT Pajak Terutang dan yang masih harus dibayar berdasarkan STP, SKP Kurang Bayar (SKPKB), SKP Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali (PK).

 

Jaminan Aset Permohonan Pengangsuran atau Penundaan

Berdasarkan Pasal 103 PMK No. 18/PMK.03/2021 yang mengubah Pasal 22 PMK No. 242/PMK.03/2014, Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak harus memberikan jaminan aset berwujud yang tidak sedang digunakan sebagai jaminan utang penanggung pajak pemohon.

Aset berwujud tersebut harus dibuktikan dengan bukti kepemilikan atas aset. Jika Wajib Pajak mengajukan permohonan pengangsuran setelah melewati batas waktu yang ditentukan, maka jumlah jaminan yang diberikan adalah sebesar utang pajak yang diajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajaknya.

Baca juga: Pembayaran dan Pelaporan Pajak: Berapa PTKP Orang Pribadi di 2023?

 

Keputusan Permohonan Pengangsuran atau Penundaan

Setelah melakukan penelitian terhadap kelengkapan permohonan, jangka waktu penyampaian, dan mempertimbangkan jaminan aset, Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan keputusan dalam waktu 7 hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan. Keputusan ini dapat berupa persetujuan seluruh atau sebagian jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak maupun penolakan permohonan.

Apabila dalam 7 hari kerja tersebut DJP tidak menerbitkan suatu keputusan, maka permohonan disetujui sesuai dengan permohonan Wajib Pajak. Keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak atau penundaan pembayaran pajak harus diterbitkan paling lambat 5 hari kerja setelah jangka waktu 7 hari kerja berakhir. Hal ini sesuai dengan Pasal 103 PMK No. 18/PMK.03/2021 yang mengubah Pasal 23 PMK No. 242/PMK.03/2014.

 

Jangka Waktu Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak

Berdasarkan Pasal 25 PMK No. 18/PMK.03/2021 pada Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, jangka waktu angsuran atas pajak yang masih harus dibayar atau pajak terutang diberikan paling lama 24 bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengangsuran.

Angsuran dilakukan paling banyak satu kali dalam satu bulan dan besarnya angsuran tetap setiap bulannya. Untuk angsuran atas kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan PPh diberikan paling lama sampai dengan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tahun pajak berikutnya. Angsuran paling banyak satu kali dalam satu bulan dan besar angsuran yang sama tiap bulannya.

Jangka waktu penundaan atas pajak yang masih harus dibayar atau pajak terutang diberikan paling lama 24 bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan penundaan. Khusus untuk penundaan atas kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan PPh, penundaan diberikan paling lama sampai dengan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tahun pajak berikutnya.

 

Sanksi Administrasi

Bagi Wajib Pajak yang melakukan pengangsuran atau penundaan atas pembayaran pajak yang tidak berkaitan dengan STP, SPPT, SKP PBB, dan STP PBB, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan Menteri Keuangan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dengan pengenaan paling lama 24 bulan sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan pembayaran angsuran atau pelunasan sesuai Pasal 19 ayat (2) UU KUP.

Apabila persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak berkaitan sesuai dengan SPPT, SKP PBB, dan STP PBB, Wajib Pajak akan dikenakan denda administrasi sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai tanggal pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan sesuai Pasal 11 ayat (2) UU PBB.

Baca juga: Prosedur Kompensasi atas Kelebihan Pembayaran PPh 21

Berikut contoh format surat permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak.