Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali melakukan reformasi kebijakan untuk mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, ketentuan terkait insentif pengurangan penghasilan bruto atau supertax deduction untuk kegiatan litbang mengalami sejumlah perubahan signifikan. Ketentuan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025 dengan menggantikan aturan sebelumnya yang tertuang dalam PMK 153/2020.
Besaran Insentif Supertax Deduction Litbang
Supertax deduction adalah insentif pengurangan penghasilan bruto yang diberikan kepada wajib pajak yang terlibat dalam kegiatan litbang tertentu di Indonesia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 432 PMK 81/2024, insentif ini menjadi langkah strategis untuk merangsang investasi dalam litbang. Pemerintah memberikan insentif pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari total biaya litbang yang dikeluarkan. Bentuk insentif ini meliputi:
- Pengurangan penghasilan bruto sebesar 100% dari total biaya litbang yang dikeluarkan
- Tambahan pengurangan penghasilan bruto hingga 200% dari akumulasi biaya litbang tertentu dalam periode tertentu yang menghasilkan hak kekayaan intelektual (HKI) atau mencapai tahap komersialisasi.
Adapun, tambahan pengurangan penghasilan bruto atau supertax deduction hingga 200% dapat diberikan berdasarkan hasil litbang yang dilakukan, meliputi:
- 50% jika litbang menghasilkan HKI berupa paten atau hak perlindungan varietas tanaman (PVT) yang terdaftar di kementerian Hukum dan HAM.
- 25% jika HKI yang sama juga didaftarkan di tempat lain maupun kantor paten atau PVT luar negeri.
- 100% jika hasil litbang tersebut sudah dalam tahap komersialisasi.
- 25% jika litbang yang memenuhi poin-poin di atas (1, 2, atau 3), dilakukan bekerja sama dengan lembaga litbang pemerintah atau perguruan tinggi di Indonesia.
Baca Juga: Ketentuan PPN Kegiatan Membangun Sendiri PMK 81/2024
Syarat Mendapatkan Tambahan Supertax Deduction
Menurut Pasal 434 PMK 81/2024, litbang tertentu yang dapat menerima tambahan pengurangan penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 432 ayat (2) huruf b, harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Dilakukan oleh wajib pajak tertentu, selain wajib pajak yang menjalankan usaha berdasarkan perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan, kontrak karya, atau kontrak bagi hasil.
b. Dimulai paling lambat sejak berlakunya PP 45/2019.
c. Memenuhi 5 kriteria khusus:
- Bertujuan untuk menemukan hal baru
- Berbasis konsep atau hipotesis yang orisinal
- Memiliki ketidakpastian hasil akhir
- Terencana dan memiliki anggaran yang jelas
- Bertujuan untuk menciptakan sesuatu yang dapat diperdagangkan atau digunakan secara bebas
d. Litbang dengan fokus dan tema prioritas
Jenis Biaya yang Mendapatkan Tambahan Supertax Deduction
Jenis biaya litbang yang dapat diberikan tambahan pengurangan penghasilan bruto atau supertax deduction hingga 200%, meliputi:
1. Biaya aktiva selain tanah dan bangunan, berupa
- Biaya amortisasi aktiva tidak berwujud dan penyusutan aktiva tetap berwujud.
- Biaya penunjang aktiva tetap berwujud, seperti air, pemeliharaan, listrik, dan bahan bakar.
2. Biaya barang dan bahan
3. Biaya tenaga kerja, seperti gaji, honor, atau bentuk pembayaran lainnya yang diberikan kepada pegawai, peneliti, dan perekayasa yang dilibatkan dalam kegiatan litbang.
4. Biaya pengurusan hak kekayaan intelektual, seperti paten atau hak perlindungan varietas tanaman.
5. Biaya imbalan yang dibayarkan kepada lembaga litbang atau perguruan tinggi di Indonesia untuk melaksanakan litbang atas nama wajib pajak, tanpa memberikan hak atas hasil litbang tersebut kepada lembaga yang bersangkutan.
Semua biaya di atas harus didasarkan pada proposal kegiatan litbang yang telah disusun sebelumnya. Dengan kebijakan ini, pemerintah mendorong perusahaan untuk lebih aktif berinvestasi dalam inovasi dan pengembangan teknologi.
Baca Juga: Tata Cara Pengurangan PPN dan Pajak Barang Mewah Berdasarkan PMK 81/2024
Perubahan Kebijakan Supertax Deduction dalam PMK 81/2024
PMK 81/2024 memperkenalkan sejumlah perubahan utama yang membuat pengajuan dan pelaksanaan insentif menjadi lebih sederhana, transparan, dan efisien. Berikut adalah beberapa poin perubahan:
1. Penghapusan Kewajiban Surat Keterangan Fiskal (SKF)
Salah satu perubahan mencolok dalam PMK 81/2024 adalah penghapusan kewajiban melampirkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) dalam pengajuan permohonan insentif. Jika sebelumnya wajib pajak harus melampirkan SKF saat mengajukan melalui sistem online single submission (OSS), kini cukup dengan mengunggah proposal kegiatan litbang.
Hal ini tercantum dalam Pasal 437 ayat (1) PMK 81/2024 yang menyatakan bahwa wajib pajak yang mengajukan insentif tidak perlu lagi melampirkan SKF, asalkan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan SKF tersebut. Artinya, wajib pajak tetap harus memenuhi kriteria untuk memperoleh SKF, tetapi tanpa perlu melibatkan dokumen tambahan selama proses pengajuan di OSS. Langkah ini dinilai akan mempercepat proses persetujuan, sekaligus mengurangi beban administrasi.
Perlu diketahui bahwa sebelumnya dalam PMK 153/2020, wajib pajak diwajibkan melampirkan dua dokumen, yakni proposal kegiatan litbang dan SKF, saat mengajukan permohonan melalui sistem OSS.
2. Wewenang BRIN dalam Penelitian Kesesuaian Proposal Litbang
PMK 81/2024 juga mengalihkan wewenang penelitian kesesuaian proposal kegiatan litbang kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sebelumnya, tanggung jawab ini berada pada kementerian di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. BRIN kini memiliki peran dalam memastikan proposal yang diajukan sesuai dengan ketentuan, serta memeriksa realisasi kegiatan litbang oleh wajib pajak secara menyeluruh.
3. Digitalisasi Proses Pengajuan Insentif
Dalam PMK 81/2024, opsi pengajuan secara offline ketika sistem OSS mengalami gangguan yang sebelumnya tercantum dalam PMK 153/2020 resmi dihapus. Ini berarti semua pengajuan insentif pengurangan penghasilan bruto hanya dapat dilakukan secara online melalui OSS. Dengan hanya mengandalkan platform digital, proses pengajuan diharapkan menjadi lebih efisien, transparan, dan bebas hambatan.
Potensi Dampak Supertax Deduction bagi Dunia Usaha
Dengan penyederhanaan proses dan pemberian insentif pajak yang lebih kompetitif, PMK 81/2024 diharapkan dapat meningkatkan minat perusahaan dalam melakukan kegiatan litbang. Pengurangan beban pajak hingga 300% memberikan insentif besar bagi sektor industri untuk berinvestasi dalam inovasi, terutama di bidang teknologi dan manufaktur. Dalam jangka panjang, langkah ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.









