Kerja di Luar Negeri Tetap Kena PPh atau Tidak? Begini Penjelasannya

Seruan “Kabur Aja Dulu” masih terus menggema di jagat maya. Tak sedikit Warga Negara Indonesia (WNI) yang ingin bekerja di luar negeri dengan harapan dapat memperoleh kesempatan yang lebih baik, entah dari segi pengalaman maupun pendapatan. 

Namun, perlu dipahami bahwa bekerja di luar negeri tidak serta-merta terbebas dari Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia. Selama masih berstatus Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), kewajiban tetap berlaku. Bebas PPh baru bisa didapatkan jika sudah resmi menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). 

SPDN adalah mereka yang tinggal di Indonesia atau berada di luar negeri kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Artinya, jika bekerja di luar negeri namun masa tinggalnya belum mencapai batas waktu tersebut, maka tetap dianggap sebagai wajib pajak dalam negeri dan wajib lapor SPT di Indonesia. 

Ketentuan pajak yang berlaku adalah PPh orang pribadi dalam negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Berikut gambaran perhitungannya: 

Baca Juga: Apa Itu Pajak Penghasilan Orang Pribadi?

Dasar Penghasilan Kena Pajak 

Penghasilan kena pajak dihitung dari: 

Penghasilan Bruto – Biaya/Beban – PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). 

PTKP berlaku sesuai ketentuan terakhir, misalnya: 

  • Rp54 juta setahun untuk wajib pajak orang pribadi lajang. 
  • Tambahan Rp4,5 juta untuk status kawin. 
  • Tambahan Rp4,5 juta per tanggungan (maksimal 3 orang). 

Tarif PPh Orang Pribadi (UU HPP, berlaku mulai 2022) 

Tarif pajak bersifat progresif, yaitu semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi persentase pajaknya: 

  • Sampai Rp60 juta setahun → 5% 
  • Rp60 juta – Rp250 juta setahun → 15% 
  • Rp250 juta – Rp500 juta setahun → 25% 
  • Rp500 juta – Rp5 miliar setahun → 30% 
  • Di atas Rp5 miliar setahun → 35% 

Contoh Perhitungan 

Misalnya, seorang karyawan di Indonesia yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan mendapat gaji Rp10 juta per bulan (Rp120 juta setahun). Berarti, besaran PPh yang perlu dibayarkan menjadi: 

  • Penghasilan bruto: Rp120 juta 
  • PTKP: Rp54 juta 
  • Penghasilan kena pajak: Rp120 juta – Rp54 juta = Rp66 juta 

Perhitungan PPh tahunan: 

  • Rp60 juta × 5% = Rp3 juta 
  • Sisa Rp6 juta × 15% = Rp900 ribu 

 Total PPh = Rp3,9 juta setahun (atau sekitar Rp325 ribu per bulan). 

Catatan: Simulasi ini dibuat tanpa menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) agar lebih mudah dipahami. Dalam praktiknya, terutama untuk karyawan, perusahaan biasanya langsung menerapkan TER dalam pemotongan PPh 21, sehingga alur perhitungannya berbeda tapi hasil akhirnya sama: jumlah pajak yang dibayarkan tetap sesuai dengan ketentuan. 

Baca Juga: Mengenal Subjek Pajak PPh

Mekanisme Pembayaran 

  • Jika karyawan: biasanya PPh dipotong langsung oleh perusahaan (PPh 21). 
  • Jika pekerja bebas/usaha sendiri: wajib setor sendiri melalui e-billing dan lapor SPT Tahunan. 

Kapan Status Berubah Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)? 

Seorang WNI dapat berubah status menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) jika memenuhi syarat berikut: 

  • Tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan. 
  • Memiliki tempat tinggal permanen di luar negeri. 
  • Pusat kegiatan utama (pribadi, ekonomi, atau sosial) ada di luar negeri, misalnya kontrak kerja atau keluarga yang ikut pindah. 
  • Menjadi subjek pajak di negara lain. 

Untuk mendapat status SPLN secara resmi, wajib pajak perlu mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan melengkapi dokumen, termasuk Surat Keterangan WNI yang memenuhi syarat menjadi SPLN. 

Bagaimana Kewajiban PPh setelah Jadi SPLN? 

Jika sudah ditetapkan sebagai SPLN, WNI tidak lagi wajib lapor SPT dan bayar PPh di Indonesia atas penghasilan yang diperoleh di luar negeri. Kewajiban pajaknya akan mengikuti aturan negara tempat bekerja. 

Namun, jika masih memiliki penghasilan dari Indonesia seperti dari usaha, sewa properti, atau investasi, maka penghasilan tersebut tetap dikenai PPh di Indonesia. Mekanisme pemajakannya pun mengikuti aturan untuk SPLN. 

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News