Masa Pandemi Covid-19 membawa dampak yang begitu besar terhadap Indonesia pada tahun 2020, selain aspek kesehatan dan kemanusiaan, aspek sosial dan ekonomi juga terkena dampak yang sangat kuat. Perekonomian dunia yang semakin melambat serta kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (Social Distancing) untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 yang menurunkan mobilitas kegiatan ekonomi, sehingga mengakibatkan kontraksi pertumbuhan ekonomi 2020.
Keberadaan ekonomi dapat memberikan kesempatan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Namun, dengan adanya pandemi ini, banyak hal yang dirugikan, serta sangat terasa dampaknya pada kegiatan ekonomi dimana didalamnya banyak kegiatan ekonomi yang terganggu dan berakibat ke semua badan atau lembaga perekonomian.
Apalagi pemerintah telah mengeluarkan kebijakan seperti pembatasan aktivitas (Social Distancing). Kebijakan pemerintah ini bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19 yang memberikan dampak pada kegiatan ekonomi masyarakat, termasuk kegiatan UMKM di Indonesia yang mengalami penurunan omzet akibat pandemi Covid-19.
UMKM adalah bentuk usaha kecil masyarakat yang didirikan berdasarkan inisiatif seseorang. Sektor UMKM merupakan tulang perekonomian Indonesia. Maka sudah lumrah jika sektor ini harus mendapatkan kepastian akses terhadap teknologi dan ekonomi digital, apalagi kasus Covid-19 di Tanah Air, semakin melandai.
Baca juga Bisnis Digital Marak, Penerbitan UU HPP Tutup Celah Aturan Pajak
Hal ini menunjukkan Indonesia berada dalam masa transisi dari pandemi Covid-19 menjadi endemi dan pemerintah pun sudah mulai merancang beberapa aturan baru yang akan dipergunakan untuk kembali meningkatkan penerimaan negara kita yang telah menurun selama pandemi Covid-19. Adapun, langkah yang dibuat oleh pemerintah yakni dengan melakukan reformasi perpajakan yaitu meningkatkan tarif PPN yang awalnya 10% meningkat menjadi 11%.
Peningkatan tarif PPN ini diatur dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) telah disepakati menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021–2022, Kamis (7/10/2021). Pertimbangan Pemerintah membuat peraturan terbaru ini yaitu daya beli dan pemulihan ekonomi, UU HPP ini menetapkan kenaikan tarif PPN secara bertahap yaitu 11% yang mulai berlaku pada 1 April 2022 dan 12% yang berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Lalu, bagaimana dampaknya bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP)?
Seperti yang telah kita diketahui, pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan bisa memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP(Pengusaha Kena Pajak). Hal itu diatur dalam Pasal 3A, UU No. 42 Th 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa Serta PPnBM (UU PPN).
Baca juga Subsidi Berpotensi Perkecil Ruang Fiskal 2023, Ini Kata Sri Mulyani
Sementara menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, pengusaha kecil yang peredaran brutonya tidak lebih dari Rp4,8 miliar selama 1 tahun buku. Pada kenyataannya, banyak pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP walaupun peredaran usahanya kurang dari Rp4,8 miliar.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu. Sesuai dengan ketentuan itu maka, besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yakni sebesar 60% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau 70 persen dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP). Dapat diartikan bahwa, PKP yang sumber kategori tersebut hanya menyetor 4% atas penyerahan JKP dan 3% atas penyerahan BKP.
Sementara itu, dengan hadirnya UU HPP yang menyatakan kenaikan tarif PPN secara bertahap, bagi PKP dengan peredaran usaha dalam satu tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu bisa memungut serta menyetorkan PPN dengan besaran tertentu yang lebih rendah atau disebut dengan tarif final dari nilai penyerahan BKP dan/atau JKP.
Hal ini dilakukan guna memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam pemungutan PPN untuk barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu (UMKM). Kementerian Keuangan menegaskan bahwa ketentuan mengenai tarif final ini akan diatur lebih lanjut dengan PMK.









