Kenaikan BBM Pengaruhi Masyarakat Membayar Pajak, Apa Benar?

Desas-desus mengenai naiknya BBM bersubsidi kini telah diperjelas secara resmi melalui pengumuman oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), menurutnya ini adalah pilihan terakhir pemerintah. Desas-desus mengenai pengurangan subsidi menyebabkan gonjang-ganjing di kalangan masyarakat, dua dampak nyatanya yaitu antrean yang sangat panjang di pom bensin dan warga pun merasakan kelangkaan serta agak terbebani dengan naiknya harga BBM. 

Sebagaimana kita ketahui, situasi ekonomi masyarakat dapat dikatakan sedang melemah akibat pandemi covid-19 ditambah sekarang adanya kenaikan harga bahan bakar minyak yang tidak sepadan dengan tingkat ekonomi masyarakat. Hal ini dianggap dapat menyebabkan perekonomian nasional semakin memburuk dimana hal tersebut dapat berdampak pada menurunnya realisasi penerimaan pajak negara. Lalu, apakah kenaikan harga bahan bakar minyak juga memiliki pengaruh pada kepercayaan masyarakat dalam hal membayar pajak? Simak terus artikel ini ya! 

 

Pengaruh Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) 

Darmin Nasution selaku mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) berpendapat bahwa kenaikan harga BBM ini ketika pertumbuhan ekonomi melambat atau melemah akan mengurangi kesempatan untuk meningkatkan pajak, sebagai contoh pada tahun 2005 ketika kenaikan harga BBM mencapai 100 persen, tidak hanya berdampak pada inflasi namun juga berimbas pada penerimaan pajak karena banyak perusahaan yang pertumbuhannya juga ikut melambat.

Baca juga Dana Bansos Bertambah, Kompensasi Hingga Rp502,4 Triliun

Dampak dari kenaikan BBM tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, namun juga akan berimbas pada aspek sosial masyarakat Indonesia. Sudah jelas bahwa BBM akan sangat diperlukan dalam operasional perusahaan, sehingga jika harganya kian naik atau mahal akan membebani biaya produksi hampir seluruh sektor dan lini bisnis, akibatnya perusahaan akan berusaha meminimalisir biaya operasional.

Misalnya, perusahaan dapat melakukan penghentian rekrutmen karyawan baru hingga pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana hal tersebut berpotensi dalam meningkatkan angka pengangguran yang tentunya akan menambah tingkat kemiskinan di Indonesia. Beberapa sektor yang terdampak inilah yang menyebabkan masyarakat kurang setuju dengan keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak ini. Harga angkutan umum, harga makanan, dan sebagainya yang terus melambung tinggi sedangkan penghasilan yang diterima tidak dapat mencukupi kebutuhan akan bahan pangan dan transportasi sehari-sehari menyebabkan masyarakat merasa terbebani. 

 

Pandangan Masyarakat Terkait Pajak Saat BBM Naik 

Keputusan menaikkan harga bahan bakar ini tentunya menimbulkan banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Tidak sedikit masyarakat yang merasa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Seperti diketahui, bahwa harga bensin varian Pertalite naik hingga Rp10.000 per liter atau 30,7 persen dari harga yang ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan, harga disel naik 32 persen menjadi Rp6.800 per liter dan secara bersamaan harga bahan bakar RON92 atau Pertamax juga ikut naik menjadi Rp14.500 per liter atau 16 persen dari harga sebelumnya yaitu Rp12.500. Adanya kebijakan ini belum dapat dikatakan mempengaruhi atau tidak kepercayaan masyarakat dalam membayar pajak karena belum dapat diketahui perubahannya secara signifikan.

Baca juga Upaya Vietnam Dalam Mengatasi Lonjakan Harga BBM, Pangkas Pajak Lingkungan Hingga 50%.

Misalnya, meskipun kepercayaan masyarakat berkurang akibat BBM naik, mau tidak mau mereka juga tetap wajib membayar pajaknya dan apabila masyarakat telah percaya dengan pemerintah walaupun dengan tarif yang tinggi atau dalam hal ini harga BBM dinaikkan maka masyarakat akan tetap patuh pada kewajiban perpajakannya. Jika masyarakat telah percaya, masyarakat akan membayarnya. Dengan tidak sedikitnya masyarakat yang mengeluh akan hal ini terutama masyarakat menengah ke bawah, bisa dikatakan bahwa kenaikan BBM ini mungkin saja mempengaruhi kepercayaan masyarakat.

Selain itu, berpengaruh juga pada kemampuan masyarakat dalam membayar pajak. Harga bahan bakar minyak naik, pajak naik, lalu rakyat? Terbebani, karena ekonomi masyarakat belum pulih sepenuhnya pasca pandemi. Namun, tak dipungkiri juga bahwa pemerintah mau tak mau mengeluarkan kebijakan tersebut, hal ini dilakukan agar defisit anggaran tidak lebih dari target yang telah ditetapkan. Sejalan dengan itu, sebaiknya pemerintah bersikap transparan mengenai penerimaan dari kebijakan tersebut selain itu tetap memberikan bantuan kepada masyarakat dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-sehari dan berperan aktif serta mendorong agar persepsi mengenai pajak di masyarakat menjadi positif, karena masyarakat sebenarnya telah merasakan manfaat pajak itu sendiri secara tidak langsung.