Kemenkeu akan Kaji Tax Holiday Investor Seiring Penerapan GMT 15%

Indonesia tengah bersiap untuk mengadopsi kebijakan pajak minimum global yang akan diberlakukan mulai tahun depan. Pajak ini memiliki tarif efektif sebesar 15%, yang merupakan bagian dari kesepakatan internasional dalam upaya mengatasi penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional. Adopsi kebijakan ini sejalan dengan Pilar Dua dari inisiatif Global Anti Base Erosion (GloBE) yang bertujuan untuk mengurangi penggerusan basis pajak oleh perusahaan multinasional melalui yurisdiksi pajak rendah.

 

Dalam menghadapi implementasi kebijakan tersebut, pemerintah akan melakukan penyesuaian terhadap skema tax holiday yang telah lama diterapkan di Indonesia. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa revisi terhadap tax holiday akan dirancang agar sesuai dengan ketentuan pajak minimum global tersebut, sekaligus tetap menarik bagi investor.

 

 

Penyesuaian pada Skema Tax Holiday

 

Salah satu perubahan utama dalam revisi ini adalah bahwa meskipun Indonesia masih akan memberikan fasilitas tax holiday, pajak minimum sebesar 15% tetap harus dibayarkan oleh perusahaan penerima fasilitas tersebut. Artinya, meski mendapat keringanan, perusahaan tidak akan dibebaskan sepenuhnya dari pajak, seperti yang terjadi di beberapa skema tax holiday sebelumnya.

 

Baca juga: Indonesia Siap Terapkan Pajak Minimum Global 15%, Apa Dampaknya?

 

 

Saat ini, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan di Indonesia adalah 22%. Dalam skema yang baru, maksimal potongan pajak yang diberikan adalah 7%, yaitu selisih antara tarif PPh Badan dan pajak minimum global yang ditetapkan sebesar 15%. Dengan begitu, perusahaan yang memperoleh tax holiday masih diwajibkan membayar pajak sebesar 15%, sesuai dengan ketentuan pajak global.

 

Untuk mengimbangi beban pajak tersebut, pemerintah juga sedang mempertimbangkan pemberian insentif lain yang lebih fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan investor. Febrio menjelaskan bahwa pemerintah akan mencari bentuk insentif alternatif yang bisa diberikan, bekerja sama dengan Kementerian Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk menyusun opsi yang lebih kompetitif.

 

 

Alasan Utama Revisi Tax Holiday

 

Revisi ini dilakukan bukan hanya untuk menyesuaikan dengan ketentuan internasional, tetapi juga untuk memastikan bahwa Indonesia tidak kehilangan haknya dalam memungut pajak dari perusahaan multinasional. Jika fasilitas tax holiday di Indonesia tetap memberikan keringanan hingga 0%, maka negara asal perusahaan multinasional tersebut dapat memungut pajak tambahan, sesuai dengan skema top-up tax yang diterapkan di bawah aturan Global Anti Base Erosion.

 

Dalam skenario ini, Indonesia akan kehilangan potensi penerimaan pajak, dan secara tidak langsung mendanai anggaran negara lain. Hal ini tentu tidak diinginkan oleh pemerintah Indonesia, karena akan berdampak negatif terhadap pendapatan negara. Dengan penerapan pajak minimum global, Indonesia akan tetap dapat menarik investasi, namun juga mempertahankan bagian pajak yang layak dari laba perusahaan multinasional yang beroperasi di dalam negeri.

 

 

Dampak Kebijakan Baru pada Iklim Investasi

 

Kebijakan pajak minimum global ini tidak hanya akan berdampak di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara yang selama ini menggunakan insentif pajak sebagai daya tarik investasi. Sebelumnya, perusahaan multinasional sering memanfaatkan skema tax holiday di berbagai negara dengan pajak rendah atau 0% untuk mengurangi beban pajak global mereka. Namun, dengan diberlakukannya aturan pajak minimum, strategi ini tidak lagi efektif, karena negara asal perusahaan dapat mengenakan pajak tambahan atas laba yang tidak dipajaki di yurisdiksi lain.

 

Aturan top-up tax yang diatur dalam income inclusion rule (IIR) memungkinkan negara asal perusahaan multinasional untuk mengenakan pajak tambahan jika tarif efektif di negara tempat perusahaan beroperasi tidak mencapai 15%. Ini berarti bahwa Indonesia harus hati-hati dalam merancang insentif pajak, karena insentif yang terlalu besar dapat mengakibatkan negara lain mengambil hak pemajakan tersebut.

 

Langkah pemerintah untuk merevisi tax holiday menunjukkan keseriusan dalam menyesuaikan kebijakan fiskal dengan standar global, namun tetap menjaga daya saing investasi. Skema baru ini diharapkan dapat menarik perusahaan multinasional untuk tetap berinvestasi di Indonesia, tanpa merugikan penerimaan pajak negara.

 

Baca juga: Pemerintah Harap Pajak Minimum Global Bisa Tingkatkan Penerimaan Pajak

 

 

Menjaga Daya Saing di Tengah Persaingan Global

 

Dengan adanya aturan pajak minimum global, Indonesia dan negara-negara lain yang selama ini menggunakan tax holiday sebagai alat untuk menarik investasi, harus menemukan cara baru untuk tetap kompetitif. Penghapusan tax holiday penuh memang bisa mengurangi daya tarik investasi, tetapi Indonesia tetap dapat menawarkan berbagai insentif lain yang sejalan dengan aturan internasional.

 

Beberapa alternatif yang sedang dikaji melibatkan insentif non-fiskal atau keringanan pajak dalam bentuk lain yang tidak melanggar ketentuan pajak minimum global. Pemerintah juga akan terus melakukan kerja sama dengan pemangku kepentingan dan sektor swasta untuk merancang kebijakan yang memastikan iklim investasi di Indonesia tetap stabil dan kompetitif.

 

 

Masa Depan Kebijakan Pajak di Indonesia

 

Dengan semakin kompleksnya aturan perpajakan internasional, termasuk implementasi pajak minimum global, Indonesia perlu bersikap proaktif dalam merancang kebijakan fiskal yang adaptif dan berkelanjutan. Revisi tax holiday ini merupakan salah satu langkah yang diperlukan untuk menjaga hak pemajakan Indonesia sekaligus mematuhi standar pajak internasional.

 

Ke depannya, pemerintah diharapkan tidak hanya mengandalkan insentif pajak untuk menarik investasi, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia melalui faktor lain, seperti infrastruktur, sumber daya manusia, dan stabilitas politik. Dengan pendekatan yang komprehensif, Indonesia dapat tetap menjadi tujuan utama bagi investasi asing, meskipun di tengah aturan pajak yang lebih ketat secara global.

 

 

Baca Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News