Indonesia Siap Terapkan Pajak Minimum Global 15%, Apa Dampaknya?

Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan penerapan pajak minimum global atau Global Minimum Tax (GMT) dengan tarif minimum efektif sebesar 15%. Kebijakan ini diusulkan oleh Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) dan didukung oleh lebih dari 140 negara. Langkah ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional yang sering memindahkan keuntungan mereka ke negara-negara dengan tarif pajak rendah, meskipun pendapatan mereka dihasilkan di negara lain.

 

 

Potensi Peningkatan Penerimaan Negara

 

Melansir dari CNBC Indonesia, Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, menjelaskan bahwa penerapan pajak minimum global di Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh pemerintah, penerapan GMT ini diperkirakan dapat memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 3,8 triliun hingga Rp 8,8 triliun. Dalam acara International Tax Forum 2024, Thomas menyampaikan bahwa penerapan pajak minimum global dapat menjadi solusi untuk mengatasi ketimpangan penerimaan pajak dari perusahaan multinasional.

 

Dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi yang semakin pesat, batas-batas negara menjadi semakin kabur. Banyak perusahaan multinasional yang mampu beroperasi di berbagai negara tanpa kehadiran fisik di negara tersebut. Fenomena ini membuat sistem pajak tradisional yang selama ini diterapkan tidak mampu menarik pajak secara optimal dari perusahaan-perusahaan tersebut, terutama dari sektor teknologi yang umumnya mengambil banyak keuntungan dari negara tempat mereka beroperasi.

 

Baca juga: Ketahui Pajak Minimum Global dan Dampaknya

 

 

Ketimpangan Pajak dan Dampaknya pada Negara Berkembang

 

Perusahaan multinasional, terutama yang bergerak di sektor teknologi, sering kali memperoleh keuntungan besar dari operasi di berbagai negara tanpa membayar pajak yang seimbang dengan pendapatan mereka. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan antara lokasi keuntungan dan tempat mereka membayar pajak. Kondisi ini lebih lanjut mempersulit negara-negara berkembang, yang sering kali tidak memperoleh bagian yang adil dari hak pajak atas pendapatan yang dihasilkan di wilayah mereka. Thomas menyoroti bahwa ketidakseimbangan ini pada akhirnya memperdalam ketimpangan ekonomi global.

 

Sistem pajak tradisional yang telah ada selama ini terbukti tidak dapat mengakomodasi tantangan yang muncul dari globalisasi dan digitalisasi. Oleh karena itu, Thomas menekankan pentingnya penerapan pajak minimum global sebagai langkah untuk mengatasi masalah ini. Pajak minimum global diharapkan dapat mereduksi ketimpangan dan memberikan keadilan dalam sistem perpajakan global.

 

 

Perlunya Reformasi Kebijakan Pajak Domestik

 

Lebih lanjut, Thomas juga menegaskan bahwa penerapan pajak minimum global memerlukan reformasi kebijakan perpajakan di tingkat domestik agar sesuai dengan standar global. Dalam konteks ini, Indonesia perlu melakukan penyesuaian agar kebijakan perpajakannya tetap kompetitif di tengah lanskap ekonomi global yang semakin terintegrasi. Dengan penerapan GMT, pemerintah berharap dapat menjaga daya saing ekonomi Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh globalisasi dan digitalisasi.

 

 

Konteks Global Pajak Minimum 15%

 

Penerapan pajak minimum global bukan hanya menjadi agenda Indonesia, tetapi juga merupakan bagian dari upaya global untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil. Menurut data yang dikutip dari World Economic Forum, kebijakan GMT bertujuan untuk menghentikan praktik perusahaan multinasional yang memindahkan keuntungan mereka ke yurisdiksi dengan pajak rendah seperti Irlandia, Luksemburg, Swiss, dan Barbados. Negara-negara ini sebelumnya dikenal sebagai tax haven atau surga pajak. Namun, dengan adanya kebijakan GMT, negara-negara tersebut juga mulai menerapkan tarif pajak minimum ini.

 

Lebih dari 140 negara telah sepakat untuk menerapkan perjanjian pajak global baru yang bertujuan agar perusahaan multinasional membayar tarif pajak minimum sebesar 15%. Tujuan utama dari kesepakatan ini adalah untuk memastikan bahwa perusahaan multinasional tidak lagi memanfaatkan perbedaan tarif pajak antar negara demi mengurangi kewajiban pajak mereka. Dengan tarif pajak yang lebih adil, diharapkan distribusi pendapatan pajak menjadi lebih merata di seluruh dunia.

 

Baca juga: Mengenal Pajak Minimum Global

 

 

Dampak Positif bagi Indonesia

 

Bagi Indonesia, penerapan pajak minimum global ini diharapkan dapat memberikan beberapa dampak positif. Pertama, peningkatan penerimaan pajak dari perusahaan multinasional yang selama ini mungkin memanfaatkan celah dalam sistem perpajakan global. Kedua, kebijakan ini juga akan membantu menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil di Indonesia, di mana perusahaan besar, terutama yang beroperasi secara digital, tidak lagi dapat menghindari pembayaran pajak dengan mudah.

 

Selain itu, dengan adanya reformasi kebijakan perpajakan di tingkat domestik, Indonesia dapat memperkuat daya saingnya dalam menarik investasi asing. Ketika kebijakan perpajakan diselaraskan dengan standar internasional, perusahaan multinasional akan lebih memilih untuk beroperasi di negara-negara yang memiliki regulasi yang jelas dan stabil, termasuk dalam hal perpajakan. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah persaingan global yang semakin ketat.

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News