Belum lama belakangan ini, pemerintah berencana untuk menerapkan bea meterai sebagai syarat dan ketentuan yang terdapat di berbagai platform digital termasuk e-commerce. Para pelanggan yang akan berbelanja di e-commerce nantinya akan dikenai bea meterai sebesar Rp10.000, pengenaan ini apabila belanja pada e-commerce dengan transaksi pembelian di atas Rp5 juta sesuai dengan aturan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai, Pasal 3 ayat (2).
Diharapkan kebijakan tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara, selain itu untuk menciptakan level of playing field atau kesetaraan dalam berusaha bagi para pelaku usaha digital dan konvensional. Meskipun kebijakan ini belum jelas implementasinya, namun sejumlah pihak telah memberikan catatan khusus terhadap rencana kebijakan tersebut. Mereka menilai rencana ini bertentangan dengan semangat pemerintah untuk membangkitkan bisnis para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui e-commerce.
Upaya Pemerintah Dalam Transformasi Digital Penggunaan Bea Materai
Seorang peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine menjelaskan ada beberapa hal yang ia soroti dalam upaya pemerintah dalam transformasi digital juga mencakup agenda digitalisasi ekonomi.
Pertama, menurutnya perlu adanya sosialisasi terkait kebijakan tersebut dengan informasi yang komprehensif kepada para pelaku usaha baik mikro, kecil, dan menengah. Sampai saat ini pun belum banyak sosialisasi maupun pemberitaan mengenai e-meterai termasuk tentang tata cara penggunaannya, kemudian tentang apa saya yang termasuk ke dalam objek e-meterai maupun dampaknya bagi ekosistem ekonomi digital Indonesia. Diperlukan sosialisasi yang memadai agar sejalan dengan misi pemerintah.
Baca juga Semua Tentang Bea Meterai: Tarif, Objek, Pemungut hingga Mekanisme
Kedua, ia menyarankan adanya kajian mendalam tentang biaya operasional dan manfaat sehingga tidak ada kontra produktif terhadap upaya digitalisasi UMKM maupun peningkatan transaksi digital. Kemudian, perlu diprioritaskan kesiapan pemerintah dari segi sumber daya manusia dan infrastruktur dalam memungut bea materai dan menyediakan sistem pencatatan hingga keamanan pengumpulan datanya, karena hal seperti kekhawatiran mereka terhadap aspek keamanan data, privasi, hal-hal teknis, dan juga kepercayaan pada sistem yang digunakan itu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pelaku UMKM enggan memasuki ranah digital dan menggunakan fitur-fitur yang ada. Hingga saat ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia masih terus berdiskusi untuk menentukan mekanisme pemeteraian tersebut.
Pandangan Masyarakat Terkait Penggunaan e-Meterai Pada UMKM
Yusuf Rendy Manilet selaku Ekonom Center of Reform on Economics (Core) menyampaikan bahwa pemerintah perlu memperjelas terkait bagaimana mekanisme dari pengenaan bea meterai ini terhadap para pelaku UMKM. Terlebih lagi apabila mereka harus menanggung beban biaya yang lebih tinggi meski produk yang dikenakan bea meterai tersebut belum dijual ke konsumen.
Bagi para pelaku UMKM, hal ini jelas akan menjadi semacam disinsentif untuk menggunakan jasa teknologi terkait hal-hal ini yaitu e-commerce untuk mendukung atau melakukan aktivitas perdagangan. Dikatakan juga bahwa kebijakan ini memiliki potensi mendistorsi pasar digital di dalam negeri yang saat ini tengah meningkat, selanjutnya ia juga menilai bahwa kebijakan tersebut tidak selaras dengan upaya pemerintah untuk mendorong ekonomi digital sebagai alat untuk memajukan perdagangan terutama bagi UMKM.
Baca juga Tata Cara Mencari Penyedia e-Meterai Yang Resmi Bukan Palsu
Sependapat dengan Pak Yusuf, Yose Rizal Damuri selaku Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pun menilai rencana pengenaan e-meterai ini akan membebankan baik platform e-commerce dan UMKM. Ia juga menilai bahwa yang mendapatkan keuntungan dari e-meterai yaitu pemerintah, namun pemerintah pun harus melihat apakah keuntungan ini sebanding dengan terhambatnya ekonomi digital di Indonesia.
Apabila kebijakan tersebut diterapkan, mungkin Indonesia yang akan menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan e-meterai pada platform digital, selain itu kebijakan ini dikhawatirkan akan mengurangi daya saing Indonesia di tingkat global.
Bima Laga sebagai Ketua Umum Indonesian e-Commerce Association (idEA) mengatakan bahwa program tersebut yang tak sejalan dengan misi pemerintah yang menargetkan sebanyak 30 juta UMKM untuk go digital hingga tahun 2024. Proses perumusan kebijakan ini harus transparan agar para pelaku usaha dan masyarakat yang juga terdampak dapat memahami proses serta mengetahui hak dan kewajibannya.









