Jurus DJP Tagih Utang Pajak, Kirim Surat Peringatan hingga Gijzeling

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengerahkan berbagai jurus untuk menagih utang pajak yang nilainya mencapai puluhan triliun rupiah. Penagihan dilakukan dengan mengirim surat peringatan hingga penyanderaan (gijzeling) bagi wajib pajak yang tetap enggan membayar. 

Langkah ini merupakan bagian dari penagihan aktif terhadap 200 wajib pajak yang putusan sengketa pajaknya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Total tunggakan yang harus ditagih mencapai sekitar Rp60 triliun

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, membeberkan bahwa para penunggak pajak tersebut berasal dari beragam sektor usaha, mulai dari pertambangan, minyak dan gas (migas), perkebunan, jasa, hingga perdagangan dan konstruksi. 

“Hampir semua sektor ada. Ada sektor ekstraktif, sumber daya alam, perkebunan, pertambangan, jasa, perdagangan, infrastruktur, konstruksi, hingga jasa keuangan,” kata Bimo, dikutip Jumat (10/10/2025). 

Baca Juga: Jangan Terkecoh! Ini Daftar Situs Palsu yang Mengatasnamakan DJP

Meski demikian, DJP tetap membuka ruang bagi wajib pajak yang ingin menyelesaikan kewajibannya dengan cara restrukturisasi utang pajak. Salah satu bentuknya adalah dengan pembayaran secara bertahap atau cicilan, asalkan wajib pajak memberikan jaminan aset atau rekening yang diblokir. 

“Kita beri kesempatan mencicil, tapi dengan jaminan. Kalau tetap tidak kooperatif, kita lakukan pencekalan bahkan gijzeling,” tegas Bimo. 

Hingga awal Oktober 2025, DJP melaporkan telah berhasil mencairkan utang pajak senilai Rp7 triliun dari total Rp60 triliun piutang yang ada. Sisanya, sekitar Rp53 triliun, masih dalam proses penagihan bertahap.  

Bimo menjelaskan, penagihan tidak bisa dilakukan secara instan karena ada prosedur hukum dan administratif yang harus diikuti. 

Baca Juga: DJP Gunakan Data Beneficial Ownership dari Ditjen AHU dalam Pemeriksaan Pajak

“Memang tidak bisa sekaligus, tapi kami pastikan seluruh tahapan terus berjalan agar piutang negara bisa tertagih sepenuhnya,” ujarnya. 

Langkah tegas ini juga didukung oleh kerja sama DJP dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).  

Kolaborasi lintas lembaga ini diharapkan memperkuat penegakan hukum perpajakan, menekan angka tunggakan, serta meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. 

Pemerintah menilai, ketegasan DJP dalam menagih utang pajak merupakan bagian penting dari upaya menjaga keadilan fiskal dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dengan penerapan strategi penagihan yang lebih agresif, diharapkan tidak ada lagi ruang bagi penunggak pajak besar untuk menghindari kewajibannya kepada negara. 

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News