Ini Alternatif Sumber Penerimaan Negara Tanpa Membebani Rakyat Kecil

Dalam laporan riset bertajuk “Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang”, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengkritik pendekatan perpajakan pemerintah Indonesia yang selama ini lebih menyasar kelompok wajib pajak yang mudah terdeteksi. Pegawai negeri, guru, dosen, karyawan swasta, buruh, perusahaan, dan UMKM formal menjadi target utama, sementara individu dan entitas kaya yang menyembunyikan kekayaan melalui skema transfer pricing dan tax haven luput dari radar.

CELIOS menggunakan analogi “hewan di kebun binatang” untuk menggambarkan wajib pajak yang sudah tertangkap sistem, dibandingkan dengan orang kaya yang seperti “hewan liar di hutan”, bebas berkeliaran tanpa pengawasan pajak. Untuk itu, CELIOS menawarkan alternatif kebijakan pajak progresif yang dapat menambah penerimaan negara hingga Rp524 triliun tanpa membebani rakyat kecil.

1. Tinjau Ulang Insentif Pajak (Rp137,4 T)

Potensi penerimaan negara yang besar bisa diperoleh dengan meninjau kembali insentif pajak yang tidak tepat sasaran dan justru menguntungkan korporasi besar.

2. Pajak Kekayaan (Rp81,6 T)

Pengenaan pajak atas kekayaan bersih dari hanya 50 orang terkaya di Indonesia dapat menyumbang puluhan triliun rupiah.

3. Pajak Karbon (Rp76,4 T)

Implementasi pajak karbon berpotensi mendongkrak penerimaan negara sekaligus menjadi instrumen pengendalian lingkungan.

4. Pajak Produksi Batubara (Rp66,5 T)

Sektor pertambangan batubara dapat dikenakan pajak tambahan mengingat tingginya keuntungan yang diperoleh dari sumber daya alam nasional.

Baca Juga: Mengapa Kenaikan PTKP bagi Buruh & Pekerja itu Penting?

5. Pajak Windfall Profit Sektor Ekstraktif (Rp50 T)

Penerimaan dari windfall tax, terutama saat terjadi kenaikan harga komoditas secara global, sangat potensial ditarik dari sektor ekstraktif.

6. Pajak Penghilangan Keanekaragaman Hayati (Rp48,6 T)

Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri dapat dikompensasi melalui skema pajak yang adil.

7. Pajak Digital (Rp29,5 T)

Raksasa digital global dan lokal yang beroperasi di Indonesia harus dikenai pajak yang proporsional dengan pendapatannya.

8. Peningkatan Tarif Pajak Warisan (Rp20 T)

Penyesuaian tarif pajak atas warisan dapat menjadi sumber baru penerimaan, tanpa membebani konsumsi masyarakat.

9. Pajak Kepemilikan Rumah Ketiga (Rp4,7 T)

Pemilik properti lebih dari dua unit dapat dikenakan pajak tambahan sebagai bentuk pemerataan kepemilikan aset.

10. Pajak Capital Gain (Rp7 T)

Keuntungan dari investasi aset keuangan seperti saham dapat dikenakan tarif pajak yang lebih progresif.

11. Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (Rp3,9 T)

Cukai atas produk berpemanis selain untuk tujuan kesehatan juga dapat berfungsi sebagai sumber penerimaan tambahan negara.

Baca Juga: Mengapa Terjadi Lonjakan Kenaikan PBB-P2 di Berbagai Daerah?

Peta Tantangan dan Rekomendasi Kebijakan

CELIOS juga memetakan tantangan serta stakeholder kunci dari masing-masing alternatif pajak tersebut. Beberapa tantangan yang muncul antara lain resistensi elite ekonomi, keterbatasan data kepemilikan, tekanan industri, hingga kompleksitas lintas yurisdiksi. Berikut peta tantangan dan rekomendasi kebijakan yang dilansir dari laporan riset CELIOS berjudul “Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang”:

Jenis Pajak

Tantangan

Stakeholder Terkait

Langkah Kebijakan

Pajak Kekayaan (Wealth Tax)

Resistensi elite ekonomi, keterbatasan data kepemilikan aset

Kemenkeu, DJP, OJK, DPR, Bappenas

  • Pendataan aset besar
  • Harmonisasi sistem registrasi
  • UU Pajak Kekayaan

Peningkatan Tarif Pajak Capital Gain

Potensi penurunan minat investasi dan kompleksitas pelaporan

Kemenkeu, DJP, BEI, OJK, Pelaku pasar modal

  • UU PPh
  • Integrasi pelaporan dalam BEI

Peningkatan Tarif Pajak Warisan

Minimnya dukungan politik dan teknis pewarisan yang transparan

Kemenkeu, DJP, Asosiasi Notaris, BPN, DPR

  • Revisi UU HPP dan UU PPh
  • Kajian dampak sosial-ekonomi

Pajak Produksi Batu Bara

Resistensi industri ekstraktif, ketergantungan fiskal daerah

Kemenkeu, Kementerian ESDM, DJP, KLHK, Pemda

  • Integrasi dengan carbon pricing
  • Amandemen regulasi PNBP sektor minerba
  • FGD dengan pemda & kementerian terkait

Pajak Kepemilikan Rumah Ketiga

Transparansi kepemilikan rumah ganda, koordinasi pusat-daerah

DJP, BPN, Pemda, OJK

  • Penyesuaian threshold PPnBM
  • Pemetaan pemilik rumah >2 via NIK (integrasi)
  • Revisi UU HPP
  • Perda pajak kepemilikan rumah ketiga oleh Pemda

Cukai Minuman Berpemanis (SSB Tax)

Tekanan industri dan resistensi konsumen

Kemenkeu, Kemenkes, BPOM, Kemenperin

  • Advokasi publik melalui isu diabetes
  • Pembahasan Prolegnas RUU
  • Cukai Minuman Berpemanis

Pajak Karbon

Kesiapan pelaku industri dan keterbatasan sistem monitoring

Kemenkeu, KLHK, DJP, Asosiasi Industri, Kementerian ESDM

  • Sinkronisasi dengan Perpres Net Zero
  • Revisi tarif pajak karbon ideal

Pajak Digital

Kompleksitas pelaporan lintas yurisdiksi dan tekanan dari platform besar/MNE

Kemenkeu, DJP, Kominfo, Pelaku Platform & MNE

  • Implementasi multilateral pajak digital (Pilar 1 & 2 OECD, UN Convention Tax)
  • Revisi aturan pemajakan ekonomi digital di UU PPh & UU PPN

Pajak Biodiversity Loss

Penilaian kerugian ekologi belum terstandarisasi

KLHK, Kemenkeu, Pemda

  • Tambahan pasal dalam UU Konservasi SDA
  • Penetapan indeks nilai biodiversitas
  • Pungutan atas kawasan lindung yang dirusak

Pajak Windfall Profit Sektor Ekstraktif

Sulit diterapkan tanpa indikator objektif & transparansi data laba

Kemenkeu, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, DPR

  • Transparansi data laba
  • Pembentukan peraturan windfall profit tax sementara berbasis harga global

Dengan menggali potensi dari sumber penerimaanalternatif tersebut, pemerintah bisa menambah pemasukan negara tanpa harus membebani masyarakat menengah ke bawah. CELIOS menegaskan bahwa kebijakan pajak yang adil adalah kebijakan yang mampu menjangkau mereka yang selama ini bersembunyi di balik kekayaan dan struktur keuangan kompleks. Sudah saatnya memburu “hewan liar di hutan”, bukan sekadar memperhatikan “hewan jinak di kandang”.

Referensi: Laporan Riset CELIOS “Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang”

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News