Coretax menjadi salah satu elemen penting dalam Reformasi Administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sistem ini dirancang untuk menciptakan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel, serta didukung oleh teknologi informasi yang setara dengan negara-negara maju. Saat ini, pengembangan Coretax telah mencapai tahap akhir, meskipun pengujian di berbagai lini masih diperlukan guna memastikan kestabilan, keamanan, dan fleksibilitas sistem ini.
Dalam proses transisi menuju penggunaan Coretax, DJP telah menyediakan berbagai sumber daya untuk membantu wajib pajak menyesuaikan diri. Selain buku panduan, berbagai materi edukasi disediakan, termasuk tutorial video, panduan proses bisnis, dan simulator berbasis internet. Harapannya, dengan implementasi Coretax, wajib pajak dapat menikmati kecepatan dan kemudahan layanan, meningkatkan efisiensi, transparansi, serta akurasi data dengan sistem pembayaran yang terintegrasi.
Salah satu proses bisnis penting dalam administrasi perpajakan adalah registrasi wajib pajak, yang meliputi identifikasi dan pencatatan data untuk membentuk database wajib pajak. Proses ini termasuk penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Objek Pajak (NOP) untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Melalui implementasi Coretax, DJP berupaya meningkatkan keakuratan dan efisiensi sistem ini. Berikut ini Pajakku merangkum 14 pokok perubahan bisnis registrasi administrasi wajib pajak.
Baca juga: Ini 20 Pokok Perubahan Pelaporan SPT Tahunan PPh OP Sebelum dan Sesudah Coretax
1. Saluran Pendaftaran
Jika sebelum Coretax registrasi wajib pajak dilakukan melalui KPP (Kantor Pelayanan Pajak) atau Pos, dengan opsi digital dan Kring Pajak yang terbatas, setelah implementasi Coretax, seluruh layanan registrasi dapat dilakukan melalui saluran digital, termasuk OSS untuk pengusaha dan AHU untuk badan usaha.
2. Tempat Pendaftaran
Sebelumnya, wajib pajak harus mendaftar di kantor pajak sesuai alamat mereka. Dengan Coretax, registrasi dapat dilakukan di kantor pajak mana saja, tanpa terikat lokasi tertentu.
3. Validasi Data
Sebelum Coretax, validasi data wajib pajak terbatas dan tidak sepenuhnya akurat. Namun setelah hadirnya Coretax, teknologi yang ditawarkan dapat mengintegrasikan validasi data dengan instansi pemilik data seperti Dukcapil, menjadikannya sebagai sumber data tunggal yang dapat dipercaya.
4. Jumlah Digit NPWP
NPWP yang sebelumnya terdiri dari 15 digit kini diubah menjadi 16 digit. Ini memungkinkan persediaan NPWP yang tidak terbatas dan memudahkan pengelolaan data wajib pajak.
5. Identitas WP Badan
Sebelumnya, NPWP badan tidak terintegrasi dengan sistem lain. Dengan Coretax, NPWP badan menggunakan format 16 digit dengan tambahan angka “0” di depan NPWP 15 digit yang lama.
6. Profil Wajib Pajak
Sebelum implementasi Coretax, profil wajib pajak tidak terhubung dengan data lain sehingga sulit mendeteksi keterkaitan antar pihak. Coretax memungkinkan tersedianya data family tax unit, serta hubungan dengan wajib pajak lain, seperti pengurus atau pemilik modal.
7. Identitas WP Cabang
Sebelumnya, cabang usaha harus mendaftarkan NPWP cabang terpisah yang tidak terintegrasi dengan NPWP pusat. Coretax memberikan nomor ID tempat kegiatan usaha (TKU) yang melekat pada NPWP pusat, sehingga mempermudah administrasi dan memungkinkan penyederhanaan pelaporan.
8. Pengukuhan PKP
Proses pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebelumnya tidak mempertimbangkan risiko wajib pajak. Coretax mengintegrasikan pengukuhan PKP dengan akses langsung ke pembuatan faktur dan SPT PPN.
9. Registrasi Secara Jabatan
Sebelum Coretax, registrasi secara jabatan hanya dilakukan melalui pemeriksaan pajak atau penelitian administrasi. Coretax memungkinkan sistem melakukan registrasi sebagai hasil dari berbagai proses lain, seperti ekstensifikasi atau pemeriksaan.
10. Geotagging
Geotagging sebelumnya tidak terintegrasi dengan proses bisnis registrasi. Dengan Coretax, geotagging diterapkan pada setiap alamat wajib pajak dan dapat dilakukan baik oleh fiskus maupun wajib pajak.
Baca juga: DJP Buka Akses Trial Aplikasi Coretax, Ini Cara Aksesnya
11. Akses Layanan Digital
Sebelumnya, akses layanan digital dilakukan melalui beberapa tahapan, termasuk EFIN dan akun DJP Online. Dengan Coretax, seluruh akses digital terintegrasi dalam satu akun wajib pajak, dengan validasi aktivasi hanya sekali melalui fitur face recognition.
12. Informasi bagi Wajib Pajak Baru
Sebelumnya, wajib pajak baru sering kali tidak menerima informasi cukup tentang hak dan kewajiban perpajakan mereka. Coretax mengirimkan starter pack berisi informasi lengkap tentang hak dan kewajiban wajib pajak baru setelah pendaftaran berhasil.
13. Multiple Fields
Sebelumnya, wajib pajak hanya dapat terdaftar untuk satu KLU (Klasifikasi Lapangan Usaha) dan satu alamat. Coretax memungkinkan wajib pajak terdaftar untuk lebih dari satu KLU serta mencantumkan semua alamat dan kontak secara detail.
14. Layanan Mandiri
Sebelumnya, wajib pajak harus datang ke KPP untuk mencetak dokumen atau menunggu pengiriman. Dengan Coretax, wajib pajak dapat mencetak sendiri dokumen perpajakan dari portal dan melakukan perubahan data secara mandiri.
Dari perubahan-perubahan tersebut, dapat dilihat bahwa implementasi Coretax membawa perubahan besar dalam proses administrasi perpajakan di Indonesia. Dengan sistem ini, DJP berharap untuk meningkatkan efisiensi, akurasi, dan transparansi dalam pengelolaan data dan layanan wajib pajak, baik bagi orang pribadi maupun badan. Penghapusan NPWP yang dilakukan sesuai dengan pembaruan ini bertujuan untuk mendukung transformasi menuju sistem perpajakan yang lebih modern dan terintegrasi.









