Pada dasarnya, hak dan kewajiban sudah melekat dalam setiap warga negara. Sama halnya bagi negara, yang mana memiliki hak dan kewajiban terhadap warga negaranya. Sebagaimana diketahui, bahwa hak dan kewajiban di antara keduanya memiliki sifat timbal balik guna memperoleh kehidupan bernegara yang makmur dan sejahtera.
Namun, tidak menutup kemungkinan dalam praktiknya terkadang salah satu pihak mengalami beberapa masalah, khususnya kita sebagai warga negara. Masalah yang kerap kali terjadi ialah sikap egois yang menuntut banyak hak namun melupakan kewajibannya, sehingga terjadilah pengingkaran terhadap kewajiban.
Seperti yang kita ketahui, bahwa pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Pajak sendiri merupakan pungutan wajib bagi masyarakat atas penghasilan atau sumber kekayaan yang diperoleh. Dalam pemungutan pajak, 2 sisi yang saling berhubungan harus sama-sama saling menyepakati.
Negara mempertimbangkan pengenaan pajak atas saran atau aspirasi rakyat demi kepentingan bersama atau dalam artian lain, kegiatan pengenaan pajak oleh pemerintah dipergunakan kembali demi kepentingan rakyat. Begitu juga dengan rakyat yang perlu mematuhi dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati atau tertuang dalam peraturan perpajakan.
Baca juga DJP Himbau Masyarakat Hindari Bentuk Tindak Pidana Perpajakan
Kewajiban perpajakan telah disepakati dan tercantum dalam peraturan perundang-undangan, sehingga memiliki kekuatan hukum. Meskipun begitu, masih ada beberapa Wajib Pajak yang melanggar atau tidak melaksanakan kewajibannya perpajakannya. Terkait hal tersebut, berikut adalah bentuk-bentuk tindakan yang mencerminkan pengingkaran kewajiban pajak yang kerap kali dilakukan Wajib Pajak, antara lain:
- Tidak Melakukan Pembayaran
- Telat Melaporkan Pajak
- Terlambat Melaporkan SPT
- Melakukan Pelanggaran yang Merugikan Negara.
Atas pengingkaran atau tidak melakukan kewajiban tersebut, tentunya Wajib Pajak akan mendapat konsekuensinya yaitu akan dikenakan sanksi, bahkan hingga hukuman pidana. Dalam hal ini, sanksi yang diberikan berupa sanksi administrasi. Dimana sanksi tersebut dikenakan atas tindakan pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pajak. Sanksi administrasi ini terbagi atas beberapa jenis yakni:
Sanksi Bunga
Sanksi yang dikenakan berupa bunga, sesuai dengan Pasal 9 Ayat 2(a) serta 2(b) UU KUP. Berdasarkan peraturan yang berlaku, tarif bunga yang diterapkan akan mengikuti acuan suku bunga BI dalam setiap bulannya. Jadi, tarif bunga akan berbeda dalam setiap bulannya. Untuk penetapan, yang menentukan ialah Kepala BKF (Badan Kebijakan Fiskal) atas nama Menteri Keuangan.
Sanksi Kenaikan
Sanksi ini diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran tertentu. Misalnya, melakukan tindak pemalsuan data seperti mengurangi jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP. Pengenaan sanksi ini dapat berbentuk kenaikan jumlah pajak yang wajib dibayar dengan besaran nilai bekisar 50% dari pajak yang kurang dibayar.
Baca juga e-Met: Sanksi Pelanggaran dalam e-Meterai
Sanksi Denda
Sanksi ini berbentuk denda yang diberikan atas pelanggaran kewajiban pelaporan. Besaran dendanya pun bervariasi, namun berdasarkan aturan undang-undang. Misalnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka besaran nilai denda yang dikenakan senilai Rp. 500 ribu. Sementara, jika telat dalam menyampaikan SPT Masa PPh, maka besaran nilai denda yang dikenakan sebesar Rp1.000.000 bagi WP badan dan Rp100.000 bagi WP pribadi.
Sebagaimana diketahui, Wajib Pajak dapat dikenakan hukuman pidana apabila pengingkaran yang dilakukan sangat merugikan negara, misalnya melakukan penggelapan pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak bersangkutan akan dikenakan hukuman pidana berupa denda hingga pidana penjara paling sedikit 6 tahun. Terkait pengingkaran kewajiban pajak hingga sanksi-sanksinya semua telah berlandaskan hukum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).









