Di era digital yang semakin berkembang, sektor ekonomi digital memainkan peran penting dalam perekonomian global, termasuk di Indonesia. Pertumbuhan pesat transaksi digital tidak hanya mengubah cara bisnis beroperasi tetapi juga menuntut pemerintah untuk mengadaptasi kebijakan fiskal yang sesuai. Penerapan pajak pada sektor ekonomi digital menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara serta memastikan keadilan dan kesetaraan bagi semua pelaku usaha.
Hingga 31 Mei 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan negara dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp24,99 triliun. Penerimaan ini berasal dari berbagai jenis pajak yang dipungut dalam sektor ekonomi digital, seperti pajak pertambahan nilai (PPN), pajak kripto, pajak fintech, dan pajak atas transaksi pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).
Penerimaan Pajak Digital Hingga Mei 2024
Penerimaan terbesar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mencapai Rp20,15 triliun. Pajak ini dipungut dari 157 pelaku usaha yang ditunjuk oleh pemerintah, yang mana total ada 172 pelaku usaha PMSE yang telah ditetapkan sebagai pemungut PPN. Dari total Rp20,15 triliun tersebut, setoran tahun 2020 sebesar Rp731,4 miliar, tahun 2021 sebesar Rp3,90 triliun, tahun 2022 sebesar Rp5,51 triliun, tahun 2023 sebesar Rp6,76 triliun, dan tahun 2024 sebesar Rp3,25 triliun.
Pajak dari sektor kripto juga menyumbang angka signifikan dengan total penerimaan Rp746,16 miliar. Penerimaan ini terdiri dari Rp246,45 miliar pada tahun 2022, Rp220,83 miliar pada tahun 2023, dan Rp278,88 miliar pada tahun 2024. Pajak kripto ini meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar Rp351,34 miliar dari transaksi penjualan di exchanger dan PPN dalam negeri sebesar Rp394,82 miliar dari transaksi pembelian kripto di exchanger.
Pajak fintech memberikan kontribusi penerimaan pajak sebesar Rp2,11 triliun hingga Mei 2024. Rinciannya, penerimaan pada tahun 2022 sebesar Rp446,39 miliar, tahun 2023 sebesar Rp1,11 triliun, dan tahun 2024 sebesar Rp549,47 miliar. Pajak fintech terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan badan usaha tetap sebesar Rp713,51 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri sebesar Rp256,9 miliar, dan PPN dalam negeri sebesar Rp1,14 triliun.
Selain itu, pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) juga memberikan kontribusi sebesar Rp1,99 triliun. Penerimaan ini berasal dari Rp402,38 miliar pada tahun 2022, Rp1,12 triliun pada tahun 2023, dan Rp469,4 miliar pada tahun 2024. Adapun rangkaian Pajak SIPP terdiri dari PPh berjumlah Rp134,1 miliar dan PPN berjumlah Rp1,85 triliun.
Baca juga: Penerimaan Pajak Digital Sentuh Rp24,12 Triliun Hingga April 2024
Penunjukan Pelaku Usaha PMSE
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menyatakan bahwa pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia. Langkah ini dilakukan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi pelaku usaha konvensional maupun digital.
Penggalian Potensi Pajak Digital Lainnya
Pemerintah juga berencana untuk terus menggali potensi penerimaan pajak dari usaha ekonomi digital lainnya. Hal ini termasuk pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui SIPP.
Dengan upaya-upaya ini, diharapkan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital akan terus meningkat dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.









