Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN tahun 2023 telah diselenggarakan di Indonesia pada tanggal 5-7 September 2023. Dengan slogan ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, KTT ke-43 ini menegaskan kembali bahwa negara di kawasan Asia Tenggara menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia yang penting dan relevan bagi masyarakat di kawasan Indo-Pasifik maupun global.
Dalam 12 pertemuan KTT tersebut, terdapat 90 dokumen penting yang telah disepakati dengan beberapa isu utama, yakni keamanan, kemanusiaan, ekonomi. Dari sisi ekonomi, terdapat 93 proyek kerja sama bernilai USD38,2 miliar atau sekitar Rp586,17 triliun dan 73 proyek potensial USD17,8 miliar atau sekitar Rp273,14 triliun.
Selain itu, pada forum ASEAN-Indo-Pacific Forum (AIPF) yang menjadi flagship event pada agenda KTT ke-43 ASEAN 2023, diidentifikasi akan ada proyek kerja sama bernilai USD32 miliar atau sekitar Rp491,04 triliun melalui kegiatan business matching. Indonesia juga mengupayakan proyek kerja sama dari negara-negara lain dengan total sebesar USD810 juta atau sekitar Rp12,4 triliun.
Baca juga: Kerja Sama Perpajakan Antar Negara Di ASEAN
Manfaat Bagi Ekonomi Indonesia
Di antara hasil KTT ke-43 ASEAN di bidang ekonomi yang sudah dibahas, terdapat manfaat bagi Indonesia yang di antaranya:
- Kesepakatan Impor dan Ekspor Listrik
Penguatan jaringan listrik lintas negara di kawasan Asia Tenggara menjadi salah satu kesepakatan yang dibahas pada KTT ini. Pada tahun 2040, terdapat 18 potensi interkoneksi lintas batas dengan kapasitas kumulatif 33GW dengan Trans-ASEAN Power Grid, yang di dalamnya juga termasuk interkoneksi antara Indonesia dan Malaysia.
Kelebihan pasokan listrik yang terjadi di Indonesia dapat dimanfaatkan dengan adanya kesepakatan ekspor listrik lintas negara ini. Selain mendapatkan pendapatan tambahan dan penerimaan devisa, Indonesia juga dapat mengurangi beban keuangan negara akibat biaya infrastuktur dan operasional yang dialokasikan untuk kebutuhan pembangkit listrik.
- Kesepakatan Hilirisasi Industri
ASEAN Plus Three (Cina, Jepang, dan Korea Selatan) mendukung pengembangan end to end ekosistem baterai kendaraan listrik di ASEAN, termasuk di Indonesia. Pengembangan ini menjadi salah satu langkah konkret untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mempercepat transisi energi berkeadilan, dan dekarbonisasi trasnportasi darat untuk mencapai net zero emission (NZE).
Pembuatan baterai kendaraan listrik yang salah satunya akan dipusatkan di Indonesia dapat menjadi peluang untuk meningkatan investasi asing, pertumbuhan ekonomi dengan ekspor baterai ke pasar global, dan memacu pertumbuhan ekonomi lokal dengan menciptakan lapangan kerja akibat pembangunan pabrik baterai dalam negeri.
- Percepatan Pelaksanaan Pembayaran Lintas Negara
Pada KTT ke-43 ASEAN 2023, turut dibahas mengenai percepatan pembayaran lintas negara (cross border payment) dan transaksi dengan mata uang lokal (local currency transactions) di kawasan Asia Tenggara. Sebelumnya, pembayaran lintas negara ini sudah disepakati pada KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo pada Mei 2023.
Pembayaran lintas negara dengan menggunakan mata uang lokal bertujuan untuk memudahkan transaksi antarnegara tanpa perlu mengkonversi mata uang saat berbelanja di negara yang telah bekerja sama. Transaksi internasional dapat dilakukan hanya dengan memindai kode QRIS antarnegara yang disediakan.
Selain itu, cross border payment dan local currency transactions juga mengurangi ketergantungan transaksi internasional dengan menggunakan dolar Amerika Serikat (USD). Tentunya, pergerakan roda ekonomi di Indonesia sebagai salah satu negara yang mengimplementasikan pembayaran tersebut diharapkan dapat meningkat secara signifikan.
- Kerangka Kerja Ekonomi Biru ASEAN
Dengan menerapkan Kerangka Kerja Ekonomi Biru ASEAN atau ASEAN Blue Economy Framework, diharapkan dapat meningkatkan kolaborasi antarnegara di bidang ekonomi berwawasan lingkungan dengan mengoptimalkan kekayaan sumber daya alam Indonesia, khususnya di sektor kelautan dan perikanan.
Terdapat 3 strategi yang diajukan dalam kerangka kerja ini, yaitu aspek lingkungan dan sosial (Blue Conseration Management), pemanfataan teknologi terhadap ekonomi biru (Blue Science, Technology, and Innovation), dan peningkatan potensi ekonomi biru serta mekanisme pembiayaan yang berkelanjutan (Blue Priority Sectors).
Dengan kerangka kerja ini, Indonesia dapat mendapatkan keuntungan dari Produk Domestik Bruto (PDB) karena sektor kelautan dan perikanan menjadi salah satu kontributor signifikan pada PDB. Selain itu, ekspor dan pendapatan devisa juga dapat dioptimalkan sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan juga meningkat secara signifikan.









