Hari Jaminan Kesehatan Universal: Yuk Pahami Lagi Perlakuan Pajak atas Iuran BPJS

Setiap tanggal 12 Desember, dunia memperingati Hari Jaminan Kesehatan Universal atau Universal Health Coverage Day. Momentum ini menjadi pengingat bahwa setiap orang, di mana pun mereka tinggal, berhak mendapatkan layanan kesehatan yang layak tanpa harus terbebani biaya yang berat. 

Di Indonesia, cita-cita tersebut diwujudkan melalui program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan berbagai skema perlindungan lainnya yang menjadi bagian dari hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan. 

Namun, tak sedikit masyarakat yang heran dengan BPJS yang masih kena pajak meski iurannya ditanggung perusahaan. Untuk memahami ini, mari pahami bagaimana aturan perpajakan mengatur imbalan di luar gaji pokok, termasuk iuran BPJS Kesehatan dan premi asuransi lain. 

Imbalan di Luar Gaji dan Konsekuensi Pajaknya 

Dalam hubungan pekerjaan, karyawan bukan hanya menerima gaji pokok. Banyak perusahaan juga memberikan imbalan lain, seperti: 

  • iuran BPJS Kesehatan, 
  • premi asuransi kesehatan tambahan, 
  • asuransi kecelakaan kerja, 
  • asuransi jiwa atau program perlindungan lainnya. 

Mengacu pada PMK No. 168 Tahun 2023, setiap pembayaran iuran BPJS Kesehatan atau premi asuransi lain yang ditanggung oleh pemberi kerja termasuk objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Alasannya, pembayaran tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan atau fasilitas bagi karyawan, sehingga masuk dalam perhitungan penghasilan bruto. 

Baca Juga: Mengenal Perpajakan JKK, JKm, dan JHT

Ketentuan Umum Perhitungan Iuran BPJS Kesehatan 

Penghitungan iuran BPJS diatur dalam Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Untuk Pekerja Penerima Upah, ketentuannya sebagai berikut: 

  • Total iuran: 5% dari upah per bulan 
  • Ditanggung pemberi kerja: 4% 
  • Ditanggung karyawan: 1% 

Upah yang dijadikan dasar perhitungan mencakup gaji pokok + tunjangan tetap (tunjangan yang diberikan rutin dan tidak terpengaruh kehadiran). 

Pemerintah juga menetapkan batas upah tertinggi untuk perhitungan iuran melalui Perpres No. 64 Tahun 2020, yaitu: 

  • Rp12.000.000 per bulan, sehingga 
  • iuran maksimal yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah Rp600.000 (5% × Rp12.000.000). 

Sebaliknya, batas upah minimum untuk dasar perhitungan mengikuti UMK atau UMP jika suatu daerah tidak menetapkan UMK. 

Bagaimana Perlakuan BPJS Kesehatan dalam Penghitungan PPh Pasal 21? 

Secara prinsip, iuran BPJS Kesehatan merupakan premi asuransi kesehatan. Pasal 5 ayat (3) huruf e PMK 168/2023 menegaskan bahwa iuran jaminan pemeliharaan kesehatan yang dibayarkan pemberi kerja merupakan penghasilan yang dipotong PPh 21

Artinya: 

  • Iuran 4% yang ditanggung perusahaan → masuk ke penghasilan bruto karyawan → dikenakan PPh 21. 
  • Iuran 1% yang dibayar karyawan → tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi pengurang penghasilan bruto. 

Setelah digabungkan ke dalam penghasilan bruto, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif sesuai PP No. 58 Tahun 2023 untuk pegawai tetap. 

Mengapa Bagian yang Dibayar Karyawan Tidak Menjadi Pengurang Penghasilan Bruto? 

Banyak karyawan menganggap bahwa karena bagian iuran 1% dibayar sendiri dan mengurangi take home pay, seharusnya iuran tersebut dapat menjadi pengurang pajak. Namun aturan perpajakan tidak demikian. 

Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh menjelaskan bahwa premi kesehatan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak tidak boleh dikurangkan dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak. Dengan kata lain, pembayaran iuran BPJS yang ditanggung sendiri oleh karyawan tidak dapat dijadikan pengurang dalam PPh 21

Baca Juga: Kolaborasi DJP dan BPJS Ketenagakerjaan Perkuat Kepatuhan Pajak

Bagaimana dengan Premi Asuransi Lain yang Ditanggung Perusahaan? 

Beberapa perusahaan memberikan fasilitas tambahan berupa: 

  • asuransi kesehatan tambahan, 
  • asuransi kecelakaan kerja, 
  • asuransi jiwa, 
  • asuransi dwiguna, 
  • asuransi pendidikan/beasiswa. 

Selama premi tersebut dibayarkan oleh pemberi kerja, maka menurut ketentuan perpajakan: 

  • premi tersebut menjadi penghasilan bagi karyawan, 
  • menambah penghasilan bruto, 
  • menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21. 

Namun, manfaat yang diterima saat klaim tidak selalu dikenakan pajak, tergantung pada jenis asuransinya. Sebagian besar manfaat kesehatan atau kecelakaan yang muncul karena risiko tidak pasti termasuk bukan objek pajak

FAQ Seputar Pajak atas Iuran BPJS 

1. Kenapa iuran BPJS Kesehatan yang ditanggung perusahaan dipotong pajak? 

Karena menurut PMK 168/2023, iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan pemberi kerja dianggap sebagai tambahan penghasilan atau fasilitas bagi karyawan. Nilai tersebut masuk ke penghasilan bruto dan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21. 

2. Berapa persentase iuran BPJS Kesehatan untuk karyawan penerima upah? 

Total iuran BPJS adalah 5% dari upah, dengan skema: 

  • 4% ditanggung perusahaan 
  • 1% ditanggung karyawan 

 Dasar penghitungan mencakup gaji pokok dan tunjangan tetap. 

3. Apakah bagian iuran BPJS yang dibayar karyawan bisa mengurangi penghasilan bruto? 

Tidak bisa. Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh menegaskan bahwa premi kesehatan yang dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto, sehingga iuran 1% tidak mengurangi perhitungan PPh 21. 

4. Berapa batas upah maksimum untuk perhitungan iuran BPJS Kesehatan? 

Perpres 64/2020 menetapkan batas upah sebesar Rp12.000.000 per bulan. Dengan demikian, iuran BPJS maksimum yang dijadikan dasar perhitungan adalah Rp600.000 (5% × Rp12.000.000). 

5. Apakah premi asuransi lain yang dibayar perusahaan juga kena pajak? 

Ya. Premi asuransi tambahan seperti asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, jiwa, dwiguna, atau pendidikan yang dibayar pemberi kerja dianggap sebagai penghasilan karyawan. Nilainya masuk ke penghasilan bruto dan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21, meskipun manfaat klaimnya sering kali bukan objek pajak. 

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News