Latar Belakang
Tercatat, jumlah perusahan asuransi di Indonesia hingga kini mencapai 149 perusahaan dengan serta perusahaan penunjang asuransi sebanyak 223 perusahaan (Badan Pusat Statistik, 2021). Angka tersebut mengindikasikan bahwa sektor usaha di bidang asuransi memiliki prospek yang menjanjikan.
Selaras dengan peningkatan jumlah perusahaan asuransi, tantangan yang dihadapi oleh perusahaan asuransi pun semakin besar. Ketika perusahaan asuransi semakin besar dan stabil, kontrol internal merupakan elemen yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan perusahaan sehingga harus dilakukan secara kontinu.
Kontrol internal menjadi aspek penting yang dapat membawa perusahaan mencapai tujuannya. Melalui pengendalian internal yang baik, perusahaan dapat terhindar dari berbagai risiko fraud. Oleh karena itu, pengimplementasian kontrol internal yang tepat menjadi salah satu pokok permasalahan yang ingin dipecahkan oleh perusahaan, tidak terkecuali perusahaan asuransi.
Berdasarkan data US Insurance Fraud tahun 2020, 18% fraud hadir di perusahaan asuransi. Kerentanan perusahaan asuransi terhadap fraud menjadi senjata yang akan membahayakan perusahaan, terlebih jika perusahaan asuransi memiliki pengendalian internal yang lemah dan buruk.
Dalam membantu pengendalian internal perusahaan, dibutuhkanlah peran seorang auditor internal. Lantas, bagaimana peran seorang auditor internal dalam merumuskan berbagai strategi dan mitigasi risiko yang akan diimplementasikan pada perusahaan asuransi?
Fragility in Insurance Firms
Industri asuransi berkaitan erat dengan ketidakpastian sebab asuransi menjadi penyedia jaminan atas kemungkinan kejadian tidak terduga. Meskipun besar kecilnya tantangan setiap perusahaan asuransi bervariatif menyesuaikan jenis asuransi yang ditawarkan, perusahaan asuransi secara general memiliki tingkat risiko yang besar sebab memiliki operasional yang kompleks. Tiga risiko audit yang perlu dipahami oleh perusahaan asuransi, yakni:
- Inherent Risk: Kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan asuransi berkaitan dengan nature of business dari industri asuransi yang penuh ketidakpastian dan rentan akibat transaksi dengan nasabah yang penuh risiko. Selain itu, akun-akun dan transaksi seperti accounting estimates, allowance accounts, credit risk, dan loss reserves memiliki kompleksitas dalam penilaian dan pengukuran,. Lebih lanjut, tidak jarang ditemui banyak perusahaan asuransi memiliki transaksi dengan perusahaan afiliasi (related parties) yang meningkatkan risiko
- Control Risk: Beberapa fraud mungkin timbul akibat kontrol internal yang buruk, seperti korupsi, pencucian uang, penggelapan uang, pencurian data, dan lain-lain. Sistem pengendalian internal (SPI) perusahaan asuransi seringkali tidak efektif, bahkan ditambah dengan lemahnya pengawasan manajemen terhadap kinerja operasional perusahaan. Selain itu, struktur organisasi dalam perusahaan asuransi juga rentan dan tidak luput dari risiko. Seringkali, akibat struktur organisasi yang berbentuk vertikal dan kompleks, pengawasan terhadap pengendalian internal perusahaan kurang efektif menyasar seluruh lapisan struktur, khususnya top management. Padahal, top management asuransi pun tidak luput dari risiko fraud and error
- Detection Risk: Perusahaan asuransi memerlukan internal auditor dengan tingkat kompetensi dan kemampuan yang tinggi guna menjalankan prosedur audit yang tepat dalam menilai pengendalian internal perusahaan asuransi. Selain itu, diperlukan komite audit dan internal auditor yang mampu menjaga independensi dan menjalankan tugas sebagaimana mestinya tanpa tekanan dari manajemen perusahaan yang dapat mempengaruhi performa pengendalian internal perusahaan asuransi.
Dengan demikian, melalui kemampuan mengidentifikasi risiko audit yang dimiliki, perusahaan asuransi memahami kerentanan terhadap risiko yang dihadapi, sehingga dapat melakukan perbaikan atas kontrol internal yang dimiliki.
Analisis Kasus yang Melibatkan Perusahaan Asuransi di Indonesia
Beberapa kasus perusahaan asuransi yang menunjukkan tidak tercapainya pengendalian internal perusahaan yang baik akibat fraud, sehingga terjadinya kecurangan, gagal bayar perusahaan, hingga penggelapan, dan pencucian uang:
- Kasus Jiwasraya
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia. Pada awalnya, Jiwasraya menunjukkan performa perusahaan yang baik terbukti dengan berbagai penghargaan bergengsi yang diraihnya. Pada suatu titik, perusahaan ini mengumumkan gagal bayar klaim jatuh tempo senilai Rp 802 miliar pada Oktober 2018. Adapun, beberapa indikasi yang menyebabkan hal itu terjadi, di antaranya:
- Fraud Top Management: Fraud top management mengacu pada tindakan sengaja oleh manajemen pada level apapun untuk menipu, memanipulasi atau menyurangi investor atau pemangku kepentingan kunci lainnya. Pada kasus ini, ditemukan fakta bahwa Jiwasraya melakukan window dressing pada tahun 2006 untuk menyelesaikan masalah solvabilitas perusahaan. Laporan keuangan yang menjadi sarana untuk menilai kinerja dari suatu perusahaan tidak dibuat sesuai dengan kondisi nyata dari perusahaan sehingga Jiwasraya dianggap lalai dalam mempertanggungjawabkan laporan keuangan yang dipublikasikan kepada masyarakat. Selain itu, untuk menyelesaikan masalah likuiditas, manajemen menerbitkan produk asuransi yang bersifat investasi dan bergaransi bunga tinggi yang membuat tata kelola perusahaan menjadi lemah (reckless investment activities). Perusahaan dianggap tidak mengindahkan prinsip tanggung jawab, kejujuran, serta good corporate governance yakni transparency, accountability, responsibility, dan independency,
- Skema Ponzi: Skema Ponzi merupakan skema penipuan yang kerap terjadi, tidak terkecuali pada produk investasi Jiwasraya. Direktur Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko, mengungkapkan bahwa pada awalnya perusahaan tidak berniat mempraktikkan skema Namun, akibat masalah keuangan yang melilit, Jiwasraya menjamin pengembalian bunga hingga 13% untuk produk rencana tabungan JS dan 14% untuk produk asuransi tradisional. Kondisi tersebut mengharuskan perusahaan untuk membayar polis jatuh tempo pelanggan lama mereka dengan premi pelanggan baru. Tindakan ini menjukkan bahwa Jiwasraya melakukan tindakan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang.
Alhasil, Badan Pemeriksaaan Keuangan menemukan adanya potensi kerugian negara senilai Rp 16,8 triliun dari kasus tersebut. Permasalahan tekanan likuiditas dari produk saving plan Jiwasraya menyebabkan hilangnya kepercayaan nasabah sehingga klaim meningkat secara signifikan dari angka 51% menuju 85%.
Dapat disimpulkan, bahwa kesalahan dalam tata kelola internal kontrol yang buruk oleh Jiwasraya mengakibatkan terjadinya negative spread dan menimbulkan tekanan likuiditas pada PT Asuransi Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar. Alhasil, pada tahun 2021, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) beroperasi sebagai perusahaan terbatas untuk menyelesaikan utang, dengan dukungan sisa aset kepada polis yang tidak setuju untuk direstrukturisasi dan dipindahkan pada IFG Life.
- Kasus Taspen
PT Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life) merupakan salah satu anak dari perusahaan PT Taspen (Persero) yang berdiri pada tahun 2014. Pada bulan Januari 2022, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menyelidiki PT Asuransi Jiwa Taspen terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan dana investasi periode 2017-2020. Dasar dari dugaan ini dimulai ketika adanya dana sebesar Rp150 miliar yang diinvestasikan dalam bentuk kontrak pengelolaan dana (KPD). Diketahui dana tersebut ditempatkan kepada PT Emco Asser Management sebagai manajer investasinya dan investasi tersebut berbentuk surat utang jangka menengah (medium term note) yang dikeluarkan oleh PT PRM yang bahkan tidak mendapat investment grade.
Dana yang cair dari PT PRM tersebut diduga tidak digunakan sesuai dengan ketentuan yang tertulis dalam perjanjian, melainkan didistribusikan kepada grup PT Sekar Wijaya dan kepada beberapa pihak lainnya yang terkait, sehingga mengakibatkan gagal bayar. Kemudian, jaminan yang dimiliki oleh Taspen Life berupa tanah dan jaminan tambahan dibuat skema seolah dijual kepada PT Bumi Mahkota Jaya dan PT Nusantara Alamanda Wirabhakti untuk menutupi keadaan gagal bayar tersebut. Hal ini dilakukan dengan menyalurkan investasi Taspen life kepada reksadana yang kemudian dialihkan untuk pembelian saham yang mengalir kepada kedua perusahaan tersebut. Akibat dari penggelapan ini, Taspen Life diduga telah merugikan negara hingga Rp 161 miliar.
- Kasus Kresna Life
PT Asuransi Jiwa Kresna atau Asuransi Kresna Life merupakan perusahaan asuransi di bawah grup Kresna yang telah berdiri sejak tahun 1991. Namun, sejak akhir tahun 2020, Kresna Life menghebohkan publik akibat terlilit kasus gagal bayar yang kemudian berujung pailit melalui Surat Putusan Nomor 647k/Pdt.Sus-Pailit/2021 oleh Mahkamah Agung (MA). Kasus Asuransi Kresna Life terus bergulir hingga kini sebab kompleksitas kasus yang melibatkan dana 8.900 nasabah dan 11.000 polis dengan total Rp6,4 triliun. Adapun, penyebab gagal bayar Kresna Life, di antaranya:
Baca juga Efektivitas Sosialisasi Perpajakan Melalui TV Nasional
Pelanggaran Terhadap Aturan Investasi di Grup Afiliasi
Gagal bayar yang dialami oleh Kresna Life disebabkan oleh pelanggaran perusahaan akibat investasi di Kresna Grup yang melebihi batas, yakni pada produk Protecto Investa Kresna dan Kresna Link Investa (K-LITA). Dilansir dari Kontan, kedua produk tersebut menempatkan dana dalam jumlah besar di reksadana milik Kresna Group. Lebih lanjut, portofolio dari kedua produk asuransi Kresna Life tersebut terdiri dari saham Grup Kresna. Saat pandemi COVID-19 melanda, Grup Kresna mengalami penurunan performa perusahaan, sehingga nilai kedua produk Asuransi Kresna Life turut jatuh lebih dalam.
Alokasi dana secara berlebihan pada kedua produk asuransi Kresna Life sangat rentan sebab ketika grup perusahaan diterpa sentimen negatif, perusahaan-perusahaan di dalam grup tersebut ikut terkena imbasnya. Tindakan tersebut menunjukkan Asuransi Kresna Life tidak menerapkan pengendalian internal yang baik sehingga membiarkan manajemen melewati batas investasi di grup afiliasi.
Lebih lanjut, Kresna Life tidak mampu menurunkan investasi di grup afiliasi hingga 10% seperti yang direkomendasikan OJK yang mengindikasikan bahwa Kresna Life tidak mampu melakukan mitigasi risiko yang tepat sehingga gagal dalam mengimplementasikan tata kelola perusahaan yang baik. Akibatnya, asuransi Kresna Life dijatuhi sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) oleh OJK karena melanggar ketentuan pelaksanaan rekomendasi hasil pemeriksaan OJK.
Dugaan Kasus Pencucian Uang dan Penggelapan Asuransi
Kasus Kresna Life terus merambah dengan ditetapkannya 3 tersangka yang merupakan direktur utama perusahaan bahkan direktur utama Asuransi Kresna Life, atas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penggelapan asuransi. Kasus tersebut terjadi akibat keterlibatan tersangka dalam proses perjanjian investasi dengan PT Kresna Life dan JBS serta pemberian instruksi transaksi atas rekening efek korban kepada PT Kresna Sekuritas.
Dari tindakan tersebut tercermin bahwa kontrol internal di Asuransi Kresna Life tidak dilakukan dengan baik. Manajemen Kresna Life tidak mampu mendeteksi transaksi pencucian uang dan penggelapan asuransi yang dilakukan. Bahkan, pemimpin dari Asuransi Kresna Life gagal menerapkan prinsip objektivitas, tanggung jawab, dan profesionalisme dengan menjadi salah satu oknum dari tindak pidana pencucian uang dan penggelapan asuransi.
Pengimplementasian Grand Strategy dalam Menghadapi Risiko
Kelalaian yang terjadi pada beberapa kasus perusahaan asuransi di atas menunjukkan adanya peluang bagi para pemangku kepentingan untuk melakukan fraud akibat tidak terlaksananya tata kelola internal yang baik. Oleh karena itu, kami membentuk Grand Strategy yang teradaptasi dari COSO Internal Control Integrated Framework.
Menerapkan Grand 2(R) sebagai Langkah Awal dalam Mitigasi Risiko
- (R)eview
Langkah awal yang memegang peranan penting dalam pengimplementasian strategi baru bagi perusahaan adalah melakukan peninjauan kembali untuk dinilai keefektifannya. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan test of control terhadap key existing control dan menilai kekurangan yang dimiliki oleh perusahaan. Selain itu, perusahaan dapat merumuskan masalah yang mungkin terjadi dan mengukur seberapa potensial masalah tersebut akan mempengaruhi operasional perusahaan. Tools yang digunakan untuk menilai risiko secara efektif adalah risk management matrix. Berikut adalah risk management matrix dari perusahaan yang bergerak di bidang asuransi.
- (R)e-design
Setelah melakukan peninjauan kembali terkait dengan pengendalian internal perusahaan dan menilai risiko yang mungkin muncul, perusahaan dapat mendesain ulang sistem pengendalian internal yang dimiliki. Terdapat beberapa poin penting dalam pengendalian internal suatu perusahaan, di antaranya
- Establishment of Responsibility: Pengendalian internal perusahaan sebaiknya menekankan pada tanggung jawab setiap fungsionaris yang terlibat. Contohnya, penetapan tanggung jawab pada tiap individu termasuk ketika otorisasi dan penyetujuan suatu transaksi
- Segregation of Duties: Pemisahan tugas antar individu menjadi poin penting utama dalam menghindari terjadinya fraud and Terhadap aktivitas yang saling berkaitan, setiap individu harus memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Contohnya, karyawan yang bertanggung jawab atas penerimaan harus berbeda dengan karyawan yang bertanggung jawab atas pengeluaran untuk menghindari terjadinya penggelapan uang. Selain itu, diperlukan juga pembentukan komite audit yang merupakan pihak independen untuk memastikan pengendalian internal telah berjalan dengan baik. Adanya independensi menjadi hal yang sangat penting agar komite audit serta audit internal bebas dari pengaruh pihak yang berkepentingan
- Documentation Procedures: Setiap transaksi yang terjadi harus memiliki bukti bahwa transaksi tersebut benar-benar ada (occurrence). Dokumen ini juga sebaiknya dilakukan penomoran dan diteruskan ke bagian terkait guna memastikan terjadinya pencatatan
- Physical Controls: Pengontrolan fisik seringkali dikaitkan dengan safeguarding assets. Pengendalian ini membantu meningkatkan keamanan, keandalan, dan akurasi dari sebuah pencatatan. Salah satu physical control yang dapat dilakukan adalah memfasilitasi komputer yang berisi dokumen penting dengan password atau kode pengamanan
- Independent Internal Verification: Verifikasi pada tahap ini memuat kegiatan meninjau, membandingkan, dan merekonsiliasi data dan dokumen yang dipersiapkan oleh karyawan. Verifikasi harus dilakukan oleh tiap individu yang bertanggung jawab secara berkala dan dilaporkan kepada bagian terkait
- Human Resource Controls: Pengendalian terhadap pengembangan sumber daya manusia di perusahaan menjadi pokok yang mempengaruhi keefektifan pengendalian internal sebab karyawan adalah salah satu tonggak berjalannya sebuah perusahaan. Perlu dilakukan, rotasi karyawan secara berkala serta memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengambil cuti.
Baca juga Digitalisasi Pajak UMKM melalui Robotic Process Automation
Mengintensifkan Strategi Perusahaan dengan Grand 2(P)
- (P)repare and Test
Setelah tata kelola internal dari perusahaan didesain kembali, penting dilakukan persiapan untuk memastikan bahwa sistem dan prosedur yang telah ditetapkan akan berjalan dengan baik. Persiapan dapat dimulai dengan menerapkan kerangka information & communication. Informasi dari sumber internal dan eksternal diperlukan bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab pengendalian internal yang dapat mendukung pencapaian tujuannya. Sistem informasi yang bisa digunakan oleh perusahaan termasuk sistem akuntansi, sistem produksi, informasi anggaran, personil sistem, perangkat lunak, database, dan semua catatan dan file yang dihasilkan.
Setelah melalui proses memperoleh, mempersiapkan, dan menyediakan, informasi tersebut akan dikomunikasikan secara berkesinambungan dan berulang. Persiapan ini juga penting dilakukan sebagai upaya menghindari terjadinya lack of experience dan penyelewengan oleh pemangku kepentingan. Dengan dilakukannya tahap prepare, semua sistem sudah terletak di tempatnya masing-masing sehingga akan meminimalisasi terjadinya kesalahan tata kelola.
Selanjutnya, dari persiapan yang dilakukan, penting untuk melakukan pengujian terhadap kesesuaian rencana, yakni apakah kerangka yang telah disusun sudah sesuai dengan tujuan perusahaan tersebut. Test of control juga diperlukan untuk mengetahui apakah sistem pengendalian yang dilakukan oleh perusahaan asuransi sudah berjalan dengan efektif. Melalui test yang dilakukan, perusahaan dapat mendeteksi fraud dan error yang mungkin terjadi. Selain itu, uji coba juga berfungsi untuk meningkatkan kepercayaan dan mengetahui tingkat acceptable risk.
- (P)erform
Masuklah ke langkah yang paling penting dalam penerapan strategi, yaitu mengimplementasikan strategi yang telah dirancang. Ketika rancangan sudah baik, peluncuran strategi akan dengan mudah terealisasi. Perencanaan yang sudah disusun, yakni penetapan dan pemisahan tanggung jawab, harus disesuaikan dengan porsi setiap karyawan. Selain itu, perusahaan juga harus memiliki sistem yang telah terautorisasi dengan baik, memiliki physical controls, serta verifikasi internal yang independen. Beberapa langkah yang harus diterapkan agar pengimplementasian strategi berhasil dijalankan, di antaranya:
- Menentukan tujuan dari suatu perusahaan
- Melakukan riset yang tepat
- Memetakan risiko yang telah dinilai
- Menentukan milestone
- Mengimplementasikan rencana dan sumber daya.
Memeriksa Strategi Lebih Lanjut dengan Langkah Grand #ME
- (M)onitor & Control
Penerapan strategi saja tidak cukup dalam mencapai keberhasilan sebab perlu diiringi dengan aktivitas pemantauan (monitoring) dan pengendalian (controlling) secara berkala. Mengadaptasi dari komponen COSO Internal Control Framework, Grand Strategy menyusun monitor and control sebagai langkah ketiga yang dilakukan beriringan dengan penerapan strategi untuk menilai apakah strategi yang diterapkan berjalan dengan baik sesuai dengan standar dan prosedur. Aktivitas pemantauan dan pengendalian dilakukan secara keseluruhan mulai dari level transaksi (transaction level-control) hingga entitas (entity level-control) pada setiap proses bisnis, termasuk lingkungan teknologi.
Adapun, aktivitas penunjang dalam proses pemantauan dan pengendalian mencakup otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, dan peninjauan performa. Pemantauan dan pengendalian menjadi langkah awal dalam mendeteksi secara dini terhadap kesalahan yang dapat berdampak di kemudian hari.
-
(E)valuate
Perusahaan perlu melakukan evaluasi setelah penerapan strategi yang diiringi dengan pemantauan dan pengendalian. Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah strategi yang telah dijalankan selama periode tertentu telah efektif. Evaluasi menjadi sarana dalam mengkomunikasikan masalah yang dihadapi dalam pengimplementasian strategi. Beberapa hal yang dibahas dalam evaluasi, di antaranya:
- Apakah strategi yang baru diterapkan dapat mengatasi masalah sebelumnya?
- Apakah strategi yang diterapkan telah berjalan efektif?
- Apakah seluruh pihak menjalankan strategi sesuai standar dan prosedur?
- Apakah terdapat kendala dan masalah yang dihadapi dalam pengimplementasian strategi?
- Apakah strategi memiliki sustainability untuk diterapkan?
- Apakah strategi yang diterapkan berisiko mengancam di kemudian hari?
Lebih lanjut, Grand Strategy merupakan strategi yang didesain untuk diimplementasikan secara terus menerus. Sebab, Grand Strategy menyasar pada peningkatan kualitas perusahaan asuransi secara menyeluruh, tidak terbatas pada lingkup waktu tertentu. Dengan demikian, Grand Strategy dirancang sebagai strategi yang berkesinambungan dan berkelanjutan, sehingga apabila diimplementasikan secara tepat dan efektif, maka perusahaan asuransi dapat mencapai tata kelola internal perusahaan yang baik, selaras dengan keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Peluang dan Tantangan dalam Pengimplementasian Grand Strategy
Perusahaan asuransi memiliki peluang yang besar untuk bisa menata keberlangsungan kontrol internalnya. Penerapan Grand Strategy tentu saja akan membantu perusahaan asuransi untuk bisa survive dan sustain di masa yang akan datang. Sebab, tahap pengimplementasian strategi tersebut telah disusun sematang mungkin dengan mempertimbangkan potensi permasalahan yang sering muncul pada perusahaan tersebut.
Ketika perusahaan mampu menerapkan strategi tersebut, perusahaan akan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan perusahaan lain. Hal ini akan meningkatkan tingkat kepercayaan konsumen terhadap perusahaan asuransi, sehingga reputasi perusahaan meningkat dan kredibilitas semakin besar. Oleh karena itu, peluang yang besar dalam pengimplementasian Grand Strategy harus senantiasa disiasati oleh perusahaan.
Dilansir dari Kompas.com, total perusahaan yang mengalami fraud pada produk asuransi perjalanan mencapai 14 perusahaan. Hal ini menunjukkan besarnya tantangan dalam mengelola kontrol internal yang baik pada perusahaan sehingga hal ini juga akan mempengaruhi pengimplementasian Grand Strategy yang telah dirancang.
Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen yang perlu diatasi, sebab menjadi salah satu kunci keberhasilan perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi besar seperti Jiwasraya, Taspen Life, dan Kresna Life dinilai gagal merealisasikan pengendalian internal yang baik. Melalui kasus tersebut juga, kita dapat mengetahui bahwa pemegang kepentingan justru menjadi penghalang dalam penetapan kontrol internal yang baik bagi perusahaan.
Meskipun demikian, Grand Strategy yang telah dirancang juga memiliki tantangan yang besar apabila dalam pelaksanaannya terdapat kekurangan sumber daya. Perusahaan harus lebih aware mengenai prioritas dari alokasi sumber daya mereka terhadap pendistribusian masing-masing strategi. Keselarasan sesama karyawan juga menjadi hal penting untuk mencapai tujuan secara menyeluruh sebab seringkali informasi tidak tersampaikan dengan benar yang bahkan berujung pada konflik.
Kurangnya penataan waktu dan pelatihan juga akan menjadi bom waktu yang dapat menghancurkan strategi tersebut sehingga penting untuk menyelaraskan antara tujuan dan taktik yang akan dibuat untuk merepresentasikan strategi tersebut. Adapun, tantangan terbesar yang dapat menjadi rumit adalah resistensi terhadap perubahan. Resistensi ini dinilai mudah menjadi ancaman jika tidak diindahkan dengan baik. Oleh karena itu, dalam pengimplementasian Grand Strategy diperlukan sikap cermat dalam menganalisis peluang dan juga tantangan strategi tersebut.
Disclaimer:
Artikel ini merupakan hasil karya pemenang penulisan lomba karya tulis ATV Universitas Indonesia bulan November 2022. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.









