Dunia usaha saat ini mengalami tekanan yang semakin pelik, hal ini tercermin dari penurunan setoran pajak korporasi. Setelah sektor pertambangan mengalami tekanan karena harga komoditas yang turun, sekarang sektor perdagangan juga mengalami tekanan serupa. Jumlah wajib pajak yang mengajukan permohonan angsuran PPh Pasal 25 hingga 20 November 2023 mencapai 6.401, dengan sektor perdagangan besar sebagai yang paling banyak mengajukan permohonan tersebut.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan penurunan tajam dalam penerimaan PPh Badan hingga Maret 2024, terutama dari sektor industri pengolahan dan perdagangan. Hal ini terkait erat dengan sektor perdagangan besar yang banyak mengajukan diskon pajak tahun lalu. Sektor pertambangan juga mengalami kontraksi yang signifikan karena penurunan harga komoditas.
Kondisi ini mendorong banyak perusahaan untuk mengajukan diskon pajak tahun lalu, yang disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi global, termasuk penurunan harga komoditas, perlambatan ekonomi global, dan konflik geopolitik. Prosedur permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dapat dilakukan setelah tiga bulan atau lebih berjalan suatu tahun pajak.
Pemerintah terus memantau pergerakan harga komoditas yang berdampak pada penerimaan pajak, terutama PPh Badan. Namun, permohonan diskon pajak meningkat karena harga komoditas mengalami penurunan pada tahun 2023. Jika tren permohonan diskon ini berlanjut di tahun 2024, pemerintah harus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia yang dapat mempengaruhi aktivitas dunia usaha, termasuk penurunan omzet.
Baca juga: Dampak Serangan Iran ke Israel Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak dari penurunan angsuran PPh 25 dapat mengganggu kinerja penerimaan pajak pada tahun ini, mengingat kontribusi besar PPh Badan dalam struktur penerimaan pajak. Namun, peningkatan permohonan pengurangan angsuran PPh 25 pada tahun ini menarik untuk diamati mengingat data makroekonomi Indonesia yang masih baik.
Faktor Penyebab Dunia Usaha Tertekan
Perlambatan terlihat terutama dalam perdagangan internasional dan penjualan kendaraan roda dua di tingkat domestik. Kondisi domestik dipengaruhi oleh penurunan daya beli masyarakat, lonjakan harga pangan, dan tingkat pengangguran yang tinggi. Depresiasi Rupiah juga meningkatkan biaya industri yang mengimpor bahan baku dan harga barang impor. Berikut Pajakku merangkum beberapa faktor utama yang menyebabkan dunia usaha tertekan.
- Penurunan harga komoditas global, seperti batu bara dan minyak mentah, berdampak negatif pada sektor pertambangan. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan dan profitabilitas perusahaan di sektor tersebut.
- Pelemahan ekonomi global, terutama di negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Jepang, menyebabkan penurunan permintaan ekspor. Hal ini berdampak negatif pada sektor manufaktur dan perdagangan.
- Kenaikan harga pangan yang signifikan di dalam negeri menekan daya beli masyarakat. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan domestik untuk berbagai produk dan layanan, yang berdampak negatif pada sektor perdagangan dan ritel.
- Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS meningkatkan biaya impor bahan baku dan produk jadi. Hal ini menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa di dalam negeri, yang semakin menekan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
- Ketidakpastian geopolitik global, seperti perang di Ukraina dan konflik Iran-Israel, meningkatkan risiko bagi dunia usaha. Hal ini menyebabkan investor ragu untuk berinvestasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Turunnya Ekspektasi Konsumen Terhadap Lapangan Kerja dan Kegiatan Usaha
Dunia usaha yang kian mengalami tekanan seakan memberi efek domino. Salah satunya terlihat dari ekspektasi konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha yang mengalami penurunan pada bulan Maret 2024. Pernyataan ini berangkat dari survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), mengenai indeks ekspektasi konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja pada bulan tersebut yang mengalami tren turun menjadi 134 dari 137 pada bulan sebelumnya. Sementara itu, ekspektasi terhadap kegiatan usaha pada periode yang sama turun menjadi 128,1 dari 130,3 pada bulan sebelumnya.
Myrdal Gunarto, Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, menyimpulkan bahwa penurunan optimisme terhadap kegiatan usaha disebabkan oleh naiknya tekanan inflasi dan ekspektasi penurunan suku bunga perbankan yang tidak secepat sebelumnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pada bulan Maret 2024 mencapai 0,52% secara bulanan, lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang hanya 0,37%. Adapun penurunan ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja disebabkan oleh situasi global yang stagnan dalam pemulihan ekonomi.
Baca juga: Inflasi Periode Januari 2024 Turun 2,57%
Meskipun begitu, Myrdal menekankan bahwa konsumen masih mempertahankan optimisme yang kuat terhadap kondisi lapangan kerja dan kegiatan usaha. Ini terlihat dari peningkatan persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, yang tercermin dalam Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) Saat Ini Maret 2024 yang mencapai 113,8, lebih tinggi dari 110,9 pada bulan sebelumnya.
Myrdal menyatakan bahwa meskipun ada penurunan, optimisme konsumen masih mencerminkan kepercayaan pada aktivitas ekonomi yang solid dan situasi sosial politik yang nyaman. Optimisme ini diharapkan tetap kuat ke depannya, asalkan tidak ada perubahan yang drastis, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap bisa solid di atas 5% pada tahun ini.









