Beberapa tahun ke belakang ini kita sangat sering mendengar kata “digital”. Ternyata pemerintah juga punya aturan mengenai pemungutan pajak dari produk digital. Pajak digital sendiri merupakan pajak atas kegiatan usaha yang memanfaatkan teknologi internet dan penyedia konten digital, sosial media hingga transaksi perdagangan barang atau jasa melalui e-commerce.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/PMK.03/2020 barang digital adalah setiap barang tidak berwujud yang berbentuk informasi elektronik atau digital yang meliputi barang yang merupakan hasil konversi atau pengalihwujudan maupun barang yang secara orisinalitasnya berbentuk elektronik tetapi tidak terbatas pada piranti lunak, multimedia, dan/atau data elektronik.
Sejak 1 Juli 2020, pemerintah mulai memberlakukan pajak digital kepada perusahaan digital luar negeri. Peraturan ini dilaksanakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak negara melalui produk digital yang berasal dari luar negeri.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSME) atau pajak digital hingga Agustus tahun 2023 ini sebanyak Rp14,57 triliun. Seluruh pajak digital tersebut berhasil dikumpulkan mulai dari tahun 2020 sebanyak Rp731,4 miliar, tahun 2021 sebanyak Rp3,9 triliun, tahun 2022 sebanyak Rp5,51 serta tahun 2023 tepatnya sampai bulan agustus sebanyak Rp4,43 triliun.
Baca juga: DJP Ingatkan Peserta PPS Realisasikan Komitmen Investasi
Penerimaan pajak digital ini berasal dari 158 pelaku usaha yang sebelumnya telah ditunjuk dan telah melakukan pemungutan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan bahwa jumlah pemungut PPN untuk PMSE ini tidak bertambah, karena selama Agustus 2023 pemerintah belum melakukan penunjukkan PMSE yang baru. Perusahaan-perusahaan luar negeri pemungut PPN seperti Google, Amazon, dan Netflix telah ditunjuk oleh DJP sebagai pemungut pajak digital.
Menurut Dwi, selama Agustus 2023 pemerintah hanya melakukan pembetulan elemen data dalam surat keputusan penunjukan yang diperoleh dari Degreed Inc. dan TradingView Inc. Pemerintah juga telah mengatur penunjukan pelaku usaha PMSE untuk memungut PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022.
Dalam peraturan tersebut, pelaku usaha yang telah ditunjuk menjadi pemungut pajak wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijual di Indonesia. Adapun, produk digital luar negeri yang dijadikan objek pajak menurut PMK No. 48 tahun 2020 antara lain:
- Konten audio dan visual
- Langganan streaming film dan musik
- Aplikasi
- Game online
- Software untuk computer
- e-book (khusus jenis buku digital yang tidak dikenakan PPN adalah buku digital pelajaran, buku agama, dan kitab suci)
- Komik
- Majalah impor
- Penyedia jasa video conference
- Penyedia jasa jaringan untuk komputer.
Baca juga: Ditjen Pajak Awasi Data Konkret, Hitung Kewajiban Pajak
Selain itu, pemungut juga wajib untuk membuat bukti pungut PPN yang bisa berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen lainnya yang mencantumkan pemungutan PPN dan telah dibayarkan. Pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk atau memberikan layanan digital dari luar negeri untuk mejadi pemungut pajak.
Adapun, kriteria pelaku usaha yang bisa ditunjuk menjadi pemungut PPN bagi PMSE yaitu nilai transaksi dengan pembeli dalam negeri lebih dari Rp600 juta dalam satu tahun atau Rp50 juta sebulan dan/atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12 ribu dalam setahun atau seribu dalam sebulan.
Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah akan terus mengoptimalkan sektor digital sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang berkeadilan sejalan dengan transformasi digital. Harapannya pendapatan negara akan terus meningkat seiring dengan perkembangan digitalisasi khususnya di sektor PMSE, meskipun seringkali ditemui beberapa kasus perusahaan digital luar negeri tersebut tidak berkenan jika dikenakan pajak di Indonesia, karena perusahaan tersebut sudah memberikan fasilitas atas media yang diberikan.









