Ditjen Periksa Bukper 1.244 Wajib Pajak Selama Tahun 2022

Pada tahun 2022, Ditjen Pajak telah mengadakan pemeriksaan terhadap bukti permulaan (bukper) yang menyasar sebanyak 1.244 wajib pajak. Jumlah tersebut mengalami kenaikan yang tipis sekitar 0,6% jika dibandingkan dengan kinerja pada tahun sebelumnya. Dimana sebelumnya, pemeriksaan bukper yang terjadi di tahun 2021 dilakukan terhadap 1.237 wajib pajak. 

DJP menyebutkan wajib pajak diberikan suatu kesempatan untuk melakukan penghindaran sanksi pemidanaan maupun ultimum remedium ketika tahap pemeriksaan bukti permulaan. Perlu dipahami, bahwa ultimum remedium diimplementasikan berupa pembayaran pokok pajak serta sanksi administratif Pasal 8 ayat (3a) UU KUP sebesar 100%.

Tak hanya itu, terdapat pula ulasan yang berkaitan dengan pemberian fasilitas fiskal untuk kegiatan panas bumi dalam kurun waktu 2020 hingga 2022 serta ulasan mengenai penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). 

Baca juga OECD Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 4,7% Tahun 2023

Upaya penegakan hukum pidana yang dilakukan oleh DJP, telah memberi dampak pada pemulihan kerugian pada pendapatan negara. Sepanjang tahun 2022, kegiatan penegakan hukum pidana berhasil memulihkan kerugian pada pendapatan negara dengan nilai hampir Rp1,69 triliun.

Untuk implementasi dari kegiatan penegakan hukum itu sendiri dilakukan dalam bentuk pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan forensik digital terhadap tindak pidana di bidang perpajakan serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan pidana asal tindak pidana di bidang perpajakan. 

DJP menyatakan kegiatan penegakan hukum pidana bidang perpajakan dilakukan juga dengan cara penyitaan kekayaan. Hasil dari penyitaan harta kekayaan tersebut hampir senilai Rp315, 1 miliar yang berhasil disita oleh pihak penyidik pajak. 

DJP mengatakan ada sebanyak 5.393 wajib pajak yang telah melakukan pembetulan maupun pembayaran yang merupakan hasil dari kolaborasi penegakan hukum pada tahun 2022. Tercatat wajib pajak yang melaksanakan pembetulan serta pembayaran mengalami kenaikan sekitar 5,5% dibandingkan dengan kinerja saat tahun sebelumnya yang hanya sejumlah 5.110. 

“Sehubungan dengan tugas dan wewenang DJP untuk menghimpun penerimaan pajak demi kemandirian pembiayaan negara, kegiatan penegakan hukum pidana melakukan kolaborasi dengan fungsi pengawasan di lingkungan DJP” pernyataan tersebut ditulis oleh otoritas pada laman resmi DJP. 

Baca juga Perekonomian Meroket, Arab Saudi Susul Ekonomi China

Pembayaran yang diperoleh otoritas dari hasil kolaborasi tersebut sebanyak Rp3,3 triliun. Untuk kinerja kolaborasi tersebut tercatat mengalami kenaikan hingga mencapai sebanyak 106,25% dari capaian pembayaran tahun sebelumnya yang jumlahnya dinilai sebanyak Rp1,6 triliun. 

Sepanjang tahun 2020-2022 pemberian fasilitas fiskal untuk kegiatan panas bumi mencapai angak Rp623,64 miliar. Ditjen Bea dan Cukai Padmoyo Tri Wikanto menyebutkan dengan adanya fasilitas ini, pemerintah berharap bauran energi dapat terus meningkat. 

WP OP masih mempunyai waktu untuk menyampaikan pemberitahuan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) hingga jumat (31/03/2023). Mengacu pada Pasal 4 ayat (4) PMK. 54/2021, apabila pemberitahuan tersebut tidak disampaikan dengan segera sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan, maka wajib pajak dianggap memilih untuk menyelenggarakan pembukuan. 

Ditjen Bea dan Cukai mencatat adanya sebanyak 33 perusahaan telah memanfaatkan relaksasi pelunasan cukai selama 90 hari. Pemberian relaksasi tersebut sesuai dengan PER-4/BC/2023 yang digunakan untuk melonggarkan arus kas perusahaan. 

Direktur Komunikasi dan imbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menuturkan nilai penundaan pelunasan pita cukai 90 hari telah mencapai Rp3,4 triliun. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah untuk memeberikan keringanan pada pelaku usaha yang dimana kebijakan yang serupa telah diberikan sepanjang tahun 2020 hingga 2022.