Ketentuan dasar penagihan pajak terbaru telah diatur dalam PP No. 50 Tahun 2022 terkait hukum pemungutan dan penyitaan pajak. Sebagai wajib pajak, tentunya perlu memahami tata cara dan aturan pemungutan pajak. Tujuannya agar dapat mengantisipasi segala risiko yang timbul dari pemungutan pajak.
Pemungutan pajak adalah serangkaian tindakan yang memungkinkan pembayar pajak untuk menangani dengan baik biaya tunggakan pajak dan pemrosesan pajak. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab untuk membayar pajak. Dasar hukum pemungutan pajak diatur dalam pasal-pasal Undang-Undang Perpajakan dan Peraturan Pelaksanaan Wajib Penagihan Pajak Tertulis.
Definisi Dasar Penagihan Pajak
Dasar Penagihan Pajak merupakan adanya kewajiban pajak atau jumlah yang harus dibayar oleh wajib pajak. Jumlah ini merupakan tunggakan pajak, jika wajib pajak gagal membayar pajak pada tanggal jatuh tempo. Pajak tunggakan ini menjadi dasar untuk melakukan pemungutan dari otoritas pajak.
Undang-Undang Penagihan Pajak Berdasarkan Pasal 1 Pasal 8 Surat Wajib Pajak (UU PPSP) No. 19 Tahun 2000 menyatakan, bahwa pajak yang masih belum dibayar, surat ketetapan pajak (SKP) ataupun surat sejenis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ketentuan Baru Dasar Penagihan Pajak
Berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 18 menyatakan bahwa yang menjadi dasar penagihan pajak yakni sebagai berikut:
- Surat Tagihan Pajak
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
- Surat Keputusan Pembetulan
- Surat Keputusan Keberatan
- Putusan Banding
- Putusan Peninjauan Kembali.
Berdasarkan PP No. 50 Tahun 2022 dalam Pasal 45 ayat (1) menyatakan ketentuan komponen yang menjadi dasar penagihan pajak ditambah, yakni:
- Surat Keputusan Persetujuan Bersama
- Klaim Pajak.
Hal tersebut merupakan dasar penagihan pajak untuk PPN, PPh, PPnBM, dan bunga penagihan. Sementara itu, dasar penagihan pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:
- Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
- Surat Ketetapan
- Surat Tagihan Pajak.
Baca juga: Mengenal SPT Masa PPh Unifikasi
Dasar Hukum dalam Penagihan Pajak
Beberapa peraturan perundang-undangan perpajakan yang digunakan sebagai dasar hukum penagihan pajak adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2000 mengenai Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 mengenai Penagihan Pajak melalui Surat Paksa (telah diubah)
- Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 149/KMK.04/1998 mengenai Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak (telah dicabut)
- Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 562/KMK.04/2000 mengenai Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak (berlaku)
- Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 mengenai Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) (telah diubah)
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 85 Tahun 2010 mengenai Perubahan atas PMK No. 24/PMK.03/2008 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus (telah dicabut)
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 189 Tahun 2020 mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2020 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar (berlaku)
- Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2009 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 5 Tahun 2008 mengenai Perubahan Keempat Atas UU No. 6 Tahun 1983 mengenai KUP Menjadi UU (telah diubah)
- Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) (berlaku)
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-01/PJ/2022 mengenai Surat, Daftar, dan Formulir yang Digunakan dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar (berlaku)
- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (berlaku).
Siapa Saja yang Berhak Melakukan Penagihan Pajak
Negara memungut pajak yang dikecualikan oleh wajib pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak atas dasar pembayar pajak. Upaya pemerintah untuk mengumpulkan pajak terdiri dari penggunaan Juru sita pajak untuk melakukannya. Merujuk pada UU Penagihan Pajak dalam Surat Mendesak No. 19 Tahun 2009, juru sita pajak adalah pelaksanaan tindakan pemungutan pajak, meliputi penyitaan langsung dan pelayanan tindakan penyitaan, penyitaan dan penyanderaan.
Oleh karena itu, juru sita pajak adalah kelompok orang yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan pengumpulan pajak, termasuk penagihan segera dan serentak, pemberitahuan perintah darurat, penyitaan, dan penyanderaan. Menurut PMK No. 189 Tahun 2020, mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan pajak tidak tertagih, Menteri Keuangan (Menkeu) berwenang mengangkat petugas pemungutan pajak pusat sebagai berikut:
- Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
- Kepala Kantor Wilayah
- Kepala Kantor Pelayanan Pajak
- Pejabat berwenang yang ditunjuk Menteri Keuangan tersebut mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak.
Di tingkat daerah, juru sita pajak diangkat dan diberhentikan oleh gubernur atau bupati/walikota untuk memungut pajak daerah. Tugas-tugas yang harus dilakukan jurusita pajak yakni sebagai berikut:
- Melakukan surat perintah Penagihan Sekaligus serta seketika
- Memberitahukan Surat Paksa
- Melakukan Penyitaan atas Barang Penanggung sesuai dengan surat perintah melaksanakan Penyitaan
- Melakukan Penyanderaan sesuai dengan surat perintah Penyanderaan.
Baca juga: Kenali Perbedaan Formulir PPh BPBS dan BPNR
Berapa Lama Daluwarsa dalam Penagihan Pajak?
Daluwarsa pajak adalah istilah yang digunakan pada saat jatuh tempo Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPKB). Batas waktu pemungutan pajak ini ditetapkan 5 tahun sejak diterbitkannya SKPKB. Setelah masa penagihan berakhir, hak untuk menagih kewajiban pajak berakhir.
Menurut UU No. 28 Tahun 2007, Pasal 13 Ayat 1, SKPKB diterbitkan dalam hal apabila surat tuntutan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Pasal 3 ayat (3) dan surat tuntutan tertulis tidak dikirimkan pada waktu yang ditentukan dalam surat tuntutan.
Jika pemeriksaan mengungkapkan bahwa Anda tidak perlu mengkompensasi selisih kelebihan pajak atau membebankan tarif pajak 0% (nol persen) berdasarkan informasi PPN atau pajak penjualan barang mewah lainnya. Jika Anda tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam Pasal 28 atau Pasal 29 dan Anda tidak mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar
Jika wajib pajak telah diberi NPWP dan/atau telah diidentifikasi sebagai wajib pajak sesuai dengan Pasal 2 ayat (4a). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 mengenai KUP mengatur bahwa Departemen Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam waktu lima tahun terhitung sejak tanggal jatuh tempo pajak atau akhir masa pajak, bagian tahun pajak atau dalam tahun pajak.
Apakah dalam Penagihan Pajak Ada Kedaluwarsa?
Hak untuk mengenakan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan pungutan pajak, berakhir lima tahun setelah penerbitan:
- Surat Tagihan Pajak
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
- Surat Keputusan Pembetulan
- Surat Keputusan Keberatan
- Putusan Banding
- Putusan Peninjauan Kembali.









