Dampak Revaluasi Aset Tetap Pada PPh WP Badan

Menjalankan pemerintahan dan pembangunan infrastruktur dalam setiap negara tentu membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Masing-masing negara memiliki cara tersendiri dalam mengumpulkan dana tersebut yang kemudian dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satunya negara Indonesia yang menggali potensi penerimaan negara dari sektor pajak.

Pajak merupakan sumber dana dalam negeri terbesar oleh karena itu pemerintah berusaha memaksimalkan penerimaan negara dari sektor pajak setiap tahunnya. Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS) penerimaan perpajakan dari tahun 2021 sampai 2023 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, sehingga dapat dikatakan upaya pemerintah memaksimalkan penerimaan pajak berjalan positif. 

Pajak akan selalu ada jika wajib pajak memperoleh penghasilan, sebab dasar pengenaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh wajib pajak dan konsumsi barang dan/atau jasa yang dilakukan. Untuk menunjang kegiatan operasional dan meningkatkan omset perusahaan dibutuhkan sebuah aset penunjang kegiatan operasional berupa aset tetap. Aset tetap merupakan salah satu faktor pendukung dalam menjalankan kegiatan operasional dan/atau produksi. Aset tetap dinilai cukup material dalam laporan keuangan dan memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun.

 

Aset Tetap

Dalam hal aset tetap diperuntukan sebagai penunjang kegiatan operasional dan/atau produksi atas pemakaian tersebut wajib dilakukan penyusutan sesuai dengan standar yang berterima umum. Penyusutan merupakan penurunan nilai dari aset yang akan dibebankan dalam laporan laba rugi periode bersangkutan. Penyusutan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 16. PSAK ini mengatur tentang aset tetap yang dimiliki oleh entitas terkait pengakuan, perhitungan, pencatatan, dan penyusutan. 

Aset dapat diperoleh dengan beberapa cara, di antaranya dibeli secara tunai/kredit/angsuran, ditukar dengan aset sejenis, ditukar dengan aset tidak sejenis, maupun hibah dari orang pribadi atau badan. Pengukuran nilai aset tersebut tergantung dari bagaimana dan biaya apa saja yang dikeluarkan pada saat memperoleh aset tersebut. Ketika suatu perusahaan memperoleh aset, maka akan siap dengan biaya perbaikan dan pembebanan penyusutan setiap akhir periode.

Baca juga Subjek, Objek, dan Cara Hitung Pajak Reklame

 

Revaluasi Aset Tetap

Terhadap aset yang masa manfaatnya habis dapat dilakukan penilaian kembali (revaluasi). Revaluasi selain diakibatkan oleh aktiva yang masih layak digunakan kembali juga dipengaruhi oleh kenaikan atau penurunan nilai pasar, sehingga perusahaan diharuskan menilai kembali aktiva tersebut. Dilansir dari website kementerian keuangan republik Indonesia, revaluasi dilakukan untuk mencerminkan nilai aset yang sekarang. Namun, apabila sering melakukan revaluasi dapat mengakibatkan nilai aset menjadi lebih besar atau lebih kecil dari nilai tercatatnya.

Adapun, beberapa faktor perusahaan memutuskan untuk melakukan revaluasi terhadap asetnya, di antaranya aset yang masih layak digunakan tetapi secara pembukuan masa manfaat telah habis, ingin mencerminkan keadaaan yang rill atas laporan keuangan yang disajikan, hingga intensitas aset tetap yang dimiliki. Mengingat laporan keuangan digunakan sebagai alat untuk menunjukan kinerja perusahaan, maka dari itu rekening yang disajikan dalam laporan diupayakan dapat menunjukkan bagaimana kondisi perusahaan tersebut.

Jika dilihat beberapa tahun belakangan, pemerintah melalui PMK 233/PMK.03/2015 yang notabene merupakan perubahan dari PMK 191/PMK.010/2015. Revaluasi dilakukan terhadap sebagaian atau seluruh aset tetap berwujud baik yang dimiliki atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia yang dipergunakan untuk upaya 3M (Mendapatkan, Menagih dan Memelihara) penghasilan. Dalam hal aset tetap telah dilakukan revaluasi sebelumnya tidak dapat direvaluasi lagi sebelum lewat jangka waktu 5 tahun. Lantas, apakah dampak revaluasi terhadap pajak penghasilan wajib pajak badan?

 

Dampak Revaluasi Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan

Sejak dilakukan revaluasi atas selisih lebih revaluasi aset tetap diatas nilai sisa buku fiskal sebelum revaluasi dikenakan PPh final dengan tarif PPh tertinggi pada saat dilakukan revaluasi. Tarif tertinggi yang dimaksud sesuai dengan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a atau pasal 17 ayat (2a) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Atas pajak yang terutang wajib dilunasi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah terjadinya revaluasi tersebut.

Ketentuan pengenaan tarif tertinggi tidak berlaku bagi revaluasi aset yang bersifat force mejeur berdasarkan keputusan pemerintah atau pengadilan, revaluasi dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha yang telah mendapatkan persetujuan dari DJP dan penarikan kembali aset tetap akibat dari kerusakan yang tidak dapat diperbaiki atau berproduksi kembali. Perlu diperhatikan, bahwa selisih lebih yang timbul akibat revaluasi di atas nilai buku komersial setelah dikurangi pajak penghasilan harus dicatat dan dilaporkan dalam laporan keuangan komersial wajib pajak.

Perubahan nilai aset tetap tentunya akan diikuti terhadap besaran beban yang dilaporkan dalam laporan laba rugu periode bersangkutan sehingga akan berpengaruh terhadap besaran pajak penghasilan badan yang terutang. Pemerintah memberikan penurunan tarif pajak bagi wajib pajak yang melakukan revaluasi aset tetap atas selisih lebih diatas nilai buku. Dengan itu, seharusnya menambah daya tarik bagi wajib pajak untuk memanfaatkan kebijakan tersebut. Pro dan kontra bermunculan terkait kebijakan revaluasi aset lantaran atas selisih lebih revaluasi akan dikenakan pajak final.

Penelitian terkait dampak revaluasi terhadap penghematan pajak telah dilakukan oleh salah satu peneliti pada tahun 2011 silam. Hasil penelitian menunjukan bahwa revaluasi aset tetap berpengaruh terhadap penghematan pajak bagi wajib pajak badan yang diakibatkan adanya peningkatan beban penyusutan. Apabila beban meningkat maka otomatis laba usaha akan mengalami penurunan, sehingga berdampak terhadap penurunan beban pajak penghasilan.

Di lain sisi terdapat pula penelitian yang pernah dilakukan di tahun yang sama yakni 2011 pada lokasi yang berbeda. Namun, faktanya kedua penelitian tersebut mendapatkan hasil yang berbeda. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa ketika perusahaan melakukan revaluasi beban pajak yang dibayar oleh perusahaan semakin tinggi. 

Dari kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan perlu adanya tax planning yang dilakukan oleh wajib pajak badan untuk mengoptimalkan pengenaan pajak atas laba yang diperoleh. Selain itu, perlu diperhimbangkan besaran nilai aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan apakah akan dilakukan revaluasi ataukah tidak. Namun, perlu diperhatikan bahwa penelitian ini dilakukan sebelum adanya PMK 191/PMK.010/2015 dan perubahannya.

Dengan adanya PMK ini diharapkan masing-masing perusahaan melakukan evaluasi dan peninjauan kembali terkait penurunan tarif atas selisih lebih revaluasi. Dalam hal perusahaan melakukan revaluasi terhadap aset yang dimiliki.

Baca juga Bayar Pajak Pakai Kartu Kredit, Apa Bisa?

 

Apakah Perlu Melakukan Revaluasi Aset?

Revaluasi aset sangat perlu dilakukan untuk mengetahui besaran nilai aset sesungguhnya dalam laporan keuangan sesuai dengan nilai pasar wajar. Revaluasi juga berdampak terhadap kegiatan ekspor impor, mengapa demikian? Dengan adanya revaluasi mampu mempengaruhi harga barang ekspor impor dalam menjaga keimbangan kemampuan berbelanja.

Sejalan dengan hal tersebut pemerintah mengupayakan optimalisasi revaluasi dengan memberikan penurunan tarif pajak atas selisih lebih revaluasi. Pada praktiknya, dengan melakukan revaluasi akan berpengaruh terhadap besaran laba rugi perusahaan yang nantinya menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan yang terutang.