Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia sedang mengembangkan sistem administrasi pajak yang baru bernama Coretax Administration System (CTAS) atau Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP). Salah satu inovasi utama dari sistem ini adalah penambahan menu perhitungan PPh Pasal 25 yang akan tersedia di portal wajib pajak. Langkah ini diharapkan bisa memudahkan berbagai entitas seperti bursa, BUMN, BUMD, dan bank dalam menghitung pajak mereka berdasarkan laporan keuangan yang telah dilaporkan kepada otoritas terkait. Sistem ini akan memberikan perubahan signifikan dibandingkan metode pelaporan pajak yang berlaku saat ini.
Apa Itu PPh Pasal 25?
PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan PPh terutang menurut SPT Tahunan wajib pajak tahun sebelumnya, dikurangi dengan kredit pajak tertentu, kemudian dibagi 12 atau jumlah bulan dalam tahun pajak tersebut. Kredit pajak yang dimaksud meliputi PPh yang dipotong (Pasal 21 dan Pasal 23), PPh yang dipungut (Pasal 22), serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan (Pasal 24).
Namun, skema ini tidak berlaku untuk beberapa kategori wajib pajak seperti wajib pajak baru, bank, BUMN, BUMD, wajib pajak yang terdaftar di bursa, dan wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu (OPPT). Untuk itu, berikut Pajakku telah merangkum penjelasan singkat mengenai angsuran PPh Pasal 25 beberapa kategori wajib pajak tersebut.
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Baru
Wajib pajak baru, hasil dari penggabungan, peleburan, pengambilalihan usaha, atau pemekaran usaha, memiliki ketentuan khusus terkait angsuran PPh Pasal 25. Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 215 Tahun 2018, angsuran ini ditetapkan berdasarkan penjumlahan angsuran PPh Pasal 25 dari seluruh wajib pajak yang terkait sebelum terjadinya penggabungan atau peleburan usaha. Ketentuan ini mencakup wajib pajak baru baik orang pribadi maupun badan yang baru terdaftar pada suatu tahun pajak.
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Bank
Wajib pajak bank memiliki metode perhitungan angsuran PPh Pasal 25 yang berbeda. Dasar penghitungan angsuran ini adalah laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mencakup laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi. Angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak bank dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas penghasilan neto, yang kemudian dikurangi dengan PPh yang dipotong atau dipungut (Pasal 22 UU PPh) dan PPh Pasal 25 yang seharusnya dibayar sejak awal tahun pajak.
Baca juga: Tata Cara Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak BUMN dan BUMD
BUMN dan BUMD juga memiliki skema penghitungan angsuran PPh Pasal 25 yang spesifik. Angsuran ini dihitung berdasarkan penghasilan neto fiskal dari rencana kerja dan anggaran pendapatan tahun pajak yang disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23, serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri. Rencana kerja dan anggaran pendapatan ini harus disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar, tidak lebih dari batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 masa pajak pertama tahun pajak berjalan.
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Masuk Bursa dan Laporan Keuangan Berkala
Wajib pajak yang harus membuat laporan keuangan berkala dan yang terdaftar di bursa juga memiliki metode perhitungan angsuran PPh Pasal 25 yang berbeda. Dasar penghitungan angsuran ini adalah laporan keuangan yang disampaikan setiap tiga bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Laporan keuangan ini terdiri atas laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun pajak sampai dengan periode yang dilaporkan. Angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak ini adalah angsuran untuk tiga masa pajak setelah periode yang dilaporkan.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak OPPT
Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha perdagangan atau jasa di lebih dari satu tempat yang berbeda dengan tempat tinggalnya dikategorikan sebagai wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu (OPPT). Angsuran PPh Pasal 25 untuk OPPT ditetapkan sebesar 0,75% dari peredaran bruto setiap bulan dari tiap tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal wajib pajak. Jika wajib pajak OPPT merupakan UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar setahun, mereka dapat menggunakan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5% dari omzet.
Penerapan dan Uji Coba Coretax
Penerapan (deployment) Coretax dijadwalkan selesai pada akhir tahun 2024 dan saat ini berada dalam fase pengujian. Fitur baru ini diharapkan dapat memberikan efisiensi dan kemudahan bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, serta memastikan bahwa perhitungan pajak dilakukan secara lebih akurat dan transparan.









