Kementerian Keuangan menilai penerapan pajak karbon berpotensi memicu kenaikan harga energi, termasuk listrik dan bahan bakar minyak (BBM). Karena itu, pemerintah saat ini tengah merampungkan peta jalan (roadmap) pajak karbon untuk memastikan implementasinya berjalan terarah dan tidak menimbulkan tekanan berlebihan bagi perekonomian.
Pajak karbon sendiri merupakan amanat UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kebijakan ini sekaligus menjadi instrumen pendukung target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam komitmen nationally determined contribution (NDC) serta agenda net zero emission pada 2060.
Risiko Kenaikan Harga Energi Sudah Teridentifikasi
Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (17/11/2025), Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, menyebut bahwa pemerintah telah mengidentifikasi risiko kenaikan biaya energi jika pajak karbon diberlakukan.
Simulasi pemerintah menunjukkan potensi lonjakan pada:
- Beban pokok penyediaan (BPP) listrik, dan
- Harga bahan bakar fosil, termasuk BBM.
“Potensi dampak pajak karbon yang negatif terhadap ekonomi makro, termasuk risiko kenaikan biaya energi seperti pada BPP listrik dan BBM, sudah sangat jelas,” ungkap Febrio, dikutip dari Bisnis.com, Rabu (19/11/2025).
Karena itu, Kemenkeu menilai penyusunan roadmap yang matang menjadi langkah krusial sebelum pajak karbon benar-benar diterapkan.
Baca Juga: Suhu Udara Makin Panas, Pajak Karbon Bisa Jadi Solusinya?
Roadmap Disusun Lintas Sektor
Penyusunan roadmap pajak karbon sendiri dilakukan melalui kolaborasi lintas sektor antara berbagai kementerian dan lembaga. Hal ini diatur dalam Perpres No. 110 Tahun 2025, yang juga mengatur rancangan roadmap perdagangan karbon nasional dan global melalui Peraturan Menteri Bersama.
Kemenkeu memastikan bahwa pendekatan yang diambil akan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi, dan sosial secara menyeluruh agar implementasi pajak karbon tetap selaras dengan stabilitas ekonomi nasional.
Tarif Pajak Karbon akan Mengikuti Harga Pasar
Pada kesempatan yang sama, Febrio juga menegaskan bahwa tarif pajak karbon akan ditetapkan berdasarkan harga karbon yang berlaku di pasar. Pendekatan berbasis pasar ini dipilih agar mekanisme pajak karbon berjalan seiring dengan perdagangan karbon di Indonesia.
“Harga karbon yang ada di pasar akan menjadi acuan bagi tarif pajak karbon,” jelasnya.
Skema ini diharapkan memberi sinyal harga yang lebih kredibel bagi pelaku usaha, sekaligus meningkatkan transparansi kebijakan pengurangan emisi di berbagai sektor prioritas seperti energi, transportasi, dan kehutanan.
Baca Juga: Uni Eropa Bakal Terapkan Pajak Karbon CBAM, Apa Dampaknya bagi Indonesia?
Bursa Karbon Jadi Instrumen Kompensasi
Untuk menekan dampak kenaikan harga energi, pemerintah menyiapkan mekanisme kompensasi melalui perdagangan kredit karbon di IDXCarbon. Melalui bursa karbon, pelaku usaha dapat menjual kredit karbon yang mereka hasilkan untuk mengimbangi tambahan biaya yang muncul akibat usaha menurunkan emisi.
Pemerintah menargetkan agar aktivitas perdagangan kredit karbon dapat memberikan kompensasi yang memadai, sehingga transisi menuju energi bersih tidak menimbulkan beban ekonomi yang berlebihan.









