Bisa Beli Motor Tapi Ogah Bayar Pajak? DENDA!

Dewasa ini kendaraan seperti bukan lagi kebutuhan pelengkap melainkan menjadi kebutuhan pokok setiap masyarakat, khususnya kendaraan bermotor. Jika kita lihat, hampir setiap rumah tangga baik dalam kategori bawah, menengah/madya, hingga atas memiliki sepeda motor. Hal ini sudah jelas bahwa motor merupakan sesuatu yang penting dalam menunjang keberlangsungan hidup masyarakat.

Sebelumnya penggunaan kendaraan motor dapat kita hitung penggunaannya, namun saat ini cukup sulit bagi kita dalam menghitungnya. Dalam setiap tahun pembelian motor pun selalu meningkat, tapi disisi lain penerimaan atas pajaknya tidak sebanding dengan jumlah motor yang terdaftar dalam SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap), dimana SAMSAT merupakan pihak yang menyelenggarakan tugas BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), Regiden Ranmor (Registrasi serta Identifikasi Kendaraan Bermotor), serta pembayaran SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

Seperti yang kita ketahui bahwa kepemilikan kendaraan bermotor memiliki kewajiban dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan atas kendaraan bermotor. Pemungutan atas pajak kendaraan bermotor ini dilimpahkan pada pemerintah tingkat daerah, yang mana penetapan tarifnya disesuaikan dengan kebijakan masing-masing daerah tersebut.

Baca juga Sri Mulyani Sebut Insentif Pajak Pembelian Mobil dan Rumah Sepi Peminat

Hal kecil yang sebenarnya sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat inilah yang kerap kali tidak dipedulikan oleh masyarakat, khususnya yang memiliki kendaraan bermotor. Padahal kita tahu bahwa membayar pajak merupakan salah satu kewajiban yang harus dipatuhi, baik oleh individu atau badan. Lantaran, pajak memiliki peranan penting sebagai sumber penerimaan terbesar hampir di semua negara seluruh dunia. Terlebih, pajak bersifat memaksa yang berlandaskan Undang-Undang. Namun, sebagian orang kerap kali enggan untuk patuh dalam membayar pajak.

Sudah menjadi tanggung jawab bagi pemilik untuk membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) apabila menyanggupi dirinya untuk memilih membeli motor. Namun, seiring berjalannya waktu semakin banyak orang yang membeli kendaraan bermotor namun memenuhi kewajiban membayarkan pajak. Permasalahan ini yang mengharuskan pemerintah memutar otak dalam mengupayakan masyarakat dalam bertanggung jawab dalam kewajibannya sebagai pemiliki kendaraan. Adapun beberapa upaya yang dilakukan setiap pemerintah daerah dalam menyadarkan kepatuhan membayar pajak kendaraan, salah satunya ialah memberikan denda atau sanksi bagi setiap pemilik kendaraan yang enggan membayar pajak.

Baca juga Tim Pembina Samsat Turun Tangan, Himbau 40 Juta Kendaraan Belum Bayar Pajak

Pemberian denda hingga sanksi kepada mereka yang enggan atau telat membayar pajak sepertinya akan memberikan efek yang cukup jera. Pengenaan denda tersebut akan dikenakan pada nilai administratif dengan meningkatkan nilai denda tersebut hingga mengenakan sanksi pidana bagi individu atau badan, terlebih bagi mereka yang memiliki banyak kendaraan bermotor sebagai alat operasional.

Namun, dengan adanya pengenaan denda atau sanksi tersebut, tetap diperlukan adanya pendekatan dengan teori ekonomi dalam mengantisipasi penghindaran pajak dimana masyarakat kerap kali memiliki alasan atas keterbatasan rasional dan berperilaku oportunistis untuk patuh atau tidak dalam menjalankan kewajiban perpajakan. Perilaku inilah yang perlu dipikirkan dalam menentukan kebijakan perihal struktur penalti hingga probabilitas dalam menangkap penghindaran pajak dan pemberian sanksi.

Adapun, contoh denda ataupun sanksi yang diberlakukan didaerah DKI Jakarta, dimana akan dikenakan denda sebesar 2% atas keterlambatan pembayaran pajak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No. 6 Tahun 2010 mengenai KUPD (Ketentuan Umum Pajak Daerah). Perlu diketahui, denda yang dikenakan kepada pemilik kendaraan yang terlambat membayar pajak dalam kurun waktu maksimal 24 bulan atau 2 tahun, maka jumlah  total tarif yang dikenakan sebesar 48%.