Salah satu barang yang menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai adalah buku. Namun, perlu diketahui bahwa pemerintah memberikan perlakuan khusus untuk impor dan penyerahan buku seperti buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama diberikan fasilitas dibebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan juga pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa, oleh karena itu pemerintah secara tegas memastikan ketersediaan buku dan kitab-kitab suci dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat. Pembebasan PPN atas penyerahan buku pelajaran umum dan kitab suci dan buku pelajaran agama sudah lama telah dilakukan namun seiring berjalannya waktu mengalami penyempurnaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 5/PMK.010/2020 memuat beberapa penyempurnaan aturan mengenai penyederhanaan administrasi pajak dan memperluas jenis buku yang dibebaskan. Saat ini, penyerahan buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku agama ini berlaku untuk jenis buku electronic book (e-book). Tak hanya itu, penyederhanaan administrasi yaitu pembebasan buku tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas PPN. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong minat baca masyarakat Indonesia sekaligus meningkatkan kecerdasan bangsa dengan mengedepankan pendidikan.
Lalu buku apa saja yang tidak termasuk pengertian buku-buku pelajaran umum? Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 10/KMK.04/2001 tentang batasan buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama yang atas impor dan atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pajak tertuang dalam pasal 1 ayat (2). Contohnya seperti, buku hiburan, buku roman populer, buku sulap, buku iklan, buku promosi suatu usaha, buku katalog diluar kepentingan pendidikan, buku karikatur, buku horoskop, buku horor, buku komik, dan buku reproduksi iklan.
Baca juga Demi Naikkan Minat Baca, Cak Imin Usul Pajak Penerbit Buku Dihapus
Buku yang telah disebutkan tadi dapat dikategorikan buku-buku pelajaran umum apabila buku-buku tersebut telah disahkan sebagai buku pelajaran umum oleh Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat yang ditunjuk. Berkaitan dengan penerbitan buku juga tidak terlepas dari seorang penulis yang mengambil bagian penting untuk terciptanya suatu buku. Namun, apakah penulis tersebut dikenakan pajak? Mari simak penjelasan berikut.
Tentu saja seorang penulis yang berhasil membuat sebuah karya dalam hal ini buku hingga dapat diterbitkan atau bahkan didistribusikan akan mendapatkan penghasilan. Setiap keuntungan yang diperoleh dari penjualan buku makan ada royalti yang akan diterima oleh penulis. Pajak yang akan dikenakan kepada penulis buku tersebut akan diperhitungkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Perlu diketahui, jika penulis memperoleh penghasilan bruto dalam setahun kurang dari 4,8 M, maka dapat menerapkan skema Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat:
- WP Melakukan Pencatatan sebagaimana telah diatur dalam Peratuan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4 PJ/2009;
- WP wajib memberitahukan mengenai pemungutan NPPN kepada DJP paling lam 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan;
- Berdasarkan PER-4/PJ/2015 besarnya NPPN bagi penulis (Kegiatan Pekerja Seni dengan KLU: 90002) adalah sebesar 50% dari penghasilan bruto. Meliputi honorarium maupun royalti yang diterima dari penerbit;
- Penghasilan bruto dari pekerjaan bebas sebagai penulis meliputi semua penghasilan yang terkait dengan profesi penulis, yang di dalamnya termasuk penghasilan royalti yang diterima dari penerbit berupa hak cipta di bidang kesusastraan yang dimiliki seorang penulis tersebut.
Contoh Kasus
Rama (TK/0) adalah seorang penulis buku horor ternama. Buku yang ditulis olehnya sangat diminati oleh masyarakat terutama kalangan remaja. Tahun 2020, Rama menerima royalti setiap 3 bulan sebesar 10% dari harga jual buku tersebut. Per eksemplar dijual dengan harga Rp30.000, Berikut perhitungan pajaknya:
|
Triwulan I |
5.000 Eksemplar |
|
Triwulan II |
10.000 Eksemplar |
|
Triwulan III |
15.000 Eksemplar |
|
Triwulan IV |
20.000 Eksemplar |
*Berikut Rekapitulasi dengan tarif royalti = 10% dan PPh 23 =15%
Baca juga Ayo Belajar Pajak, Bayar Pajak, dan Lapor Pajak
|
Triwulan |
Jumlah Buku Terjual |
Omzet |
Royalti |
PPh Pasal 23 |
|
Triwulan I |
5.000 |
150.000.000 |
15.000.000 |
2.250.000 |
|
Triwulan II |
10.000 |
300.000.000 |
30.000.000 |
4.500.000 |
|
Triwulan III |
15.000 |
450.000.000 |
45.000.000 |
6.750.000 |
|
Triwulan IV |
20.000 |
600.000.000 |
60.000.000 |
9.000.000 |
|
TOTAL |
50.000 |
1.500.000.000 |
150.000.000 |
22.500.000 |
Total royalti yang diterima Rama tidak lebih dari Rp4.800.000.000, maka Perhitungan pajak Rama menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk profesi penulis yaitu sebesar 50% dari penghasilan bruto.
Penghasilan Bruto = Rp150.000.000
Penghasilan Netto = Rp150.000.000 x NPPN (50%) = Rp75.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp75.000.000 – PTKP (Rp54.000.000) = Rp21.000.000
PPh Terutang = Rp21.500.000 x Tarif Progresif (Pasal 17)
= Rp21.500.000 x 5% = Rp1.050.000
Kredit Pajak = Rp22.500.000
Pajak Lebih Dibayar = Rp21.450.000
Catatan:
Rama melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi menggunakan formulir SPT Tahunan 1770 dengan status Lebih Bayar Rp21.450.000
Atas kelebihan pembayaran pajak tersebut, Rama dapat mengajukan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17D Undang-Undang KUP dengan cara mencentang kolom restitusi pada formulir SPT Tahunan 1770.
Kesimpulan
Salah satu barang yang menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai adalah buku. Namun, perlu diketahui bahwa pemerintah memberikan perlakuan khusus untuk impor dan penyerahan buku seperti buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama diberikan fasilitas dibebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan juga pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa, oleh karena itu pemerintah secara tegas memastikan ketersediaan buku dan kitab-kitab suci dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.









