Dewasa ini pengembalian kelebihan pembayaran pajak bukan suatu hal yang baru lagi di telinga kita, khususnya Wajib Pajak. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak ini sering kali disebut dengan restitusi, dimana hal ini dapat terjadi ketika kondisi pada jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayarkan lebih besar dibandingkan pajak yang terutang, atau dengan kata lain pajak yang harus dibayarkan. Namun, dengan catatan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan tidak memiliki tunggakan atau hutang pajak lainnya.
Pengembalian pajak menjadi salah satu mekanisme yang dapat dilakukan bagi seluruh Wajib Pajak yang memang terdapat kelebihan bayar pada pajak terutangnya, atau bisa juga karena pembayaran pajak yang dilakukan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal ini, tentunya Wajib Pajak harus mengikuti prosedur yang ada dalam melakukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang. Pengajuan ini dapat dilakukan dalam bentuk apapun, dengan catatan Wajib Pajak memang merasa memiliki kelebihan dalam membayar pajak terutangnya.
Hasil dari proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang tidak selalu dilakukan dengan pengembalian dana secara tunai ataupun non-tunai, melainkan dapat dilakukan juga untuk pembayaran pajak bulan berikutnya, atau dengan kata lain kelebihan bayar pajak dapat dialokasikan dan/atau menjadi pengurang atas kewajiban pajak atau pajak terutang yang harus dibayarkan dibulan berikutnya.
Dalam melakukan permohonan proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang terdapat kondisi atau syarat dimana permohonan tersebut dapat dilakukan, yakni sebagai berikut:
- Pembayaran pajak yang lebih besar daripada pajak yang terutang.
- Pembayaran pajak atas transaksi yang sudah dibatalkan.
- Pembayaran pajak yang seharusnya tidak dibayarkan.
- Pembayaran pajak yang berkaitan dengan permintaan penghentian penyelidikan tindak pidana dalam bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada UU KUP Pasal 44B yang tidak disetujui.
Baca juga Tarra e-Faktur, Solusi Pengelolaan Faktur Pajak Anda
Dasar Hukum Pengembalian Pajak
Proses permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang tentunya memiliki payung hukum atau ketahanan hukum yang telah diatur dalam :
- UU Nomor 6 Tahun 1983 Pasal 17 ayat 2 s.t.d.t.d UU Nomor 16 Tahun 2009 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- PP Nomor 74 Tahun 2011 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
- PMK-187/PMK.03/2015 mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Ketentuan Atas Permohonan Pengembalian Pajak
Secara umum, permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dapat diajukan oleh Wajib Pajak. Hal ini tertuang dalam Pasal 2 PMK-187/PMK.03/2015, dimana dalam ketentuan tersebut dapat dilakukan apabila :
- Terdapat pembayaran pajak oleh Wajib Pajak, dimana pembayaran dilakukan atas bukan objek pajak yang terutang atau dengan kata lain seharusnya memang tidak terutang.
- Terjadi kesalahan pemotongan ataupun pemungutan yang mengakibatkan pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut menjadi lebih besar dibandingkan pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut.
- Terdapat kesalahan saat dilakukan pemotongan atau pemungutan atas yang bukan termasuk objek pajak.
- Terdapat selisih lebih atau kelebihan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) terkait penerapan P3B atas SPLN (Subjek Pajak Luar Negeri).
Selain itu, dalam mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, terdapat ketentuan lainnya dan berikut riciannya yang berdasarkan klasifikasinya:
1. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas pembayaran pajak oleh pihak pembayar (WP)
Dalam hal ini, pembayaran pajak yang dilakukan atas bukan objek pajak terutang atau yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, yakni dengan ketentuan sebagai berikut:
- Pembayaran pajak yang dilakukan lebih besar daripada pajak yang terutangnya.
- Pembayaran pajak atas transaksi yang sudah dibatalkan.
- Pembayaran pajak yang seharusnya tidak dibayarkan.
- Pembayaran pajak yang berkaitan dengan permintaan penghentian penyidikan tindak pidana dalam bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam UU KUP Pasal 44B, yang tidak disetujui.
Apabila Wajib Pajak merasa terdapat ketentuan-ketentuan sebagaimana yang disebutkan di atas terjadi pada saat melakukan pembayaran atas pajak terutangnya, maka Wajib Pajak dapat meminta pengembalian dana dengan melakukan permohonan pengembalian dan pengembalian dapat dikatakan berhasil apabila telah memenuhi ketentuan yang berlaku, yakni pajak yang seharusnya tidak terutang sudah dibayarkan dan telah masuk ke dalam kas negara dan/atau pajak yang seharusnya tidak terutang sudah dibayarkan, namun pengembaliannya tidak dikreditkan dalam SPT bulan berikutnya.
Baca juga Memperingati HUT ke-77 RI Melalui Ketaatan Membayar Pajak
2. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kelebihan pajak dalam kegiatan impor
Dalam hal ini, kelebihan pembayaran pajak yang terkait dengan pajak dalam rangka impor berkaitan dengan PPh Pasal 22 impor, PPN impor, hingga PPnBM impor yang telah dibayar. Namun, pembayaran tersebut harus tertera dalam:
- SPKTNP atau SPTNP.
- SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang diterbitkan atas dilakukannya keputusan keberatan.
- SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang diterbitkan atas dilakukannya keputusan keberatan dan putusan banding.
- SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan atas keputusan keberatan, putusan banding, hingga putusan peninjauan kembali.
- SPKTNP yang diterbitkan atas putusan banding.
- SPKTNP yang diterbitkan atas putusan banding serta putusan peninjauan kembali.
- Berkas dokumen yang berisi pembatalan proses impor dan telah disetujui oleh pejabat yang memiliki kewenangan,
Apabila Wajib Pajak merasa terdapat ketentuan-ketentuan sebagaimana yang disebutkan di atas terjadi pada saat melakukan pembayaran atas pajak terutangnya, maka Wajib Pajak dapat meminta pengemblian dana dengan melakukan permohonan pengembalian yang dapat dinyatakan berhasil apabila telah memenuhi ketentuan yang berlaku.
Ketentuan untuk poin ini sebenarnya hampir sama dengan poin sebelumnya, namun terdapat tambahan, yakni pajak yang telah dibayar ataupun disetorkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a terkait PPh Pasal 22 atas impor, maka pajak tersebut tidak dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), selanjutnya dalam pajak yang sudah dibayar atau disetorkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a terkait dengan PPN impor dan SPT Tahunan Tahun Pajak terjadinya pembayaran telah dilaporkan, maka pajak tersebut tidak dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN dan tidak akan dibebankan sebagai biaya pada SPT Tahunan Pajak PPh, atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan.
Selain itu, dalam pajak yang sudah dibayar ataupun disetorkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengenai PPnBM impor, dimana pajak tersebut tidak akan dibebankan sebagai biaya pada SPT Tahunan PPh atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan.
3. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kesalahan pemungutan atau pemotongan
Dalam hal ini, kesalahan pemotongan atau pemungutan yang dapat mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya. Terkait hal tersebut, terdapat ketentuan sebagai berikut:
- Pemotongan atau pemungutan PPh yang mengakibatkan PPh yang dipotong atau dipungut lebih besar dibandingkan PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut.
- Pemotongan atau pemungutan PPh atas penghasilan yang diterima oleh orang atau badan yang bukan subjek pajak.
- Pemungutan PPN yang dilakukan kepada yang bukan PKP yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut.
- Pemungutan PPnBM yang lebih besar dibandingkan pajak yang seharusnya dipungut.
Kesalahan-kesalahan pada pemotongan ataupun pemungutan yang bukan merupakan objek pajak sebagaimana yang dijelaskan diatas memiliki ketentuan, yakni pemotongan atau pemungutan PPh yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut, selanjutnya pemungutan PPN yang seharusnya tidak dipungut dan/atau pemungutan PPnBM yang seharusnya tidak dipungut.









