Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu kewajiban yang harus di penuhi oleh seseorang baik itu individu atau badan usaha yang memperoleh suatu penghasilan. Dalam sektor properti ini, terdapat dua jenis transaksi yang dikenakan PPh final, yaitu jual beli properti dan sewa properti. Jika kita lihat keduanya saling berhubungan dengan kepemilikan dan penggunaan tanah atau bangunan.
Meskipun keduanya dikenai pajak, tetapi dalam hal pengenaan pajaknya memiliki perbedaan yang signifikan. Artikel ini akan membahas secara lebih spesifik mengenai perbedaan antara PPh final jual beli properti dengan sewa properti, serta tarif pajak mekanisme pembayaran dan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak. Dengan mengetahui hal ini, wajib pajak dapat menghindari potensi sanksi serta mengoptimalkan bagaimana rencana mereka di masa depan.
PPh Final atas Jual Beli Properti
Bedasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016 serta PMK Nomor 261/PMK.03/2016. Transaksi jual-beli properti melibatkan pemindahan hak kepemilikan atas aset properti dari satu pihak ke pihak lainnya. Dalam aspek perpajakan di Indonesia, transaksi ini dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku. PPh Final atau Pajak Penghasilan terkait Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif serta dasar pengenaan tertentu atas pendapatan yang diperoleh sepanjang tahun berjalan.
Pembayaran, pemotongan, atau pemungutan PPh Final, baik yang dilakukan oleh pihak lain maupun yang disetor sendiri, bukanlah pembayaran di muka atas PPh terutang. Sebaliknya, hal tersebut merupakan pelunasan pajak terutang atas penghasilan yang bersangkutan, sehingga wajib pajak dianggap telah menyelesaikan kewajiban perpajakannya.
Subjek Pajak
Berdasarkan peraturan yang berlaku dalam transaksi jual beli properti subjek pajaknya adalah penjual properti, yang dimana kewajiban untuk membayar PPh Final atas transaksi adalah pihak yang menjual properti bukan yang membeli properti.
Tarif PPh Final Jual Beli Properti
Berdasarkan peraturan yang berlaku, tarif PPh Final yang dikenakan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah 2,5% dari jumlah bruto nilai transaksi. Artinya, jumlah pajak yang harus dibayar oleh penjual properti dihitung berdasarkan harga jual yang tercantum dalam Akta Jual Beli (AJB) atau Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).
Waktu Pembayaran
PPh Final atas transaksi jual beli properti harus dibayarkan sebelum Akta Jual Beli (AJB) ditandatangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris. Bukti pembayaran pajak ini harus ditunjukkan kepada PPAT sebelum transaksi dapat diselesaikan secara resmi.
Baca juga: Pajak Properti dan Pasar Real Estat Indonesia, Hubungan dan Penerapannya
PPh Final atas Sewa Properti
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2017 serta PMK Nomor 34/PMK.010/2017, Sewa properti merupakan suatu transaksi yang melibatkan pemberian hak kepada pihak lain untuk menggunakan tanah atau bangunan dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan yang diberikan. Berbeda hal dengan jual-beli properti yang merupakan pemindahan hak milik.
Subjek Pajak
Berdasarkan peraturan yang berlaku transaksi sewa properti merupakan pihak yang menerima penghasilan dari sewa tersebut atau pemilik properti. Dimana pemilik properti yang menyewakan asetnya kepada pihak lain wajib membayar PPh Final atas pendapatan sewa yang diterima.
Tarif PPh Final Sewa Properti
Tarif PPh Final yang dikenakan atas penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan adalah 10% dari jumlah bruto nilai sewa. Artinya, pajak dihitung berdasarkan total pembayaran yang diterima oleh pemilik properti dari penyewa, tanpa memperhitungkan biaya-biaya lainnya.
Waktu Pembayaran
PPh Final atas sewa properti harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah penghasilan sewa diterima atau diperoleh. Pembayaran dilakukan oleh pemilik properti jika penyewa bukan merupakan pemotong pajak (misalnya individu atau entitas yang tidak berkewajiban melakukan pemotongan pajak).
Baca juga: Wacana Prabowo Hapus Pajak Rumah 16 Persen untuk Ringankan Beban Masyarakat
Perbedaan PPh atas Jual Beli Properti dan Sewa Properti
Untuk lebih memahami perbedaan antara PPh Final atas jual beli properti dan sewa properti, berikut ini adalah ringkasan dalam bentuk tabel:
|
Keterangan |
Jual Beli Properti |
Sewa Properti |
|
Dasar Hukum |
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016 serta PMK Nomor 261/PMK.03/2016. |
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2017 serta PMK Nomor 34/PMK.010/2017
|
|
Definisi |
Pemindahan hak kepemilikan atas aset properti dari satu pihak ke pihak lainnya. |
Pemberian hak kepada pihak lain atas suatu tanah/bangunan dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan yang diberikan.
|
|
Subjek Pajak |
Penjual Properti |
Pihak yang menerima penghasilan dari sewa properti
|
|
Objek Pajak |
Pengalihan atas hak tanah atau bangunan dan Perjanjian atas pengikatan jual-beli tanah/bangunan serta perubahannya.
|
Penghasilan dari penyewaan tanah dan/atau bangunan. |
|
Tarif PPh Final |
|
10% dari jumlah bruto nilai sewa.
|
|
Pembayaran |
Sebelum Akta Jual Beli (AJB) ditandatangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris |
Disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah penghasilan sewa diterima atau diperoleh. Jika setor sendiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
|
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa perbedaan utama antara PPh jual beli dan sewa properti terletak pada subjek pajak, tarif, dan mekanisme pembayaran. Pemahaman ini penting agar wajib pajak tidak mengalami kesalahan dalam pelaporan.
Baca juga: Kini Validasi Pajak PHTB Lebih Mudah! Gunakan ePHTB di Coretax DJP
Kesimpulan
Jual beli dan sewa properti merupakan dua jenis transaksi yang dikenakan perlakuan pajak yang berbeda. Dalam transaksi jual beli properti, penjual wajib membayar PPh Final sebesar 2,5% sebelum akta jual beli dapat ditandatangani. Sementara itu, pada transaksi sewa properti, pemilik properti dikenakan PPh Final sebesar 10% atas penghasilan sewa yang diterimanya. Pembayaran pajak ini dapat dilakukan langsung oleh pemilik atau dipotong oleh penyewa jika penyewa tersebut adalah badan usaha.
Memahami perbedaan ini membantu wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara tepat dan menghindari sanksi akibat kelalaian. Selain itu, pemahaman yang baik tentang regulasi pajak memungkinkan perencanaan keuangan yang lebih efektif, sehingga transaksi properti dapat berjalan lancar tanpa kendala administrasi atau kewajiban pajak yang terabaikan.
*) Penulis merupakan penerima beasiswa dari Pajakku. Seluruh isi tulisan ini disusun secara mandiri oleh penulis dan sepenuhnya merupakan opini pribadi.









