Pandemi Covid-19 yang mewabah dunia 2 tahun silam, membawa dampak yang signifikan terhadap pola kehidupan manusia. Pada mulanya virus ini mewabah di Wuhan, Cina menjelang Desember 2019. Dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan, virus ini telah menimbulkan 80.000 kasus dengan tingkat kematian 3.000 penduduk. Per April 2020 corona virus telah menular di berbagai negara diantaranya Asia, Amerika, Eropa, Australia, Afrika, Spanyol, Jerman, dan Inggris. Wabah ini telah masuk ke Indonesia sejak awal 2020 kemarin.
Berdasarkan data dari Our Word in Data dan JHU CSSE Covid-19, kasus kematian akibat corona virus per September 2022, total kasus sebanyak 6,43 juta kasus dan tingkat korban yang meninggal dunia sebanyak 158 rb. Dari jumlah tersebut total kasus di seluruh dunia meningkat menjadi 618 Juta kasus dengan tingkat korban sebanyak 6,55 Juta meninggal dunia. Indonesia menempati posisi ke-2 tingkat kematian tertinggi di Asia, sehingga pandemi tersebut tergolong epidemiolog atau dengan kata lain “serius dan genting”.
Selain dampak terhadap kesehatan manusia, pandemi juga berdampak luar biasa bagi perekonomian dunia dan negara-negara terdampak lainnya. Ancaman resesi hingga depresi diprediksi dapat terjadi kapanpun. IMF dan Word Bank juga telah memprediksi akibat dari Pandemi Covid-19 dapat memicu resesi ekonomi global atau yang lebih dari kondisi great depression 1920-1930.
Pada dasarnya, pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting yang berpengaruh dalam menghasilkan sumber daya manusia yang diperlukan bagi pembagunan dan meminimalkan tingkat kemiskinan. Dampak perekonomian yang merosot juga berpengaruh terhadap besarnya Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross Domestic Product.
PDB merupakan indikator untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Perekonomian mengalami ekspansi/pertumbuhan jika PBD positif. Namun, ketika PDB bernilai negatif maka, perekonomian akan mengalami kontraksi/penurunan. Tahun 2020 PDB di Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,07% jika dibandingkan dengan tahun 2019.
Baca juga: Pajak dan Pemulihan Ekonomi
Berjalankan waktu dan berbagai upaya perbaikan yang telah dilakukan pemerintah bersama dengan masyarakat, PDB di tahun 2021 tumbuh sebesar 5,02% atau jika dihitung atas dasar harga yang berlaku mencapai Rp 16.907,8 triliun dan PBD per kapita sebesar Rp 62,2 triliun setara dengan US $4.349,5, sehingga jika dibandingkan dengan tahun 2020 PBD meningkat sebesar 3,69%.
Sedangkan, PDB triwulan II-2022 mencapai Rp 4.919,9 triliun atau tumbuh sebesar 5,44%. Jika ditinjau dari data tersebut, Indonesia mampu memulihkan ekonomi secara perlahan menuju perekonomian yang ditargetkan.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam memulihkan ekonomi Indonesia yakni memanfaatkan kekayaan alam dengan maksimal tanpa dieksploitasi secara berlebihan, melakukan penanaman modal/investasi, memanfaatkan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), meningkatkan produktifikas Sumber Daya Manusia (SDM), karena akibat pandemi ini banyak penduduk yang kehilangan pekerjaan dan meningkatnya angka penggangguran serta kemiskinan.
Upaya tersebut tetap berjalan beriringan dengan uluran tangan masyarakat melalui pajak. Melalui pajak yang dibayarkan dapat membantu pemulihan ekokomi nasional, karena dengan pajak tersebut dapat didistribusikan kedalam berbagai sektor, di antaranya Pendidikan, kesehatan, UMKM, infrastruktur negara, dan pelayanan umum.
Terdapat beberapa persentase alokasi untuk masing-masing sektor seperti alokasi minimal 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), minimal 5% dari APBN serta minimal 10% dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk kesehatan. Dari persentase tersebut diyakini mampu membantu seluruh masyarakat Indonesia terutama bagi masyarakat yang terdampak.
Besar kecilnya pajak yang disetorkan ke negara akan kembali lagi kepada masyarakat, karena seperti definisi pajak yang tertuang di dalamnya adalah “sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”, sehingga apa yang telah dibayarkan akan membantu seluruh masyarakat Indonesia. Bagi wajib pajak yang masih mampu bertahan dalam memperoleh penghasilan selama masa pandemi diharapkan tetap melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Pemerintah Siapkan Insentif Pajak Tahun 2023 Hingga Rp 41,5 Triliun
Dengan kesadaran membayar pajak, pemerintah memberikan kemudahan dalam bentuk insentif pajak sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 23 tahun 2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Covid-19.
Hal ini bertujuan agar wajib pajak yang memperoleh penghasilan dan sadar akan pentingnya pajak tidak diberatkan akan tarif pajak yang berlaku umum sebelum pandemi. Sehingga, adanya penyesuaian tarif pajak dan administrasi perpajakan. Oleh karena itu, uluran tangan melalui pajak menjadi salah satu faktor pendorong pemulihan ekonomi Indonesia.
Terjadinya pandemi yang mewabah di Indonesia menyebabkan perubahan terhadap pola perilaku kehidupan masyarakat dan berdampak terhadap kesehatan serta perekonomian. Dengan adanya penyelarasan upaya pemerintah dan uluran tangan melalui pajak, diharapkan dapat memulihkan ekonomi negeri setelah terjadi pandemi Covid-19. Dimana pajak yang disetorkan kepada negara dialokasikan ke berbagai sektor yang terdampak.









