Sri Mulyani Sebut Ada Kesenjangan Perpajakan Pada Negara Maju dan Berkembang

Diperlukan keterlibatan negara berkembang dalam penyusunan aturan perpajakan internasional yang berguna untuk mengikis kesenjangan aturan dengan negara maju di tengah kondisi dan tantangan yang berbeda-beda. Hal tersebut pun disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam G20 Ministerial Tax Symposium di Bali.

Gelaran ini merupakan bagian dari Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meetings, rangkaian pertemuan G20. Sri Mulyani telah menjelaskan bahwa terdapat perkembangan yang amat cepat dalam hal model bisnis dunia usaha, perkembangan teknologi, perubahan konektivitas, hingga perubahan kebiasaan konsumen yang memengaruhi kondisi perpajakan. Ia mengatakan, arsitektur perpajakan global wajib merespons perkembangan terbaru tersebut.

Baca juga Forum G-20: Apa Itu G-20, Finance Track, dan Sherpa Track?

Arsitektur perpajakan global selama ini cenderung mengacu pada standar yang ada di negara-negara maju. Efeknya adalah negara-negara berkembang menjadi kesulitan untuk memenuhi standar tersebut, padahal perpajakan menjadi aspek penting bagi penerimaan negara berkembang. Tanpa konsensus solusi di tingkat global, telah terdapat risiko dispute perpajakan dan perdagangan yang mengurangi kepastian perpajakan dan investasi.

Dalam pengembangan arsitektur perpajakan global diperlukan pemahaman tantangan dan konteks yang unik di negara berkembang. Ia pun menilai bahwa negara berkembang telah menghadapi tantangan yang lebih berat dalam melaksanakan aktivitas perpajakan daripada negara maju, karena terdapat faktor struktur perekonomian, teknikal, finansial, hingga keterbatasan akses data. Hal tersebut telah menimbulkan kesenjangan pemenuhan standar perpajakan internasional antara negara maju dan berkembang.

Baca juga Indonesia Tuan Rumah, Ini Dia Agenda Perpajakan G-20

Di tengah upaya penanganan based erotion profit shifting, sebagai salah satu agenda presidensi G20 Indonesia, suara negara berkembang telah menjadi pertimbangan besar dalam pengembangan kebijakan perpajakan internasional. Oleh karena itu, suara negara berkembang harus didengarkan dan menjadi pertimbangan. Partisipasi mereka perlu sepenuhnya terintegrasi dengan proses pengambilan keputusan, sehingga mereka dapat memiliki pengaruh secara langsung dalam membentuk peraturan perpajakan internasional untuk mengatasi based erotion profit shifting dan memastikan playing field yang setara.

Ia pun menyebutkan bahwa standar perpajakan internasional harus dapat menjadi solusi global atas berbagai tantangan dan mampu bekerja di berbagai pengaturan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang inklusif dalam penyusunan aturan perpajakan internasional.