Apakah kamu tahu PKP dan Non-PKP adalah dua hal yang berbeda? Keduanya memiliki kewajiban yang berbeda. Seorang Pengusaha Kena Pajak dan berpindah menjadi Non-Pengusaha Kena Pajak, begitupun sebaliknya. Mari, pelajari informasinya di sini!
Definisi PKP dan Non-PKP
PKP adalah pengusaha, orang pribadi (orang), atau badan hukum (perusahaan) yang menyediakan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sedangkan, non PKP adalah kontraktor yang belum terverifikasi sebagai PKP. Oleh karena itu, non-PKP tidak wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sekalipun melakukan penyerahan BKP dan JKP. Aturan pembayaran pajak berlaku baik untuk PKP maupun non-PKP dalam menjalankan usahanya.
Namun, PKP dan non-PKP memiliki kewajiban dan hak yang berbeda. Termasuk tarif pajak untuk insentif PKP dan non-PKP. Untuk mendapatkan berbagai insentif pajak khusus non-PKP, pengusaha biasanya harus membuktikan bahwa ia layak mendapatkan surat pernyataan non-PKP.
- Non-Pengusaha Kena Pajak Tidak Wajib Menerbitkan e-Faktur
Dalam perpajakan Indonesia, pengusaha dengan omset tahunan kurang dari Rp 4,8 miliar atau orang yang termasuk kategori non-PKP tidak diwajibkan memungut PPN atau membuat faktur pajak. Namun, pengusaha yang kriterianya masih berdasarkan hasil penjualan tahunan kurang dari Rp 4,8 miliar tetap dapat meminta PKP untuk membayar PPN.
- Menurunkan PPh Non-Pengusaha Kena Pajak
Dalam hal pemungutan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, non-PKP dapat menikmati tarif pajak yang lebih rendah dari PKP, yaitu PPh final PP 23/2018 yaitu sebesar 0,5% dari penjualan bruto. Pajak yang dikenakan pada PKP lebih tinggi yaitu pajak penghasilan badan 25%.
Fungsi dan Manfaat Non-Pengusaha Kena Pajak
Non-PKP tidak perlu melaporkan SPT PPN biasa, maka biaya kepatuhan non-PKP lebih rendah. Melalui konsesi ini, pemerintah berharap perusahaan dengan omzet kurang dari Rp 4,8 miliar atau non-PKP dapat tetap membayar PPh dengan tarif yang lebih rendah dan tetap. Pajak Penghasilan final adalah sistem pembayaran pajak yang dibayarkan secara tunai pada saat penerimaan penghasilan.
Proses ini menyederhanakan mekanisme perpajakan, mengurangi beban administrasi bagi wajib pajak, dan memudahkan beroperasinya usaha kecil yang belum memiliki sistem akuntansi yang baik. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) tertanggal 1 Juni 2018, tarif PPh final adalah sebesar 0,5% dari peredaran suatu tahun pajak. Secara rinci, inilah syarat yang paling penting bagi seorang pengusaha untuk membuat surat pernyataan non-PKP:
- Usaha Mikro atau Rumah Tangga
- Net worth atau kekayaan bersihnya adalah Rp50 Juta
- Omset tahunan rata-rata kurang dari Rp300 Juta.
- Bisnis Kecil
- Net worth atau kekayaan bersihnya kurang lebih Rp50 Juta – Rp500 Juta
- Omset tahunan rata-rata sekitar Rp300 Juta – Rp2,5 Miliyar
- Perusahaan menengah
- Kekayaan bersihnya berkisar antara Rp500 Juta – Rp10 Miliyar
- Hasil penjualan per tahun sekitar Rp2,5 Miliyar – Rp50 Miliyar.
Baca juga: Mekanisme e-Bupot PPh Pasal 23/26
Mengenal Surat Pernyataan Non-Pengusaha Kena Pajak
Untuk membuktikan secara sah bahwa kontraktor bukan PKP, maka kontraktor harus secara formal dan sah membuat pernyataan non-PKP. Lalu, bagaimana cara membuat surat penjelasan? Jawabannya adalah tidak ada bentuk standar untuk ekspresi non-PKP. Namun secara umum, surat tersebut memuat informasi sebagai berikut:
- Surat tertulis di KOP surat bisnis dan menyebutkan “Syarat Non-PKP”
- Cantumkan keterangan tentang nama dan status pemberi bahwa dia bukan “pengusaha kena pajak”
- Isikan nama perusahaan yang tidak termasuk kategori non-PKP dan alamat perusahaan
- Kolom NPWP berisi NPWP perusahaan
- Pemberitahuan bahwa yang menandatangani bukan PKP dalam pengertian UU Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, perusahaan tidak bertanggung jawab untuk melaporkan PPN atas penjualan/penyerahan BKP/JKP
- Penjual dengan status non PKP, penjual dapat melakukan surat pernyataan non PKP kepada nasabahnya. Surat ini nantinya sebagai bukti bahwa perusahaan yang bersangkutan berstatus non-PKP dan tidak dapat menerbitkan faktur pajak, sehingga akan diganti dengan bukti pembayaran. Pengusaha golongan non-PKP dilarang memungut PPN atau menerbitkan faktur pajak. Pelanggaran aturan dapat mengakibatkan hukuman penjara atau denda.
Cara Non-Pengusaha Kena Pajak Melakukan Pembayaran Pajak
Pengusaha di luar pengusaha kena pajak yang ingin membuat surat pernyataankan pajak, hanya menghitung penghasilan kotornya setiap bulan dan mengalikannya dengan 0,5 persen dari pemotongan pajak. Perusahaan selain pengusaha kena paajak tidak perlu membuat faktur pajak, sehingga SPT PPN tidak harus dilaporkan setiap bulan. Artinya, pengusaha non-PKP cukup mendeklarasikan pajak penghasilan. Berikut informasi lebih lanjut mengenai pelaporan pajak penghasilan badan non PKP:
- Menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Masa (SPT) Pajak Penghasilan
- Selain menggunakan formulir SPT PPh perusahaan, non-PKP harus menyertakan lembar ketiga asli Surat Setoran Pajak (SSP) jika ingin melaporkan SPT Tahunan PPh Badan atau SPT Tahunan ke KPP
- Jika SPT Tahunan sudah online, dapat dilaporkan dengan pengajuan online melalui PJAP atau Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan seperti Pajakku.
Baca juga: Apa Itu Specific Anti Avoidance Rules?
Mekanisme Non-Pengusaha Kena Pajak Menjadi Pengusaha Kena Pajak
Anggota selain anggota pengusaha kena pajak yang menjadi kontraktor pajak harus memenuhi persyaratan yang ditentukan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, seorang pengusaha masuk dalam kategori PKP jika omset tahunannya lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun. Namun, di Indonesia, pemilik usaha kecil bisa menjadi PKP jika mau. Caranya adalah dengan mendaftar ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha (NPPKP).
Manfaat Menjadi Pengusaha Kena Pajak bagi Non-Pengusaha Kena Pajak
Berikut adalah keuntungan yang bisa Anda dapatkan sebagai PKP:
- Dapat menyertakan potongan pajak dalam pembelian (pembelian) sehubungan dengan perolehan BKP/JKP (Barang kena pajak atau jasa kena pajak)
- Dapat mengklaim pengembalian atau rabat PPN
- PKP dinilai sebagai sistem yang baik, memiliki legitimasi hukum dan membayar pajak dengan tepat
- PKP dianggap sebagai perusahaan besar, sehingga bekerja dengan raksasa lain tampaknya lebih mudah
- Dapat melaksanakan acara penjualan dengan bendahara negara atau proyek tender negara
- Model produksi dan investasi yang lebih baik karena GDP/GDP dibayar oleh konsumen
- Dengan status PKP, pengusaha merasa memiliki peluang lebih besar untuk berkembang.
Namun, kondisi PKP tidak selamanya baik. PKP juga harus memenuhi tugas sebagai berikut:
- Wajib memungut PPN/PPnBM
- Harus menyerahkan PPN/PPnBM kurang bayar dengan Surat Jaminan Pajak (SSP). Dalam hal ini, pajak penjualan lebih tinggi daripada pajak masukan
- Setelah poin kedua, wajib melaporkan SPT musiman PPN/PPnBM yang harus dilunasi paling lambat akhir bulan berikutnya.









