Segera Diterapkan, Begini Simulasi Pajak yang Mesti Dibayar Penjual Online

Pemerintah tengah mempersiapkan sistem baru dalam pemungutan pajak digital. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025 yang diturunkan dalam PER-15/PJ/2025, marketplace resmi ditunjuk sebagai pihak yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 dari penghasilan pedagang online. 

Meski aturan ini sudah berlaku mulai 5 Agustus 2025, implementasi teknisnya masih menunggu Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP Dirjen Pajak) yang akan memuat daftar resmi marketplace yang ditunjuk. Dengan kata lain, pemotongan pajak oleh marketplace baru bisa berjalan efektif setelah keputusan tersebut diterbitkan. 

Beleid tersebut juga menegaskan bahwa penjual online wajib menyampaikan surat pernyataan kepada marketplace. Surat itu berisi informasi bahwa omzet tahunannya melebihi Rp500 juta

Apabila penjual sudah menyampaikan surat pernyataan, barulah marketplace wajib mulai memungut PPh Pasal 22 sejak awal bulan berikutnya. Ini berarti, penjual yang omzetnya di bawah Rp500 juta tidak termasuk dalam kewajiban pemungutan PPh 22. 

Baca Juga: Unduh Surat Pernyataan Penjual Online PMK 37/2025 Di Sini! 

Kewajiban Penjual (Merchant) 

Agar berjalan lancar, pedagang di marketplace wajib memberikan informasi berikut: 

  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK). 
  • Alamat korespondensi. 
  • Surat pernyataan omzet (di bawah atau di atas Rp500 juta). 
  • Surat keterangan bebas pemotongan/pemungutan pajak (jika ada). 

Informasi tersebut harus disampaikan sebelum penjual menerima penghasilan dari transaksi di marketplace. 

Kewajiban Marketplace 

Marketplace memiliki peran penting sebagai pemungut pajak. Mereka wajib: 

  • Memungut PPh Pasal 22 dari omzet penjual (tidak termasuk PPN dan PPnBM). 
  • Menyetorkan PPh Pasal 22 ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. 
  • Melaporkan pemungutan tersebut dalam SPT Masa PPh Unifikasi paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. 

Meski demikian, ada beberapa transaksi yang tidak dikenai PPh Pasal 22, seperti penjualan dengan omzet di bawah Rp500 juta (dengan surat pernyataan), penjualan pulsa dan kartu perdana, jasa ekspedisi tertentu, penjualan emas, serta pengalihan hak atas tanah dan bangunan. 

Baca Juga: PER-15/PJ/2025: Kriteria Marketplace sebagai Pemungut PPh 22 

Simulasi Perhitungan Pajak Marketplace 

Agar lebih jelas, mari lihat contoh perhitungannya: 

1. Penjual dengan omzet Rp300 juta per tahun (Orang Pribadi) 

  • Karena omzet masih di bawah Rp500 juta, penjual tidak dikenakan PPh Pasal 22. 
  • Syaratnya, penjual harus menyampaikan surat pernyataan omzet di bawah Rp500 juta kepada marketplace. 

Kesimpulan: Tidak ada PPh yang dipungut. 

2. Penjual dengan omzet Rp1 miliar per tahun 

  • Misalkan omzet dalam 1 bulan sebesar Rp80 juta. 
  • Marketplace memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% × Rp80.000.000 = Rp400.000
  • Jumlah tersebut dipotong langsung dari pembayaran yang diterima penjual. 

Kesimpulan: PPh Pasal 22 sebesar Rp400.000 per bulan bisa menjadi pelunasan PPh Final 0,5%. 

3. Penjual dengan omzet Rp6 miliar per tahun (Non-Final) 

  • Misalkan omzet dalam 1 bulan sebesar Rp500 juta. 
  • Marketplace memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% × Rp500.000.000 = Rp2.500.000
  • Bisnis dengan omzet di atas Rp4,8 miliar tetap dikenakan tarif 0,5%, namun tidak bersifat final. Pajak ini dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan sebagai pengurang pajak terutang. 

Kesimpulan: PPh Pasal 22 bukan pelunasan akhir, tetapi menjadi kredit pajak. 

Untuk memberikan gambaran, berikut simulasi pemotongan pajak yang akan diterapkan. Tarif PPh Final adalah 0,5% dari omzet bulanan penjual

Omzet Bulanan 

Tarif Pajak (0,5%) 

Pajak yang Dipotong 

Pendapatan Bersih yang Diterima 

Rp5.000.000  0,5%  Rp25.000  Rp4.975.000 
Rp20.000.000  0,5%  Rp100.000  Rp19.900.000 
Rp50.000.000  0,5%  Rp250.000  Rp49.750.000 

Penutup 

Dengan diberlakukannya aturan ini, peran marketplace semakin besar dalam mendukung kepatuhan pajak. Bagi penjual, penting untuk menyiapkan surat pernyataan omzet serta memahami simulasi perhitungan pajak agar bisa menyesuaikan strategi bisnis sejak awal. 

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News