Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah telah menyepakati postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang akan menjadi tahun pertama pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Salah satu poin utama yang disepakati adalah penurunan batas bawah defisit APBN 2025 dari sebelumnya 2,45% menjadi 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Rancangan APBN ini dinilai sebagai ajang dalam menunjukkan komitmen pemerintah Prabowo-Gibran dalam menjaga stabilitas fiskal dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sebagai perbandingan, di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), RAPBN sering kali difokuskan pada peningkatan infrastruktur dan pengurangan ketimpangan sosial, dengan defisit anggaran yang lebih fleksibel untuk mendukung investasi publik. Pada RAPBN 2024 di era Jokowi, batas defisit ditetapkan lebih tinggi untuk memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi pembangunan infrastruktur dan program sosial.
Penyesuaian Target Pendapatan Negara
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa penetapan ini diambil berdasarkan penyesuaian target pendapatan negara yang meningkat dari 12,14% dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 menjadi 12,3% dari PDB. Keputusan ini dicapai melalui kesepakatan antara pemerintah dengan Komisi XI dan Komisi VII DPR. Febrio mengusulkan penurunan batas bawah defisit dari 2,45% menjadi 2,29% dari PDB sebagai konsekuensi dari peningkatan target pendapatan negara. Sementara itu, batas atas defisit tetap dipertahankan pada angka 2,82% dari PDB.
Asumsi Dasar Makroekonomi 2025
Keputusan ini juga mengakomodasi asumsi dasar makro ekonomi 2025 yang telah disepakati sebelumnya. Dengan target defisit yang lebih rendah, pemerintah tidak mengubah asumsi pembiayaan investasi yang berada di rentang 0,3% hingga 0,5% dari PDB. Selain itu, rasio utang atau debt ratio berubah akibat dari peningkatan pendapatan, dengan batas bawah turun menjadi 37,82% dan batas atas menjadi 38,71%.
Penyesuaian Postur APBN 2025
Selain defisit, pemerintah dan DPR juga melakukan penyesuaian pada beberapa pos dalam postur APBN 2025. Belanja negara tetap dijaga di batas bawah 14,59% dan batas atas 15,18% dari PDB, dengan belanja pemerintah pusat berada di kisaran 10,92% hingga 11,17% dari PDB. Sementara itu, belanja melalui Transfer ke Daerah (TKD) berada di angka 3,67% hingga 4,01% terhadap PDB. Dengan mempertimbangkan defisit dan pembiayaan investasi, keseimbangan primer akan tetap dalam kondisi defisit, namun dijaga mendekati 0%, yakni di rentang -0,14% hingga -0,61% dari PDB.
Baca juga: Program Makan Siang Gratis Masuk RAPBN 2025
Tantangan Menjaga Defisit APBN
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah berupaya mematok defisit di bawah 2%. Tujuan penurunan ini adalah untuk memberikan ruang fiskal yang lebih luas kepada pemerintahan Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Suharso berharap defisit bisa turun lebih jauh lagi, berada di antara 1,5% hingga 1,8%.
Namun, dalam rapat terakhir pada Kamis, 20 Juni 2024, defisit yang direncanakan turun hanya 0,16%. Meski demikian, keputusan final mengenai target defisit akan diumumkan dalam Nota Keuangan oleh Presiden Joko Widodo pada Agustus mendatang.
Pentingnya Keseimbangan Fiskal
Keputusan ini menekankan pentingnya keseimbangan fiskal dalam menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks. Menurunkan batas defisit diharapkan dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi pemerintah dalam mengelola anggaran dan memastikan keberlanjutan fiskal. Dengan pendapatan negara yang meningkat dan rasio utang yang lebih rendah, pemerintahan berikutnya sementara ini tampak berusaha untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mempersiapkan landasan yang kuat untuk pertumbuhan di masa depan.









