Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (19/3), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memaparkan hasil realisasi penerimaan pajak negara per Februari 2024 yaitu sebesar Rp269,02 triliun. Akan tetapi, angka realisasi penerimaan pajak tersebut terkontraksi 3,9% year on year (YoY) dan 19,75% month to month (MtM).
Sementara laporan penerimaan pajak secara bruto juga menunjukkan tren yang positif. Seperti yang diketahui, pajak bruto dipungut dari lintas sektor ekonomi, seperti sektor perdagangan, manufaktur, dan jasa. Hal ini mengisyaratkan bahwa perusahaan dan individu, dalam hal ini mayoritas masyarakat dalam suatu negara dalam kondisi menghasilkan lebih banyak pendapatan. Selain itu, tren positif pajak bruto juga merupakan indicator positif bagi kesehatan ekonomi.
Secara tren bulanan, bulan Februari secara umum penerimaannya akan lebih rendah dari penerimaan bulan Januari karena pada bulan Januari ditopang oleh penerimaan lain seperti libur nataru (natal dan tahun baru).
Penerimaan pajak terbesar bulan Februari berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) non migas dengan catatan realisasi sebesar Rp147,26 triliun atau sekitar 13,85% dari target APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tercatat menghasilkan penerimaan sebesar Rp108,48 triliun atau 13,37% dari target. Penerimaan pajak lainnya, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya mencatat penerimaan sebesar Rp2,02 triliun atau 5,37% dari target. Pajak terakhir adalah PPh migas yang telah terealisasi Rp11,25 triliun atau dalam persen sebesar 14,73% dari target.
Baca juga: Apa Itu Pajak Non Migas?
Sebelumnya, pada bulan Januari Menkeu menyebut capaian pajak mencapai Rp149,25 triliun atau setara 7,5% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan PPh Non-Migas
Secara definisi, Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang ditanggung orang pribadi atau badan atas tambahan kemampuan ekonomis yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan penggunaannya dipakai untuk konsumsi atau menambah jumlah kekayaan. Penghasilan yang masuk dalam definisi ini mencakup keuntungan usaha, hadiah, honorarium, gaji, dan sebagainya.
Sedangkan PPh migas khusus mencakup penghasilan yang berasal dari luar sumber daya bumi, contoh yang termasuk PPh migas yaitu sektor pertanian, kerajinan, industri, dan sektor lainnya.
Dikutip dari berbagai sumber, penerimaan pajak PPh nonmigas dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
- Tingkat Penghasilan: Secara langsung, tingkat penghasilan individu atau perusahaan akan berdampak pada jumlah PPh yang harus dibayarkan. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar potensi PPh yang akan diterima oleh pemerintah.
- Pertumbuhan Ekonomi: Pertumbuhan ekonomi yang kuat dapat meningkatkan aktivitas bisnis dan pendapatan masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan penerimaan PPh.
- Investasi dan Pengembangan Infrastruktur: Investasi yang meningkat dan pengembangan infrastruktur dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi tertentu yang dapat berkontribusi pada peningkatan pendapatan dan penerimaan PPh.
- Kondisi Pasar Tenaga Kerja: Kondisi pasar tenaga kerja yang stabil dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan yang pada gilirannya dapat meningkatkan penerimaan PPh.
- Kebijakan Pajak: Kebijakan perpajakan yang diterapkan oleh pemerintah, termasuk tarif pajak dan aturan perpajakan lainnya tentu tidak luput dari faktor yang akan memengaruhi besarnya PPh yang diterima dari sektor nonmigas.
- Kepatuhan Pajak: Tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar PPh juga memengaruhi penerimaan pajak. Semakin tinggi tingkat kepatuhan, semakin besar penerimaan PPh yang dapat diperoleh.
Baca juga: Hingga Februari 2024, Sri Mulyani Kantongi Pajak Digital Rp22,18 Triliun









