Pemerintah kembali menerbitkan aturan turunan UU HPP. Aturan tersebut ialah Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan (PP 50/2022).
PP 50/2022 ini sekaligus mencabut PP yang berlaku sebelumnya, yakni PP 74/2011 s.t.d.d. PP 9/2021, karena dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi perpajakan dan pengaturan dalam UU HPP.
Sama halnya dengan PP 49/2022 yang merupakan aturan turunan UU HPP dari klaster PPN, PP 50/2022 ini juga mulai berlaku pada tanggal diundangkan yakni 12 Desember 2022. Aturan turunan UU HPP klaster KUP ini mempunyai 15 Bab yang terdiri dari 74 Pasal.
Pembahasan di dalamnya mencakup penggunaan NIK menjadi NPWP, pajak karbon, pembukuan dan pemeriksaan, surat ketetapan pajak tambahan, proses pengajuan keberatan hingga gugatan, kuasa wajib pajak dan rahasia jabatan, ketentuan penagihan pajak, hingga penerapan prosedur persetujuan bersama. Berikut ini adalah pokok-pokok perubahan dalam PP 50/2022 yang memuat 15 Bab:
Bab I: Ketentuan Umum
Pada bab ini membahas berbagai definisi dari istilah yang akan ditemukan dari PP 50/2022. Perlu diketahui bahwa ada beberapa penambahan definisi, yaitu penyidikan, penyidik, surat keputusan persetujuan bersama, data kependudukan, data balikan, kesepakatan harga transfer, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan pajak karbon.
Bab II: NPWP, Surat Pemberitahuan, Pengungkapan Ketidakbenaran, dan Tata Cara Pembayaran Pajak
Bab ini menjelaskan terkait pengaturan NIK sebagai NPWP dengan mekanisme aktivasi, menambah Surat Keputusan Persetujuan Bersama sebagai dasar dalam pembetulan dan pengembalian kelebihan pajak, serta mengatur batasan pembetulan SPT.
Bab III: Pembukuan dan Pemeriksaan
Bab ini mengatur dengan jelas ketentuan penangguhan pemeriksaan yang ditindaklanjuti dengan pemeriksaan bukti permulaan.
Baca juga
Bab IV: Penetapan dan Ketetapan
Bab ini menghapus ketentuan verifikasi yang berkaitan dengan penerbitan surat ketetapan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 73/P/HUM/2013. Selain itu, juga menambahkan syarat laporan keuangan yang diaudit dalam pencabutan kriteria Wajib Pajak tertentu supaya selaras dengan syarat penetapannya.
Baca juga PP 49/2022 Atur Fasilitas PPN Dibebaskan dan Tidak Dipungut, Cek Poin Pentingnya Disini!
Bab V: Keberatan, Pengurangan, Pembetulan, Penghapusan, Pembatalan dan Gugatan
Pada bab ini terdapat sejumlah poin yang diatur. Pertama, menurunkan sanksi keberatan dan sanksi banding serta menambahkan pengaturan sanksi peninjauan kembali berdasarkan pengaturan dalam UU HPP. Kedua, menambahkan lingkup surat keputusan yang dapat dilakukan pembetulan, antara lain Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan PBB, Surat Tagihan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi PBB, Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB, dan Surat Keputusan Persetujuan Bersama.
Bab VI: Imbalan Bunga
Bab ini secara tegas memberikan kepastian hukum bahwa pelaksanaan imbalan bunga bagi Wajib Pajak yang mengajukan peninjauan kembali akan diberikan setelah putusan peninjauan kembali diterima oleh DJP. Adapun, tanggal putusan banding atau peninjauan kembali diterbitkan adalah tanggal putusan diterima DJP.
Bab VII: Penagihan
Pada bab ini menambahkan pengaturan Surat Keputusan Persetujuan Bersama sebagai landasan dalam penagihan pajak. Selain itu, juga menambahkan klaim pajak sebagai dasar penagihan, serta menambahkan pengaturan tagihan pajak sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) atas Surat Ketetapan Pajak yang belum inkracht bukan merupakan utang pajak.
Bab VIII: Kuasa Wajib Pajak dan Rahasia Jabatan
Bab ini mengatur ulang kriteria kuasa Wajib Pajak berdasarkan Pasal 32 UU HPP serta menyesuaikan kerja sama pemberian data dengan pihak lain terkait kerahasiaan jabatan Pasal 23 UU HPP.
Baca juga Ketentuan Baru Proses Pemeriksaan Pabean, Artificial Intelligence Ikut Andil
Bab IX: Penerapan Prosedur Persetujuan Bersama
Bab ini mengatur mengenai penerapan prosedur persetujuan bersama atau mutual agreement procedure (MAP) berdasarkan Pasal 27C UU HPP.
Bab X: Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan
Bab ini mengatur pemulihan kerugian pada penerimaan negara berdasarkan Pasal 44B UU HPP. Selain itu, juga mengatur kewenangan menteri keuangan untuk mengusulkan pencegahan dalam rangka penyidikan berdasarkan Pasal 44 UU HPP, serta mengatur penetapan secara in absentia berdasarkan Pasal 44D UU HPP.
Bab XI: Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Secara Elektronik
Bab ini mengatur kewenangan DJP menerbitkan keputusan dalam bentuk elektronik serta penggunaan tanda tangan elektronik tersertifikasi atau segel elektronik tersertifikasi.
Bab XII: Integrasi Basis Data Kependudukan dengan Basis Data Perpajakan
Bab ini mengatur kewenangan Menteri Keuangan dalam menerima serta meminta data kependudukan dan data balikan dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) berdasarkan amanah Pasal 22 UU HPP.
Bab XIII: Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Pajak Karbon
Bab ini secara jelas mengatur tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak terkait dengan pajak karbon. Merujuk pada Pasal 69 ayat (2) PP 50/2022, pajak karbon dilunasi dengan cara dibayar sendiri oleh Wajib Pajak atau dipungut oleh pemungut pajak karbon. Wajib Pajak yang melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon wajib menyampaikan SPT Tahunan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak karbon.
Sementara, Wajib Pajak pemungut pajak karbon harus menyampaikan SPT Masa untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak karbon. Adapun, batas waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 4 bulan setelah akhir tahun kalender dan SPT Masa paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak.
Bab XIV: Ketentuan Peralihan
Bab ini mengatur tentang ketentuan peralihan pengenaan sanksi terkait Pasal 13 ayat (3) UU KUP, Pasal 14 ayat (1) UU KUP, putusan keberatan, putusan banding, putusan peninjauan kembali, serta penghentian penyidikan Pasal 44B UU KUP.
Bab XV: Ketentuan Penutup
Mengatur penerbitan keputusan dalam bentuk elektronik yang diberikan tanda tangan elektronik tersertifikasi atau segel elektronik tersertifikasi harus sudah diterapkan paling lama 5 tahun sejak PP 50/2022 ini berlaku.









