Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki produksi tembakau terbesar di dunia. Dimana Indonesia berada di posisi ke 6 (enam) dengan jumlah produksi mencapai 136 ribu ton atau setara dengan 1,91% dari jumlah produksi tembakau di seluruh dunia. Adapun, setidaknya 3 (tiga) provinsi yang memiliki produksi tembakau terbesar, yakni provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Ketiga provinsi tersebut memiliki tingkat insidensi atau kejadian GTS pada petani tembakau sebesar 63,7%.
Menjadi salah satu negara penghasil tembakau terbesar di dunia, pemerintah di Indonesia melakukan wacana mengenai penaikan cukai terhadap tembakau yang diperkirakan akan mulai diterapkan pada tahun depan, yakni 2023. Namun, wacana tersebut mendapat protes dari berbagai pihak, khususnya para petani tembakau. Para petani tersebut mengkhawatirkan penaikan cukai akan dilakukan dengan tarif tinggi sama seperti penaikan-penaikan sebelumnya.
Ketua Umum APTI (Asosiasi Petani Tembakau Indonesia) Pusat Soeseno mewakili para petani dan seluruh jajaran yang merasa terdampak mengatakan ketidaksetujuan apabila pemerintah melakukan penaikan pada cukai hasil tembakau yang melampaui daya beli masyarakat. Hal ini juga perlu dipertimbangkan dengan kondisi daya beli yang belum sepenuhnya pulih ditambah dengan kenaikan beberapa barang pokok yang terjadi saat ini.
Baca juga Efek Kenaikan Tarif Cukai, Produksi Rokok Turun 48 Persen
Sementara itu, pemerintah telah mencuat wacana revisi atas PP 109/2022 mengenai Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dengan menargetkan pendapatan cukai untuk tahun 2023 sebesar Rp. 245,45 triliun atau mengalami pertumbuhan mencapai 11,6% dibandingkan target yang telah ditetapkan pada Perpres Nomor 98 Tahun 2022. Dimana kenaikan tersebut telah diresmikan dan disampaikan pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2022 pada 16 Agustus silam oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam hal ini, wacana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang akan dilakukan pada tahun 2023 akan membuat para petani tembakau semakin menderita dan tidak sejahtera. Kenaikan yang kerap kali terjadi dari tahun ke tahun memang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi negara. Namun di sisi lain, kenaikan tersebut selalu menjadi keluhan bagi para petani tembakau yang paling terdampak, terlebih pemerintah masih kurang atau bahkan tak kunjung memperhatikan kondisi mereka.
Baca juga Apa Itu Ketentuan Pembebasan Cukai?
Imbas yang terjadi pada para petani membuat Soeseno dan Ketua APTI, yakni Pamekasan Samukrah berharap kepada pemerintah untuk tidak kembali menaikkan cukai tembakau. Semenjak muncul wacana penaikan CHT pada tahun 2022 silam, para petani sudah sangat keberatan dan menolak keras atas penaikan cukai tersebut. Namun, pemerintah masih tidak mendengarkan hingga saat ini wacana tersebut akan dilakukan kembali.
Oleh sebab itu, Samukrah meminta dan mengimbau kepada pemerintah untuk kali ini lebih mempertimbangkan kembali semua aspek kelangsungan hidup petani tembakau dalam menentukan kebijakan atas kenaikan cukai.









