Perwujudan Perdamaian Dunia Melalui Pajak Internasional

Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Alinea ke-4 yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia. Beberapa upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut.  

Upaya tersebut tak luput dari segi perpajakan, dimana Indonesia telah mewujudkan perdamaian dunia melalui Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau yang kerap disebut dengan Tax Treaty. Indonesia menerapkan P3B dengan Model P3B Indonesia yang merupakan kombinasi antara Model OECD (Organization for Economic Co-operation and Development Model) dengan Model UN (Unite Nations Model). 

Tax treaty merupakan perjanjian pajak antara dua negara (bilateral) yang mengatur segala hal terkait pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang didapat oleh penduduk dari salah satu atau kedua pihak negara.

Tujuan dibuatnya kesepakatan tax treaty ialah untuk meminimalisir adanya pengenaan pajak berganda atas penghasilan yang diperoleh oleh wajib pajak dari negara yang telah menjalin mitra P3B tersebut, serta untuk menarik investasi modal asing agar berinvestasi di dalam negeri.

P3B dibuat guna menentukan alokasi hak pemajakan atas transaksi yang terjadi antara negara sumber (negara tempat sumber dari penghasilan berasal) dengan negara domisili (negara tempat wajib pajak tinggal atau tempatnya menetap). 

Baca juga: Apa Itu International Tax Policy?

 

Sejarah Penerapan Tax Treaty di Indonesia 

Peraturan terkait tax treaty di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada tahun 1934, tepatnya pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Kemudian pada tahun 1970, penandatanganan tax treaty pertama kali dilakukan Indonesia dengan 4 negara, yaitu Kanada, Inggris, Belgia, dan Belanda. 

Pada tahun 1983, dibentuk Peraturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dalam peraturan tersebut tercantum peraturan terkait Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Kemudian, peraturan tersebut mengalami beberapa kali perubahan hingga yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.  

Dalam beleid tersebut, tepatnya pada Pasal 32 A, menyebutkan bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dengan tujuan untuk menghindari pajak berganda serta pencegahan pengelakan pajak. Selanjutnya, dibentuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, yang lebih mempertegas peraturan terkait tax treaty di Indonesia.  

Melansir laman pajak.go.id (25/08/2022), sejumlah negara yang telah menjalin perjanjian Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia hingga saat ini yaitu sebanyak 71 negara. Negara-negara tersebut antara lain Afrika Selatan, Aljazair, Amerika Serikat, Armenia, Australia, Austria, Bangladesh, Belanda, Belarus, Belgia, Brunei Darussalam, Bulgaria, Cambodia, China, Denmark, Finlandia, Hongkong, Hungaria, India, Inggris, Iran, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Korea Utara, Kuwait, Laos, Luxembourg, Malaysia, Maroko, Meksiko, Mesir, Mongolia, Norwegia, Pakistan, Papua Nugini, Perancis, Philipina, Polandia, Portugal, Qatar, Republik Ceko, Republik Kroasia, Republik Serbia, Republik Suriname, Rumania, Rusia, Saudi Arabia, Selandia Baru, Seychelles, Singapura, Slovakia, Spanyol, Sri Lanka, Sudan, Suriah, Swedia, Swiss, Taiwan, Tajikistan, Thailand, Tunisia, Turki, Ukraina, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, Venezuela, Vietnam, dan Yordania. 

Baca juga: Belajar Pajak: Apa itu Tax Planning ?

 

Perdamaian Dunia Melalui Tax Treaty  

Tax treaty atau P3B menjadi sumber hukum pada perpajakan internasional dalam setiap transaksi perpajakan yang melibatkan negara mitra. Setiap aspek perpajakan mengikuti kesepakatan yang tercantum dalam P3B. Tax treaty memiliki sejumlah manfaat yang dapat mewujudkan perdamaian antara negara sumber dan negara domisili. 

Manfaat tersebut seperti yang pertama, meminimalisir adanya pemajakan berganda. Kedua, meningkatkan perdagangan antara negara-negara mitra yang menandatangani persetujuan P3B melalui penghilangan pajak berganda. Ketiga, meningkatkan investasi modal asing sebagai sarana pendukung pertumbuhan ekonomi dan sosial pada negara berkembang.

Keempat, membentuk kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar dua negara dengan mengutamakan prinsip saling menguntungkan. Kelima, mencegah pengelakan pajak dengan melalui pertukaran informasi antar negara mitra. 

Penerapan tax treaty dalam perpajakan internasional tentunya saling menguntungkan antar kedua negara yang menjalin perjanjian, baik negara domisili maupun negara sumber. Melalui tax treaty dapat menciptakan iklim ekonomi yang lebih baik dan stabil dimana penerima penghasilan tidak merasa terbebani oleh pajak, negara pun dapat menerima tambahan investasi modal asing, dan antar negara yang menjalin perjanjian tax treaty terjalin hubungan bilateral yang mendukung perdamaian dunia.