Pajak merupakan kewajiban yang diperuntukkan oleh wajib pajak, baik individu atau badan. Pembayaran dilakukan kepada negara melalui Direktorat Jendral Pajak (DJP) selaku instansi yang berwenang untuk menerimanya dengan imbal balik tidak langsung diberikan oleh negara. Pemungutan pajak tersebut tentunya bersifat paksa, namun tetap harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Begitupun kewenangan dalam pengaturan aspek internasional yang disesuaikan dengan ketentuan pajak di setiap negara. Dalam hal ini terlihat bahwa pajak internasional merupakan pungutan yang merujuk pada aspek internasional yang tentunya memiliki ketentuan berbeda dan berasal dari masing-masing negaranya. Lantas apa itu Pajak Internasional dan Bagaimana Kebijakannya? Mari simak informasinya!
Apa Itu Pajak Internasional ?
Bagi orang awam istilah pajak internasional mungkin terdengar asing, bahkan bagi sebagian orang yang berada di lingkungan akuntansi maupun pajak pun merasakan hal yang sama. Bagi mereka, pajak internasional masuk ke dalam kategori pajak yang proses pemajakannya masih sulit dimengerti atau membingungkan.
Pada umumnya, pajak internasional diartikan sebagai sebuah kesepakatan perjanjian antar negara atas penghindaran pajak berganda (tax treaty). Hubungan diplomatik (Konvensi Wina) menjadi acuan atas ketentuan dasar pengenaan pajak untuk pajak internasional ini. Acuan tersebut dapat mengakibatkan tidak berlakunya ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku di negara-negara tertentu terhadap penduduk atau badan-badan asing, jika hal ini telah disepakati dalam suatu konvensi hubungan bilateral antara negara-negara yang bersangkutan.
Definisi Pajak Internasional
Pajak Internasional dapat diartikan sebagai alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri, membantu memajukan perdagangan antar negara dan mendorong laju investasi di masing-masing negara, serta upaya pemerintah dalam meminimalisir pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Pemberlakuan pajak internasional ini juga sebagai upaya setiap negara dalam menghindari pajak berganda (tax treaty) yang menghambat aktivitas perdagangan investasi.
Dasar Hukum Pajak Internasional
Pada dasarnya hukum pajak bersifat umum atau publik. Hukum tersebut atas dasar hubungan yang terjalin antar negara, orang, maupun badan yang memiliki kewajiban perpajakan. Hukum pajak juga dapat diartikan sebagai ketentuan peraturan atas otoritas pemerintah dalam melakukan pungutan atas kekayaan yang dimiliki wajib pajak guna dialokasikan kembali melalui kas negara pajak internasional untuk kepentingan seluruh masyarakat. Dikarenakan mengacu pada aspek-aspek internasional dan dapat dikenakan pada subjek, objek, hingga pemungut pajak, hukum pajak internasional ini dibedakan menjadi 3 kategori berdasarkan :
- Hukum pajak nasional, yaitu peraturan pajak yang dikeluarkan secara sepihak dan tidak ditujukan kepada pihak lain.
- Traktat, dalam hal ini traktat merupakan hukum yang diartikan sebagai perjanjian pajak antar negara guna menghindari pajak berganda (tax treaty), menetapkan tarif duane, meminimalisir penyeludupan pajak, hingga membantu mengatur laba BUT (Badan Usaha Tetap).
- Hukum yang diberikan atas putusan hakim, baik nasional maupun internasional.
Subjek Pajak Pajak Internasional
Adapun, beberapa kriteria wajib pajak yang dikenakan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang dikenakan oleh Indonesia :
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam kurun waktu setahun atau 12 bulan, serta badan yang tidak didirikan atau bertempat di wilayah Indonesia, namun menjalankan kegiatan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam kurun waktu setahun atau 12 bulan, serta badan yang tidak didirikan atau bertempat di wilayah Indonesia, namun yang memperoleh penghasilan atau kekayaan dari Indonesia.
Pajak Internasional di Indonesia
Sejauh ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup sering melakukan hubungan kerja sama dengan negara-negara lain. Hubungan yang dilakukan mengenai kegiatan ekspor dan impor serta kegiatan lainnya merujuk pada perdagangan internasional. Kegiatan tersebut tentunya melibatkan wajib pajak dalam negeri dalam memperoleh kekayaan atau sumber penghasil.
Selain itu, Indonesia sudah termasuk dalam jajaran negara yang melakukan kesepakatan atas hubungan diplomatik (Konvensi Wina), yang mana setiap negara yang melakukan kesepakatan tersebut sudah terikat oleh ketentuan hukum antar negara. Adupun, beberapa faktor mendasari terjadinya kesepakatan tersebut, antara lain :
- Berdasarkan Personal Connecting Factor, dimana hubungan antara hak suatu negara dalam perpajakan berdasarkan status pada subjek pajak terkait, namun pada wajib pajak pribadi ketentuannya bisa dilihat berdasarkan domisilinya.
- Berdasarkan Objective Connecting Factor, dimana hubungan antara hak suatu negara dalam perpajakan berdasarkan kegiatan ekonomi yang terjadi ataupun objek pajak yang berkaitan pada daerah teritorial negara tersebut.
Dalam perlakuan pajak, Indonesia hanya menerapkan pemungutannya pada subjek dan objek pajak yang berada di wilayah Indonesia atau bisa dikatakan bahwa badan yang tidak berada di wilayah Indonesia tidak memiliki kewajiban dalam pengenaan pajak tersebut, kecuali pajak yang dikenakan akan berkaitan dengan subjek dan objek yang berada di luar wilayah Indonesia yang memiliki hubungan yang cukup dekat terkait dengan perekonomian dan hubungan kenegaraan dengan Indonesia sendiri.
Ketentuan pemajakan tersebut tertuang dalam peraturan perpajakan nasional yang mengatur P3B dalam Undang-Undang perihal Pajak Penghasilan ataupun pada Bagian 32A, yang mengatur perihal otoritas pemerintah dalam menyepakati semua perjanjian dengan negara terkait dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Perpajakan Nasional Undang-Undang Pajak Penghasilan dalam Pasal pasal 3 perihal apa yang tidak termasuk dalam pengertian pajak beserta istilah-istilah lainnya.
Dalam hal ini pun peraturan pada pajak internasional di Indonesia juga kembali di perbaharui atas Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yakni Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 atas Pasal 2 ayat (3) dan (4) serta pada Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 perihal Pajak Penghasilan s.t.d.t.d.
Ruang Lingkup Pemajakan Pajak Internasional
Pada dasarnya ketentuan pajak internasional yang berlaku di setiap negara didasari atas ketentuan pajak dalam negeri (domestic) dalam mendapatkan penerimaan pajak dari luar negeri maupun wajib pajak asing yang mendapatkan kekayaan atau penghasilan dari dalam negeri (domestic). Selain pada ketentuan nasional, pajak internasional juga mengacu pada aspek-aspek internasional berupa perjanjian pajak hingga praktik pajak global (Gunadi, 1997).
Oleh sebab itu, proses pemajakan untuk pajak internasional ini akan memberikan cara bagaimana memungut kekayaan atau penghasilan dari wajib pajak asing, baik pribadi ataupun badan dan bagaimana cara memungut pendapatan yang dihasilkan orang pribadi ataupun badan yang berasal dari Indonesia dan tentunya disesuaikan oleh hukum dari negara itu sendiri serta kesepakatan atas pajak berganda (tax treaty).
Guna memudahkan pemahaman atas pemajakan internasional khususnya di Indonesia, berikut pemajakannya yang dibedakan berdasarkan dua pandangan yang dilihat berdasarkan subjek hingga objek Pajak :
- Taxing Inbound Income atau pemajakan pada Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari luar negeri.
- Taxing Outbound Income atau pemajakan pada Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari dalam negeri.









