Pengertian dan Jenis Kredit Pajak

Kredit pajak merupakan istilah yang jarang dikenali oleh masyarakat. Padahal, kredit pajak ini termasuk istilah perpajakan yang cukup penting untuk diketahui. Hal tersebut disebabkan, karena pada dasarnya kredit pajak merupakan komponen yang nantinya akan ditemui ketika proses membayarkan kewajiban perpajakan di negara Indonesia.  

 

 

Apa Itu Kredit Pajak? 

 

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) pasal 28 menyebutkan bahwa kredit pajak merupakan jumlah pajak yang telah dibayarkan atau telah terhitung oleh wajib pajak pada awal periode pajak. Maka dari itu, kredit pajak merupakan akumulasi dari pajak yang diperoleh dari pihak lain serta telah dikurangi dengan pajak terutang. Di samping telah tercantum pada pasal 28 UU PPh, pengertian seputar kredit pajak juga dimuat di dalam pasal-pasal pajak lainnya.  

 

 

Jenis Kredit Pajak

 

Seperti yang telah dijelaskan, kredit pajak ini merupakan perhitungan perpajakan yang berpatokan pada jenis-jenis pajak tertentu. Jenis-jenis kredit pajak ini tertuang pada pasal 28 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 yang sudah diamandemen menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang disebut dengan UU PPh. Jenis-jenis kredit pajak yang tercantum pada UU PPh ini yakni: 

  • Menurut pasal 22 undang-undang pajak penghasilan (UU PPh), pemungutan pajak dari penghasilan atau pendapatan kegiatan impor ataupun kegiatan usaha lainnya dianggap sebagai kredit pajak 
  • Menurut pasal 21 undang-undang pajak penghasilan (UU PPh), terdapat pemotongan perpajakan dari penghasilan jasa, perkerjaan, serta kegiatan
  • Menurut pasal 23 undang-undang pajak penghasilan (UU PPh), pemotongan pajak dari penghasilan seperti bunga, dividen, royalti, hadiah, sewa, maupun penghargaan, atau imbalan jasa
  • Menurut pasal 26 Ayat (5) undang-undang pajak penghasilan (UU PPh), pemotongan pajak atas penghasilan 
  • Menurut pasal 24 undang-undang pajak penghasilan (UU PPh), pajak yang dibayarkan ataupun pajak terutang atas penghasilan dari luar negeri boleh dikreditkan 
  • Menurut pasal 25  undang-undang pajak penghasilan (UU PPh), pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak.  

 

Terkait penjelasan lebih lanjut mengenai jenis-jenis kredit pajak di atas adalah sebagai berikut: 

 

PPh Pasal 22 

Pemungutan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 terdiri dari yang bersifat final dan tidak final. Terkait PPh pasal 22 yang tidak bersifat final bisa dikreditkan dari total pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun pada saat pengisian surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan).

 

PPh Pasal 23 

Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak penghasilan pada tahun berjalan yang dipotong dari penghasilan yang telah diterima oleh wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap yang berupa penghasilan bunga, dividen, sewa, hadiah penghargaan, bonus, dan sejenisnya yang mana selain dari yang sudah dipotong PPh Pasal 21 ayat (1) huruf e.

 

Penghasilan-penghasilan tersebut akan dikenakan tarif pajak sebesar 15% dari jumlah bruto penghasilannya. Sementara itu, beberapa jenis penghasilan lainnya akan dikenakan tarif pajak sebesar 2% yang meliputi sewa dan penghasilan lain terkait dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan harta yang sudah dikenakan PPh sebagaimana yang telah tertuang pada pasal 4 ayat (2) serta imbalan yang berkaitan dengan jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa Teknik, jasa konsultan, maupun jasa lain selain dari jasa yang sudah dikenakan PPh pasal 21.  

 

 

Baca juga: Glosarium Pajak: Kredit Pajak PPh dan PPN

 

 

PPh Pasal 24 

Pada umumnya, wajib pajak dalam negeri (WPDN) akan terutang pajak dari seluruh penghasilan yang diperolehnya yang meliputi pula penghasilan yang diperoleh dari luar negeri. Hal tersebut dikarenakan, sistem perpajakan Indonesia menganut sistem worldwide income.

 

Sehingga, untuk menghindari terjadinya pajak berganda yang disebabkan, karena pengenaan pajak dari penghasilan yang diterima di luar negeri, oleh karena itu besarnya pajak dari penghasilan pajak wajib dalam negeri yang terutang atau yang telah dibayar di luar negeri tersebut bisa dikreditkan dengan total. Ketentuan ini telah diatur dalam Pajak Penghasilan Pasal 24 mengenai hak wajib pajak dalam memanfaatkan kredit pajak wajib pajak di luar negeri.

 

Pada PPh pasal 24 diatur tentang nominal pajak yang dibayarkan di luar negeri yang berfungsi  untuk pengurang dari nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia. Pada UU PPh pasal 24 ayat 1 juga menyatakan bahwa pajak yang dibayarkan ataupun terutang di luar negeri dari penghasilan atau pendapatan yang diperoleh wajib pajak dalam negeri tersebut boleh untuk dikreditkan dengan pajak yang terutang dpada tahun pajak yang sama.

 

Terkait besarnya kredit pajak yang boleh dikreditkan yakni sebesar PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri, namun tidak boleh melebihi perhitungan pajak yang ada pada undang-undang pajak penghasilan.  

 

PPh Pasal 25 

Pada PPh pasal 25 UU PPh menyatakan bahwa pembayaran pajak dapat dicicil ataupun diangsur  di muka dengan membayar cicilan setiap bulan. Terkait besarnya angsuran PPh pasal 25 ini dihitung sesuai dengan data surat pemeberitahuan tahunan pada tahun sebelumnya yang telah dikurangi dengan PPh yang sudah dipungut atau dipotong oleh pihak lain serta kredit pajak lainnya, setelah itu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.  

 

PPh Pasal 26 ayat (5) 

PPh pasal 26 ayat (5) UU PPh secara umum mengatur tentang pemotongan pajak yang boleh dikreditkan atas subjek pajak luar negeri badan yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri atau badan usaha tetap (BUT) yang sifatnya tidak final.

 

Pada prinsipnya, pemotongan pajak atas wajib pajak luar negeri (WPLN) yakni bersifat final namun atas penghasilan atau pendapatan wajib pajak orang pribadi (WP OP) atau badan luar negeri yang statusnya berubah menjadi wajib pajak dalam negeri ataua badan usaha tetap, maka pemotongan pajaknya akan bersifat tidak final sehingga potongan pajak tersebut bisa dikreditkan di surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan).

 

 

Baca juga: Apa Itu Pajak Komisi?

 

 

Tata Cara Pengembalian Pajak 

 

Setelah mengetahui bahwa kredit pajak merupakan perhitungan yang disesuaikan dengan jenis-jenis pajak tertentu, perlu diketahui pula tata cara persyaratan pengembalian pajak. Khususnya ketika pajak yang terutang dalam satu masa pajak ternyata lebih sedikit dibandingkan jumlah akumulasi kredit pajak itu sendiri. Kelebihan tersebut dapat diatur untuk pengembaliannya ataupun dihitung untuk melakukan pembayaran utang pajak lainnya.

 

Berdasarkan pasal 17B ayat (1) undang-undang mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak ataupun pejabat perpajakan mempunyai wewenang untuk melakukan pemeriksaan sebelum proses pengembalian dimana keabsahan bukti pembayaran dan juga bukti pemungutan serta potongan akan dilakukan pemeriksaan kembali meliputi pula kebenaran materiil besar pajak yang terutang.

 

Hasil dari pemeriksaan tersebut akan menjadi penentu atau patokan pengambilan tindakan selanjutnya. Menurut pasal 28A UU PPh, bahwa kelebihan pembayaran pajak merupakan hak dari wajib pajak atau dengan kata lain kelebihan ini wajib dikembalikan sebagai restitusi.  

 

Demikianlah ulasan mengenai pengertian dan jenis-jenis kredit pajak. Informasi ini akan membantu wajib pajak dalam melakukan proses pelaporan perpajakan maupu pembayaran pajak sebab kredit pajak merupakan suatu komponen yang perlu ketelitian dalam memeriksanya. Pastikan bahwa dokumen perpajakannya lengkap guna lebih membantu prosesnya nanti.