Kebijakan Pajak untuk Ekonomi Digital
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan meningkatnya transaksi digital lintas batas, pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 Tahun 2024 mengatur tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang berasal dari luar negeri dan digunakan di dalam negeri melalui perdagangan berbasis sistem elektronik.
Regulasi ini hadir sebagai respons terhadap semakin meningkatnya volume transaksi digital internasional yang terjadi di Indonesia, di mana banyak barang digital dan jasa digital dikonsumsi tanpa melalui saluran distribusi tradisional. Dengan aturan baru ini, pemerintah berupaya memperluas basis pajak dan memastikan bahwa transaksi digital yang memanfaatkan infrastruktur Indonesia tetap memberikan kontribusi pajak.
Ketentuan Umum Pajak atas Pemanfaatan Barang dan Jasa dari Luar Negeri
Menurut Pasal 332, PPN dikenakan atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar negeri yang dimanfaatkan di Indonesia melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). PPN ini dikenakan atas:
- Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, seperti perangkat lunak, lisensi, atau hak cipta yang dibeli dari platform digital luar negeri.
- Jasa Kena Pajak, termasuk layanan berlangganan seperti streaming musik, video, serta layanan konsultasi dan cloud computing.
Baca juga: Cara Pendaftaran Wajib Pajak PMSE di Aplikasi Coretax DJP
Pihak yang Wajib Memungut PPN
Pasal 332 ayat (2) menyatakan bahwa pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN wajib dilakukan oleh Pelaku Usaha PMSE yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Penunjukan ini juga dapat mencakup pedagang atau penyedia jasa luar negeri yang menjual produk atau layanan secara langsung kepada konsumen Indonesia.
Dalam hal transaksi terjadi melalui platform pihak ketiga, Pasal 332 ayat (4) menetapkan bahwa tanggung jawab pemungutan PPN dapat dilakukan oleh platform perdagangan elektronik yang beroperasi di dalam maupun di luar negeri, asalkan platform tersebut ditunjuk sebagai pemungut pajak oleh otoritas pajak Indonesia.
Jenis Barang dan Jasa yang Dikenakan PPN
Berdasarkan Pasal 333, jenis barang dan jasa yang dikenakan PPN meliputi:
- Barang Kena Pajak Tidak Berwujud:
- Hak cipta, paten, desain, dan hak kekayaan intelektual lainnya.
- Perangkat lunak dan lisensi digital.
- Informasi teknis, komersial, atau ilmiah.
- Jasa Kena Pajak:
- Jasa digital seperti streaming, cloud storage, layanan hosting, dan aplikasi berlangganan.
- Jasa konsultasi dan teknis yang dilakukan secara digital dari luar negeri.
Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut PPN
Berdasarkan Pasal 334, penunjukan pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pelaku usaha yang memenuhi kriteria tertentu dapat ditunjuk sebagai pihak lain untuk memungut PPN, antara lain:
- Nilai transaksi yang melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan.
- Jumlah pengakses atau traffic yang mencapai batas tertentu.
Kriteria tersebut ditetapkan oleh DJP dengan mempertimbangkan besarnya transaksi digital yang terjadi di Indonesia.
Prosedur Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Menurut Pasal 336, pemungutan PPN oleh pelaku usaha PMSE dilakukan dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu tarif PPN sebesar 11%. Dasar pengenaan pajak adalah nilai transaksi yang dibayarkan oleh konsumen Indonesia, tidak termasuk PPN.
1. Pemungutan Pajak
Pajak dipungut pada saat pembayaran dilakukan oleh pemanfaat barang atau jasa digital. Bukti pemungutan PPN dapat berupa invoice, billing, atau order receipt yang mencantumkan jumlah PPN yang dipungut.
2. Penyetoran Pajak
Sesuai dengan Pasal 338, PPN yang dipungut harus disetor ke kas negara secara elektronik paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pihak yang bertempat di luar negeri dapat melakukan penyetoran dalam mata uang rupiah atau dolar Amerika Serikat, tergantung pada preferensi mereka.
3. Pelaporan Pajak
Laporan atas PPN yang telah dipungut dan disetor harus disampaikan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN paling lambat akhir bulan berikutnya. Kegagalan dalam pelaporan dapat mengakibatkan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 339.
Baca juga: Perubahan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak Mulai Tahun 2025 sesuai PMK 81/2024
Sanksi atas Ketidakpatuhan
Pemerintah menegaskan bahwa ketidakpatuhan dalam hal pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN akan dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Hal ini termasuk denda bagi pihak yang gagal melaporkan atau menyetorkan pajak yang dipungut.
Dengan penegakan aturan ini, pemerintah berupaya memastikan bahwa pelaku usaha di sektor digital, termasuk yang berada di luar negeri, mematuhi kewajiban pajak yang berlaku di Indonesia.
Para pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN harus segera menyesuaikan sistem mereka untuk mematuhi regulasi ini guna menghindari sanksi yang dapat memengaruhi operasional bisnis mereka. Di sisi lain, konsumen di Indonesia juga diharapkan lebih memahami bahwa pajak atas layanan digital merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan.









