Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melaksanakan deployment pembaruan sistem inti administrasi pajak (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS) pada akhir 2024. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti, mengungkapkan bahwa DJP saat ini sedang melakukan pengujian melalui system integration testing (SIT) dan functional verification testing (FVT).
Setelah tahap pengujian ini selesai, DJP akan melanjutkan ke aktivitas berikutnya yaitu user acceptance test (UAT). Nufransa menjelaskan bahwa setelah UAT, deployment coretax direncanakan akan dilakukan pada akhir 2024. Hal ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi XI DPR pada Senin, 10 Juni 2024.
Sembari melaksanakan pengujian dan persiapan deployment, DJP juga sedang mengadakan pelatihan internal bagi pegawainya. Selain itu, proses migrasi data dari sistem lama ke coretax juga sedang berlangsung. Menurut Nufransa, pada tahun 2025, DJP akan fokus pada post implementation support yang mencakup pemeliharaan sistem dan perbaikan jika terdapat error atau bug. Pengembang aplikasi akan bertanggung jawab atas perbaikan ini.
Tahun ini, anggaran yang digunakan DJP untuk pelaksanaan serangkaian pengujian, migrasi data, dan initial deployment coretax mencapai Rp311,46 miliar. Untuk tahun depan, DJP mengusulkan anggaran sebesar Rp201,74 miliar untuk penyelenggaraan coretax. Rencana anggaran ini mencakup kegiatan utama yaitu post implementation support yang bertujuan untuk memastikan sistem berjalan lancar dan melakukan pemeliharaan jika diperlukan.
Coretax adalah sistem teknologi informasi baru yang dirancang untuk memperbarui dan mengelola berbagai aspek administrasi pajak. Sistem ini dibuat sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018, yang mengatur pembaruan sistem administrasi perpajakan di Indonesia. Implementasi sistem ini akan mengubah setidaknya 21 proses bisnis dalam administrasi pajak. Proses-proses yang akan mengalami perubahan meliputi registrasi, pengelolaan SPT, pembayaran, serta taxpayer account management (TAM).
Baca juga: Mengenal Teknologi Data Quality Management Pada Coretax
Selain itu, layanan wajib pajak, pemrosesan data pihak ketiga, pertukaran informasi (exchange of information/EoI), manajemen kualitas data (data quality management/DQM), sistem manajemen dokumen (document management system/DMS), serta business intelligence (BI) juga akan terpengaruh. Proses bisnis lainnya yang akan mengalami perubahan adalah compliance risk management (CRM), penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan, penagihan, intelijen, penyidikan, keberatan dan banding, nonkeberatan, serta sistem manajemen pengetahuan (knowledge management system).
Coretax diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi pajak di Indonesia. Dengan implementasi coretax, DJP bertujuan untuk menyediakan layanan yang lebih baik kepada wajib pajak serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak. Selain itu, coretax akan mendukung DJP dalam mengelola data dengan lebih baik dan memungkinkan analisis data yang lebih mendalam melalui kemampuan business intelligence yang ditingkatkan.
Transformasi digital ini juga diharapkan dapat memperkuat sistem pengawasan pajak dan memperbaiki manajemen risiko kepatuhan. Dengan adanya compliance risk management (CRM) yang lebih baik, DJP dapat mengidentifikasi dan menangani risiko kepatuhan dengan lebih efisien. Selain itu, sistem baru ini akan mempermudah proses registrasi dan pengelolaan SPT, sehingga wajib pajak dapat lebih mudah memenuhi kewajiban perpajakannya.
Migrasi ke sistem coretax juga memerlukan perhatian khusus terhadap manajemen perubahan (change management) untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan ini. Oleh karena itu, pelatihan internal yang sedang dilaksanakan oleh DJP sangat penting untuk memastikan bahwa pegawai DJP siap menggunakan dan mengelola sistem baru ini dengan efektif.
Pembaruan coretax ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam memperkuat sistem perpajakan dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak. Dengan implementasi sistem ini, DJP berharap dapat mencapai peningkatan kepatuhan pajak, pengelolaan data yang lebih baik, dan pada akhirnya, penerimaan pajak yang lebih optimal.
NITKU Akan Berlaku Bersamaan dengan Coretax
Penggunaan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) akan dimulai bersamaan dengan implementasi sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system (CTAS). Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada Kamis, 6 Juni 2024. Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan bahwa NITKU memang disiapkan untuk mendukung sistem coretax. Oleh karena itu, penerapannya akan menunggu kesiapan implementasi sistem coretax.
NITKU adalah nomor identitas untuk tempat kegiatan usaha wajib pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak, terdiri dari 22 digit yang mencakup 16 digit NPWP dan 6 digit nomor urut cabang. Suryo menyatakan bahwa NITKU akan digunakan dalam konteks coretax, mirip dengan penggunaan NPWP 16 digit untuk cabang, dan penerapannya sedang dipersiapkan untuk dilakukan bersamaan dengan coretax.
DJP saat ini sedang menyiapkan regulasi terkait NITKU, mengingat banyak regulasi yang saat ini hanya memuat ketentuan NPWP cabang dan belum mencakup NITKU. Sebagai contoh, Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 masih mengatur tentang NPWP cabang tanpa menyertakan ketentuan mengenai NITKU. Proses harmonisasi regulasi ini penting agar implementasi coretax dan NITKU dapat berjalan lancar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan demikian, deployment coretax yang direncanakan pada akhir 2024 dan berbagai persiapan yang sedang dilakukan oleh DJP menunjukkan langkah maju dalam transformasi digital administrasi pajak di Indonesia. Pemerintah dan DJP terus berupaya untuk memastikan bahwa sistem baru ini akan memberikan manfaat maksimal bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk wajib pajak dan masyarakat luas.









