Pemerintah Mulai Susun Wacana Insentif Pajak Family Office

Pemerintah Indonesia sedang merancang pembentukan Family Office guna menarik minat para konglomerat asing untuk menempatkan kekayaannya di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan telah mulai membahas skema insentif pajak yang akan diterapkan.

 

Salah satu syarat utama adalah investor harus memenuhi kriteria tertentu untuk mendapatkan insentif pajak tersebut. Investasi dari uang yang ditaruh di dalam negeri menjadi salah satu kewajiban untuk mendapatkan insentif tersebut.

 

Benchmarking Negara Lain

 

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menekankan pentingnya melakukan benchmarking terhadap Family Office di berbagai negara. Beberapa negara telah berhasil membentuk Family Office dapat menjadi contoh sebelum akhirnya diterapkan di Indonesia. Proses benchmarking ini akan membantu Indonesia belajar dari pengalaman negara-negara tersebut.

 

Pelajaran dari Insentif Pajak

 

Dengan beragam pengalaman pemerintah Indonesia dalam merancang fasilitas pajak seperti tax holiday, tax allowance, hingga berbagai insentif untuk mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Menkeu Sri Mulyani menunjukkan optimisme kuatnya dalam penyusunan insentif pajak Family OfficeMelalui peraturan yang ada, pemerintah berharap bisa melihat kemajuan dalam pembahasan Family Office itu sendiri.

 

Kritikan terhadap Kebijakan Insentif Pajak Family Office

 

Peneliti dari The Prakarsa, Bintang Aulia Lutfi, mengkritik pemberian insentif pajak dalam pembentukan Family Office. Menurutnya, meskipun pembebasan pajak bertujuan untuk menarik pemilik modal besar, hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan. Ia menyatakan bahwa perlakuan pemerintah terhadap berbagai kelas ekonomi tidak menjunjung asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan ini, yang dikatakan dapat ‘membawa penerimaan negara’, justru tidak adil bagi masyarakat.

 

Bintang juga menyoroti bahwa orang kaya akan semakin dimanja dengan fasilitas pembebasan pajak jika berinvestasi pada proyek pemerintah. Sementara itu, pemerintah berencana menetapkan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 12% pada 2025 yang akan memberatkan kelas menengah-bawah.

 

Good Governance sebagai Daya Tarik Investasi

 

Family Office dinilai Bintang cukup potensial untuk daya tarik investasi di masa depan, namun dengan catatan dapat disertai oleh kemudahan dalam pendirian usaha atau bisnis, serta tata kelola pemerintahan yang baik. Pemerintah seharusnya memahami bahwa kelonggaran pajak bukan satu-satunya daya tarik bagi investor. Negara dengan kemudahan usaha dan tata kelola pemerintahan yang baik, seperti Singapura dan Brunei Darussalam, justru menjadi pemenang dalam menarik Foreign Direct Investment (FDI).

 

Baca juga: Mengenal Family Office dan Dampaknya Terhadap Perpajakan

 

Indikator Tata Kelola yang Rendah

 

Berdasarkan catatan dari Prakarsa, ditemukan bahwa skor rata-rata indikator good governance Indonesia hanya 48,40, yang dianggap cukup rendah. Indikator ini meliputi efektivitas pemerintahan, kontrol korupsi, stabilitas politik, kualitas regulasi, kepastian hukum, dan kebebasan bersuara. Jika pemerintah terus mengandalkan pembebasan pajak sebagai daya tarik dibanding memperbaiki tata kelola negara, hal ini malah akan menarik investor dengan niat buruk seperti pelaku pencucian uang untuk menanamkan uangnya di Indonesia.

 

Kesenjangan Pajak antara Kelas Pekerja dan Orang Kaya

 

Pendapat ahli lainnya datang dari Eka Afrina Djamhari yang merupakan seorang Research and Knowledge Manager dari Prakarsa. Eka berpendapat dengan tegas bahwa pemerintah harus menerapkan pajak yang lebih berkeadilan antara pekerja dengan orang kaya. Pada tahun 2023, Penelitian Prakarsa menunjukkan bahwa kelas pekerja dikenakan pajak yang lebih tinggi dibanding orang kaya. Kelas pekerja dikenakan tarif pajak antara 0-35%, sedangkan orang super kaya hanya dikenakan pajak sebesar 0-25% untuk pendapatan pasif mereka. 

 

Eka juga menyarankan pajak kekayaan sebagai sumber alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara. Hasil penghitungan Prakarsa menunjukkan pajak kekayaan dapat menyumbang sekitar Rp54 triliun hingga Rp155,2 triliun, enam kali lipat dibandingkan realisasi pajak penghasilan orang pribadi pada tahun yang sama.

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News