Pajak Pertambangan Jadi Penentu Persetujuan RKAB, Ini Kewajiban yang Harus Dipenuhi

Kepatuhan terhadap pajak pertambangan kini menjadi syarat penting dalam proses persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi perusahaan mineral dan batu bara (minerba).  

Melalui integrasi sistem yang dibangun bersama oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), status perpajakan Wajib Pajak sektor minerba kini dapat dipantau langsung saat pengajuan RKAB

Dengan sistem ini, setiap perusahaan tambang harus memastikan semua kewajiban perpajakan telah dipenuhi atau memperoleh tax clearance sebelum RKAB disetujui. DJP menegaskan bahwa langkah ini merupakan upaya bersama untuk mewujudkan industri pertambangan yang lebih transparan, tertib, dan akuntabel. 

Baca Juga: Aturan Pajak Baru untuk Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus

Integrasi Sistem untuk Menjamin Kepatuhan 

DJP dan Kementerian ESDM telah menyosialisasikan ketentuan baru ini kepada ratusan Wajib Pajak minerba. Pelaku usaha diimbau menjaga kepatuhan pajak agar proses perencanaan operasional melalui RKAB dapat berjalan lancar. 

Meski demikian, kewajiban tax clearance belum tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM No. 17 Tahun 2025 tentang tata cara penyusunan dan persetujuan RKAB. Beleid tersebut baru memuat syarat pelampiran bukti pembayaran PNBP minerba, baik untuk tahap eksplorasi maupun operasi produksi.  

Adapun persyaratan kepatuhan pajak yang biasanya dibuktikan melalui Surat Keterangan Fiskal (SKF) saat ini diterapkan melalui integrasi sistem DJP–ESDM. Dengan demikian, pemenuhan kewajiban perpajakan menjadi langkah wajib yang tidak bisa diabaikan perusahaan tambang jika ingin RKAB disetujui. 

Baca Juga: Mengenal Pajak Pertambangan

Pajak Pertambangan yang Harus Dipatuhi Perusahaan Minerba 

Sektor pertambangan memiliki beragam kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi secara rutin. Berikut jenis-jenis pajak yang menjadi perhatian utama perusahaan tambang sebagai bagian dari penilaian kepatuhan: 

  • Pajak Penghasilan (PPh) Badan, di mana perusahaan tambang wajib menghitung dan membayar PPh badan berdasarkan penghasilan bersih yang telah dikurangi biaya eksplorasi, operasi produksi, hingga pascatambang. 
  • PPh Pasal 21 dipotong dari gaji, upah, dan tunjangan karyawan, lalu disetorkan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja. 
  • PPh Pasal 23 dikenakan atas pembayaran jasa tertentu seperti konsultan, sewa alat berat, atau jasa penunjang tambang (analyst sampling, draught survey, PBM & trucking, dan lainnya). 
  • PPh Pasal 4 Ayat (2) merupakan pajak final atas transaksi seperti sewa tanah/bangunan dan jasa konstruksi untuk fasilitas pendukung pertambangan. 
  • PPh Pasal 15 dipungut atas jasa pengangkutan melalui jalur laut, umumnya digunakan dalam distribusi hasil tambang. 
  • PPh Pasal 26 dikenakan jika perusahaan melakukan pembayaran royalti atau jasa kepada pihak luar negeri. 
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Batubara mentah tidak dikenai PPN, namun produk olahan seperti briket tetap dikenakan PPN sesuai ketentuan. 
  • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) meliputi area tambang beserta fasilitasnya, menjadikan PBB sebagai pajak yang sangat relevan dengan kegiatan operasional pertambangan. 

Kelola Pajak Pertambangan Lebih Mudah dengan Pajakku 

Dengan diterapkannya kebijakan baru ini, kepatuhan pajak tak bisa dianggap remeh. Di sisi lain, kewajiban pajak pertambangan yang beragam membutuhkan pengelolaan yang cermat. Pajakku pun hadir sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut. 

Dengan menggunakan solusi Pajakku, proses pencatatan, pembayaran, hingga pelaporan pajak mulai dari PPh hingga PPN dapat dilakukan secara otomatis dan akurat sehingga perusahaan terhindar dari salah hitung dan potensi denda. 

Pajakku menyediakan layanan komprehensif bagi bisnis sektor pertambangan. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi 0804 150 1501 atau marketing@pajakku.com

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News