Mengenal Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam mineral. Maka dari itu, atas aktivitas pengelolaan dan kegiatan pengambilannya perlu diatur oleh negara. Beragam jenis sumber daya mineral terdapat di Indonesia, di antaranya mineral bukan logam dan batuan.

Atas pengambilan sumber daya mineral akan dikenakan pajak termasuk juga atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan akan turut dipungut pajak. Pajak ini disebut dengan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) dan merupakan jenis pajak daerah. 

 

Pengertian Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 

Pengertian pajak mineral bukan logam dan batuan serta pengertian mineral bukan logam dan batuan terdapat dalam UU No. 28 Tahun 2009 yaitu pada UU PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), yaitu pada pasal 1. Mineral bukan logam dan batuan adalah jenis mineral yang bukan termasuk logam dan batuan, sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan tentang mineral dan batubara. 

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) adalah jenis pajak daerah yang dipungut terhadap kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik MBLB yang diambil dari sumber alam di dalam dan/atau di permukaan bumi untuk dimanfaatkan, karena pajak MBLB ini merupakan pajak daerah, maka atas pemungutannya akan dikelola oleh kas daerah dan pemanfaatannya pun untuk kegiatan daerah. 

 

Bagaimana Ketentuan Perpajakan MBLB? 

Pajak mineral bukan batuan dan logam merupakan bentuk peraturan perpajakan yang menggantikan peraturan perpajakan sebelumnya, yaitu sebagai pengganti pajak bahan galian golongan C. Semula pajak bahan galian C ini diatur dalam UU No. 18 Tahun 1997 serta UU No. 34 Tahun 2000.

Kendati dikatakan menggantikan, objek pajak yang berupa mineral bukan logam dan batuan ini pada dasarnya serupa dengan bahan galian golongan C yang telah diatur pengenaan pajaknya sebelumnya. Istilah bahan galian dengan golongan C tersebut mengalami perubahan, hal tersebut dikarenakan sebelumnya di Indonesia penggolongan bahan galian diatur berdasarkan UU No. 11 Tahun 1967.

Dalam peraturan tersebut bahan galian dibagi kedalam tiga golongan, yaitu golongan A, bahan galian golongan B, serta bahan galian golongan C. Untuk bahan galian golongan yang pertama yaitu golongan A merupakan penggolongan untuk bahan galian yang strategis, yaitu bahan galian yang digolongkan untuk kepentingan perekonomian negara, pertahanan, serta keamanan negara.

Beberapa contoh dari bahan galian golongan A sebagaimana diatur dalam UU tersebut antara lain gas alam, minyak bumi, dan batubara. Selanjutnya, untuk bahan galian yang kedua yaitu bahan galian dengan golongan B yaitu penggolongan untuk bahan galian yang vital, dimana penggolongan bahan galian ini bertujuan agar dapat menjamin hajat hidup orang banyak.

Beberapa contoh dari bahan galian golongan B sebagaimana diatur dalam UU tersebut antara lain besi, bauksit, timbal, emas, perak, platina, mangan, tembaga, dan seng. Bahan galian dengan golongan C, atau merupakan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan A maupun golongan B. Beberapa contoh dari bahan galian golongan C sebagaimana diatur dalam UU tersebut antara lain nitrat, asbes, grafit, kaolin, marmer, pasir, fosfat, talk, kuarsa, serta feldspar. 

Namun, UU No. 11 Tahun 1967 tersebut selanjutnya dilakukan penyempurnaan dan kemudian digantikan dengan UU No. 4 Tahun 2009 sebagaimana peraturan ini telah diubah dalam UU No. 3 Tahun 2020 yaitu terkait Pertambangan Mineral dan Batubara. 

Meskipun telah berubah, istilah bahan galian C masih kerap digunakan. Kemudian terkait mineral bukan batuan dan logam memiliki kaitan yang sangat erat dalam kehidupan manusia. Misalnya saja sebagai bahan dalam membangun rumah, peralatan rumah tangga, obat, alat tulis, kosmetik, barang pecah belah, hingga digunakan pada karya seni.

Maka dari itulah, pengambilan dan pemanfaatan MBLB di Indonesia banyak dilakukan di berbagai daerah. Walaupun demikian, pajak MBLB tidak mutlak dikenakan atau diberlakukan di suatu kabupaten atau kota. Hal tersebut karena setiap daerah di Indonesia memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda. 

 

UU Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 3 Tahun 2020) 

Dalam UU No. 3 Tahun 2020 ini lebih merinci terkait pembagian usaha pertambangan, dimana usaha pertambangan ini dibagi menjadi empat golongan yang berbeda. Penggolongan yang pertama yaitu Mineral Radioaktif, contohnya yaitu vanadium, tellurium, samarium, rubidium, uranium, radium, monasita, thorium, serta zirconium.

Kemudian, yang kedua adalah Mineral Logam, contohnya yaitu timbal, alumnia, galena, seng, kalium, bauksit, serta tembaga. Selanjutnya golongan ketiga yaitu Mineral Bukan Logam, contohnya yaitu pasir kuarsa, batu kuarsa, grafit, intan, korundum, arsen, kuarsit, rijang, kalsit, kriolit, pirofilit, fluorspar, yodium, dolomit, dan juga clay. Keempat, adalah Pertambangan Batuan, contohnya yaitu tras, obsidian, gabro, granit, pumice, toseki, granodiorit, perlit, peridotit, tanah diatome, andesit, basalt, slate, dan juga marmer. 

 Baca juga: Kenali Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

 

Objek Pajak MBLB 

Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yaitu kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Adapun objek Pajak MBLB di antaranya: asbes; batu tulis; batu setengah permata; batu kapur; batu apung; batu permata; bentonit; dolomit; feldspar; garam batu (halite); grafit; granit/andesit; gips; kalsit; kaolin; leusit; magnesit; mika; marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk; tanah serap (fuller earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; yarosif; zeolit; basal; trakkit; serta mineral bukan logam dan batuan lainnya yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

 

Dikecualikan dari Objek Pajak MBLB 

Beberapa objek yang dikecualikan dari objek pajak MBLB antara lain: 

  1. Kegiatan pengambilan MBLB yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersial. Misalnya seperti kegiatan pengambilan tanah dengan tujuan untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik atau telepon, penanaman kabel listrik atau telepon, penanaman pipa air atau gas, dan lain sebagainya
  2. Kegiatan pengambilan MBLB yang merupakan bagian ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, dimana kegiatan tersebut juga merupakan kegiatan yang tidak dimanfaatkan secara komersial. 

 

Subjek dan Wajib Pajak MBLB 

Subjek pajak dari pajak MBLB yaitu orang pribadi maupun badan yang dapat melakukan kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Sama seperti subjek pajaknya, yang menjadi wajib pajak MBLB yaitu orang pribadi maupun badan yang melakukan kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan. 

 Baca juga: Apa Itu Pajak Perusahaan?

 

Dasar Pengenaan Pajak MBLB 

  1. Dasar pengenaan pajak MBLB yaitu nilai jual dari hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan
  2. Nilai jual tersebut dihitung dengan cara mengalikan volume atau tonase hasil dari pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan
  3. Untuk nilai pasar masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan ditentukan secara periodik berdasarkan pada Peraturan Walikota sesuai dengan harga rata-rata yang berlaku setempat di wilayah kota.  

 

Tarif Pajak MBLB 

Pajak MBLB merupakan jenis pajak daerah, maka dari itu tarif untuk pajak mineral bukan batuan dan logam berbeda-beda di tiap daerahnya. Misalnya saja di Kota Ambon berdasarkan pada Pasal 6 Perda No. 6 Tahun 2012, tarif pajak MBLB yang berlaku yaitu sebesar 25% yang dihitung dari nilai jual hasil pengambilan MBLB. Sementara itu, Kabupaten Mamuju berdasarkan pada Pasal 6 Perda No. 12 Tahun 2011, tarif pajaknya ditetapkan sebesar 20%. 

 

Cara Menghitung Pajak MBLB 

Besaran jumlah pokok pajak MBLB terutang yang wajib dibayarkan dapat dihitung dengan cara mengalikan antara dasar pengenaan pajak dengan tarif pajak sesuai dengan peraturan daerah masing-masing. 

 

Saat Terutang Pajak MBLB 

  1. Pajak MBLB yang terutang yaitu terjadi pada saat kegiatan pengambilan MBLB yang dimanfaatkan secara komersial
  2. Dalam hal pembayaran, pembayarannya dilakukan sebelum kegiatan pengambilan MBLB, dimana pajak terutang terjadi ketika dilakukannya pembayaran. 

 

Kapan Pajak MBLB Wajib Disetorkan? 

Jenis pajak mineral bukan batuan dan logam merupakan pajak yang menganut sistem pemungutan self assesment system, maka wajib pajak harus menghitung sampai pada membayar sendiri pajaknya. Pembayaran pajak MBLB yang terutang oleh wajib pajak ataupun kuasanya dilakukan sekaligus terhadap Kas Daerah paling lambat 10 hari setelah berakhirnya masa pajak. 

 

Masa Pajak 

Untuk masa pajak sama seperti definisi masa pajak pada umumnya, yaitu jangka waktu dalam satu bulan kalender.