Perbedaan prinsip perpajakan yang dilaksanakan memiliki potensi terdapat pemajakan berganda. Adanya pemajakan berganda ini sangat dirasakan bagi perusahaan multinasional yang mendirikan perusahaan terkontrol dengan bertempat di negara yang berbeda-beda, atau yang dikenal sebagai Controlled Foreign Company (CFC). Di Indonesia, CFC sudah diatur dalam Undang-Undang yang sah yang juga dikenal sebagai CFC Rules. Untuk mengetahui lebih jauh seputar CFC Rules, berikut Pajakku telah merangkum informasinya dalam artikel berikut.
Mengenal CFC Rules
OECD mendefinisikan bahwa CFC merupakan perusahaan asing baik secara langsung maupun tidak langsung dikendalikan oleh wajib pajak dalam negeri. Peraturan mengenai CFC di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan serta aturan turunannya. Menurut Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang PPh menyatakan bahwa:
- Penyertaan modal dari wajib pajak dalam negeri yaitu besarannya minimal 50% dari jumlah saham yang disetorkan.
- Bersama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya dalam kepemilikan penyertaan modal paling rendah yaitu 50% dari jumlah saham yang disetorkan.
Hal ini dilaksanakan dalam rangka meminimalisir adanya penghindaran pajak bagi wajib pajak dalam negeri yang memiliki saham diluar negeri.
Baca juga: Controlled Foreign Company: Pengertian dan Implementasi di Indonesia
Mengenal Deemed Dividend
Deemed dividend adalah istilah yang digunakan dalam aturan Controlled Foreign Corporation (CFC). Deemed dividend (dividen semu) terjadi ketika perusahaan asing (CFC) membuat penyelewengan dalam penanganan pendapatannya yang kemudian dianggap sebagai dividen oleh otoritas pajak di negara asal CFC tersebut. Ini bisa terjadi misalnya ketika CFC mengalokasikan pendapatan ke akun yang tidak seharusnya, atau melakukan transaksi dengan entitas terkait yang memiliki tujuan untuk menghindari pajak.
Konsekuensi dari deemed dividend adalah bahwa pendapatan yang dianggap sebagai dividen tersebut dapat dikenakan pajak di negara asal pemilik CFC, meskipun dividen sesungguhnya tidak dibayarkan atau diterima secara fisik. Aturan-aturan ini dirancang untuk memastikan bahwa pendapatan dari entitas terkait yang dikendalikan oleh warga negara atau penduduk tetap di suatu negara dikenai pajak seperti pendapatan domestik biasa, untuk menghindari penghindaran pajak melalui transfer pricing atau lokasi pendapatan.
Selanjutnya, ketentuan terkait dengan CFC Rules ini yaitu terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 256 Tahun 2008 mengenai Penetapan Saat Diperolehnya Deviden Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek sesuai dengan PMK 107/2017 serta dalam PMK 93/2019.
Berdasarkan peraturan tersebut, bahwa bagi wajib pajak dalam negeri memiliki pengendalian langsung atau direct control terkait dengan Badan Usaha Luar Negeri (BULN) ketika sudah memenuhi 2 kriteria sebagai berikut:
- Penyertaan modal yang dimiliki minimal 50% dari jumlah saham yang telah disetorkan ke BULN nonbursa.
- Bersama dengan wajib pajak lainnya memiliki penyertaan modal yaitu minimal 50% dari jumlah saham yang telah disetorkan kepada BULN nonbursa.
Besaran dari persentase tersebut yaitu berdasarkan pada akhir tahun pajak dari wajib pajak dalam negeri.
Baca juga: Bagaimana Cara Agar Dividen Saham Bebas Pajak?
Contoh Deemed Dividend
Berikut ini adalah contoh-contoh umum dari deemed dividend, antara lain:
- Distribusi laba atau keuntungan yang dianggap sebagai dividen: Jika suatu perusahaan mengalami pengurangan modal yang seharusnya tidak dianggap sebagai dividen tetapi oleh otoritas pajak dianggap sebagai distribusi keuntungan kepada pemegang saham.
- Pengurangan aset atau penyelesaian utang yang menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham pengendali: Jika suatu badan usaha non bursa yang merupakan pemegang saham pengendali menerima keuntungan dari pengurangan aset atau penyelesaian utang, keuntungan tersebut bisa dianggap sebagai deemed dividend.
- Penghasilan dari transaksi internal atau transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa: Misalnya, penghasilan dari transaksi sewa atau royalti antara perusahaan dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, yang mungkin dianggap sebagai distribusi keuntungan bagi tujuan perpajakan.
- Keuntungan dari penjualan aset dengan harga di bawah nilai wajar: Jika suatu aset dijual oleh perusahaan dengan harga di bawah nilai wajarnya kepada pemegang saham pengendali atau pihak yang memiliki hubungan istimewa, keuntungan yang dihasilkan dari penjualan tersebut bisa dianggap sebagai deemed dividend.
- Pendapatan dari bunga atau royalti yang tidak memenuhi kriteria tertentu: Terkadang, pendapatan dari bunga atau royalti yang diterima oleh perusahaan dari entitas yang memiliki hubungan istimewa bisa dianggap sebagai deemed dividend jika tidak memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur oleh hukum perpajakan.
Contoh Perhitungan
PT A adalah perusahaan yang dimiliki oleh PT B, yang juga memiliki PT C sebagai entitas yang berafiliasi dengan PT B. PT A memutuskan untuk mengurangi modalnya atau melakukan penyelesaian utang kepada PT B atau PT C dengan nilai lebih rendah dari nilai wajar yang dapat diakui. Di bawah ketentuan perpajakan Indonesia, keuntungan dari pengurangan modal atau penyelesaian utang ini dapat dianggap sebagai deemed dividend kepada PT B.
Maka, perhitungan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- PT A mengurangi modal atau menyelesaikan utang kepada PT B dengan jumlah Rp1 miliar.
- Nilai wajar yang dapat diakui seharusnya adalah Rp2 miliar, namun PT A melakukan pengurangan modal atau penyelesaian utang dengan nilai Rp1 miliar.
- Selisihnya, yaitu Rp1 miliar (Rp2 miliar – Rp1 miliar), dianggap sebagai deemed dividend kepada PT B.









