Mengapa Penerapan Cukai Minuman Manis (MBDK) Terus Ditunda?

Wacana cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) hadir sejak 2020 dan berulang kali masuk dokumen anggaran, namun penerapannya terus mundur. Pemerintah menyatakan motif utama adalah perlindungan kesehatan, sementara pelaku usaha melihatnya sebagai tambahan beban fiskal yang siap menekan penjualan. Artikel ini mengurai mengapa implementasi MBDK masih tertunda, posisi para pihak, serta apa yang realistis dilakukan agar tujuan kesehatan dan stabilitas industri sama‑sama tercapai.

 

Ringkasnya

  • Mandat kebijakan: Pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati dorongan implementasi MBDK; termuat kembali dalam Nota Keuangan RAPBN 2026.
  • Alasan penundaan: risiko kesiapan pelaku usaha, keberagaman produk & rantai distribusi yang kompleks, serta kebutuhan edukasi publik dan kesiapan administrasi kepabeanan‑cukai.
  • Sikap industri: asosiasi (ASRIM) menyebut industri belum siap; khawatir harga naik → penjualan turun, di tengah pertumbuhan yang melemah (2023: ~3,1%; 2024: ~1,2%; Q1 2025: −1,3%).
  • Desain teknis belum final: tarif spesifik dan ambang kadar gula (threshold) per mililiter masih dibahas (contoh wacana 0,5 atau 0,3 per mg/ml).
  • Implikasi fiskal: APBN 2025 sempat mematok target Rp3,8 triliun dari MBDK; porsinya setara sekitar 1,56% terhadap proyeksi total penerimaan cukai 2026 (Rp244,2 triliun), tetapi realisasi nol karena kebijakan belum berlaku.

 

Latar Belakang dan Perkembangan Terkini

Sejak 2020, rencana cukai MBDK menjadi bagian dari strategi pengendalian konsumsi gula dan penguatan penerimaan. Terbaru, pemerintah kembali menempatkan MBDK dalam Nota Keuangan RAPBN 2026 sebagai kebijakan yang didorong untuk segera berjalan. Dalam rapat 22 Agustus 2025, Komisi XI DPR menyatakan sepakat pada prinsip penerapan tahun 2026, sembari menegaskan rincian teknis, termasuk tarif dan threshold kadar gula yang harus dirumuskan bersama eksekutif.

Baca Juga: Cukai MBDK Mulai Diterapkan 2026, Pemerintah dan DPR Sepakat

 

Mengapa Implementasi Cukai Minuman Manis Terus Ditunda?

Penundaan bukan semata tarik‑menarik politik, melainkan kombinasi faktor teknis dan kesiapan lapangan:

  1. Kesiapan pelaku usaha belum merata. Produsen berbeda skala, kategori produk, dan kesiapan sistem, sehingga waktu adaptasi standar pelabelan, formula, dan kepatuhan cukai tidak seragam.
  2. Keberagaman produk & rantai distribusi. Variasi kadar gula, ukuran kemasan, hingga distribusi dari pabrikan ke pedagang kecil menimbulkan kompleksitas penetapan objek cukai dan pengawasan.
  3. Administrasi cukai & pelaporan. Perlu kesiapan proses: pendaftaran, penetapan tarif, pita/tanda cukai (atau mekanisme sejenis), pelaporan berkala, serta integrasi IT.
  4. Kesiapan dan literasi konsumen. Pemerintah menilai edukasi risiko konsumsi gula berlebih harus berkesinambungan agar kebijakan diterima publik dan tujuan kesehatan tercapai.
  5. Kondisi industri tengah melemah. Data asosiasi menunjukkan pertumbuhan pasar minuman siap saji melambat (2023 ~3,1% → 2024 ~1,2% → Q1 2025 −1,3%), sehingga ongkos kebijakan dikhawatirkan memicu penurunan permintaan lebih jauh.

 

Sikap Para Pemangku Kepentingan

  • Pemerintah (Kementerian Keuangan): menempatkan MBDK sebagai instrumen pengendalian eksternalitas kesehatan, dengan komitmen melakukan sosialisasi dan pendampingan kepatuhan.
  • Industri (ASRIM): menyampaikan belum siap untuk implementasi tahun depan. Mereka menilai MBDK berpotensi menjadi beban biaya yang berujung kenaikan harga dan penurunan penjualan; sebagian menyebut MBDK bukan kontributor utama kalori bagi masyarakat.
  • DPR (Komisi XI): menyatakan dukung kebijakan namun menggarisbawahi perlunya desain tarif dan ambang kadar gula yang jelas, agar tujuan tercapai tanpa menihilkan kadar gula dan tanpa menekan industri secara berlebihan.

 

Dampak yang Diantisipasi: Kesehatan vs Ekonomi

Kalibrasi kebijakan berada di titik tengah dua tujuan: mengurangi konsumsi gula dan menjaga ekosistem usaha. Pemerintah melihat manfaat kesehatan jangka panjang, sedangkan pelaku industri menilai biaya transisi dapat memengaruhi harga jual, margin, dan tenaga kerja. Karena itu, fase implementasi, pengecualian tertentu, dan periode penyesuaian menjadi krusial.

 

Desain Kebijakan: Apa Saja yang Sedang Dibahas?

  • Ambang kadar gula (threshold). Opsi angka teknis—misal 0,5 atau 0,3 per mg/ml—dibahas untuk menentukan mana produk yang termasuk objek cukai.
  • Bentuk & besaran tarif. Skema tarif spesifik per liter/gram gula atau skema bertingkat sesuai kadar gula masih dalam kajian bersama.
  • Mekanisme transisi. Kemungkinan masa grace period, keringanan administrasi awal, dan pendampingan IT untuk pelaporan cukai.
  • Pelabelan & reformulasi. Dorongan reformulasi kadar gula dan kewajiban informasi yang memudahkan konsumen membuat pilihan.

 

Implikasi Fiskal dan Target Penerimaan

APBN 2025 sempat mencantumkan target Rp3,8 triliun dari MBDK, namun realisasi masih nol karena kebijakan belum jalan. Secara proporsional, angka tersebut setara sekitar 1,56% dibanding target total penerimaan cukai 2026 Rp244,2 triliun. Ini mengisyaratkan porsi MBDK terhadap total cukai bukan yang terbesar, sehingga desain kebijakan perlu menyeimbangkan tujuan kesehatan dan efektivitas pemungutan.

 

Linimasa Singkat 2020—2026 Cukai MBDK

  • 2020: Wacana awal MBDK muncul dalam pembahasan kebijakan fiskal.
  • 2021—2024: Beberapa kali masuk dokumen perencanaan/anggaran, namun implementasi ditunda.
  • 2025: Pemerintah dan Komisi XI DPR menyatakan sepakat mendorong implementasi; pembahasan rinci tarif & threshold berlanjut (rapat 22/8/2025).
  • 2026 (RAPBN): MBDK kembali tercantum dalam Nota Keuangan sebagai kebijakan yang diarahkan untuk berlaku.

 

Rekomendasi Implementasi Bertahap

  1. Tahap uji terbatas (pilot) di beberapa klaster produk dan wilayah untuk menguji sistem administrasi dan respons pasar.
  2. Tarif bertingkat berdasarkan rentang kadar gula agar insentif reformulasi jelas dan adil bagi pelaku usaha kecil.
  3. Pendampingan compliance: modul pelatihan, helpdesk, dan template pelaporan cukai MBDK yang seragam.
  4. Edukasi publik berkelanjutan tentang konsumsi gula sehat agar dampak kesehatan benar‑benar muncul.
  5. Evaluasi periodik: indikator konsumsi gula, harga ritel, penjualan, dan kepatuhan, dilaporkan transparan per triwulan.

 

Tanya Jawab (FAQ)

  • Apakah tujuan utama MBDK untuk menambah penerimaan?
    Pemerintah menekankan tujuan kesehatan. Porsi target penerimaan MBDK terhadap total cukai juga relatif kecil, meski tetap bernilai bagi APBN.
  • Kapan MBDK akan berlaku?
    Masuk dalam Nota Keuangan RAPBN 2026 dengan dukungan Komisi XI DPR; tanggal efektif menunggu penyelesaian aturan turunan dan kesiapan sistem.
  • Apakah semua minuman manis akan kena cukai?
    Bergantung pada ambang kadar gula dan definisi produk dalam aturan. Rinciannya sedang dibahas pemerintah dan DPR.
  • Apa yang perlu disiapkan produsen?
    Mapping produk terhadap threshold, simulasi harga, kesiapan pelaporan cukai, dan rencana reformulasi jika diperlukan.

 

Sumber: Bisnis.com dan Bloomberg Technoz

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News