Sebagai institusi pengelola penerimaan negara terbesar, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mengembangkan pendekatan kebijakan yang adaptif dan berkelanjutan. Salah satu strategi utama DJP dalam beberapa tahun terakhir adalah mendorong kepatuhan sukarela (voluntary tax compliance).
Kebijakan ini menjadi sangat relevan dalam konteks sistem perpajakan Indonesia yang menganut asas self-assessment, yakni sistem di mana wajib pajak (WP) diberikan tanggung jawab penuh untuk menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Dalam sistem ini, kepatuhan sukarela menjadi fondasi utama untuk memastikan efektivitas, efisiensi, dan keadilan dalam pemungutan pajak.
Arti Penting Kepatuhan Sukarela dalam Sistem Self-Assessment
Kepatuhan sukarela mengacu pada kondisi ketika wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara sadar, tanpa paksaan, dan didorong oleh kesadaran hukum serta tanggung jawab sosial. Dalam konteks sistem self-assessment, keberhasilan pemungutan pajak sangat bergantung pada seberapa besar tingkat kepatuhan ini dapat diwujudkan.
Beberapa alasan mengapa kepatuhan sukarela menjadi pilar utama sistem perpajakan Indonesia:
- Efisiensi Penerimaan Negara
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan biaya administrasi yang lebih rendah dan hasil yang lebih optimal jika WP patuh tanpa paksaan. - Mewujudkan Kesadaran dan Tanggung Jawab Warga Negara
Pajak adalah kontribusi warga untuk membiayai pembangunan. Ketika dibayar dengan sukarela, hal ini mencerminkan kematangan sikap kewarganegaraan. - Mengurangi Ketergantungan pada Penegakan Hukum
Kepatuhan sukarela mengurangi kebutuhan terhadap tindakan represif seperti pemeriksaan, penyidikan, atau penagihan. - Menciptakan Persaingan Usaha yang Sehat
Kepatuhan yang merata meningkatkan keadilan fiskal, mencegah praktik penghindaran pajak, dan menciptakan level playing field bagi pelaku usaha. - Menjaga Stabilitas Fiskal Jangka Panjang
Penerimaan pajak yang stabil dan dapat diprediksi menciptakan ruang fiskal yang lebih kuat bagi negara dalam merencanakan pembangunan.
Baca juga: Dampak KPDL Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Strategi DJP dalam Mendorong Kepatuhan Sukarela
Untuk memperkuat budaya kepatuhan sukarela, DJP tidak hanya mengandalkan penegakan hukum, tetapi juga melakukan pendekatan edukatif, pelayanan, dan teknologi. Beberapa strategi utama yang dijalankan antara lain:
a. Edukasi dan Literasi Pajak
Program seperti Pajak Bertutur diselenggarakan secara masif untuk membangun kesadaran pajak sejak usia dini. Edukasi ini menyasar pelajar, mahasiswa, hingga pelaku usaha dan masyarakat umum.
b. Digitalisasi dan Modernisasi Administrasi
Layanan perpajakan seperti e-Filing, e-Billing, e-Form, dan kini Coretax dikembangkan untuk menyederhanakan pelaporan dan pembayaran pajak. Kemudahan ini mendorong WP agar lebih nyaman dalam menjalankan kewajibannya.
c. Peningkatan Tax Morale dan Kepercayaan Publik
DJP menyadari bahwa tingkat kepercayaan masyarakat sangat memengaruhi kepatuhan. Oleh karena itu, DJP berupaya meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan memperkuat citra institusi sebagai pengelola pajak yang adil dan profesional.
d. Pengawasan Berbasis Risiko (Compliance Risk Management)
Melalui pendekatan ini, pengawasan diprioritaskan kepada WP yang memiliki risiko ketidakpatuhan tinggi, sementara WP patuh diberi perlakuan lebih ringan. Pendekatan ini mengedepankan efisiensi dan prinsip keadilan.
e. Program Pengungkapan Sukarela (PPS)
PPS yang dilaksanakan pada tahun 2022 menjadi contoh nyata insentif kepatuhan sukarela. Program ini mendorong WP untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan, dengan tarif preferensial dan penghapusan sanksi tertentu. PPS terbukti meningkatkan basis data perpajakan dan menjadi fondasi penguatan kepatuhan jangka panjang.
Baca juga: Generasi Z dan Pajak: Mengubah Mindset, Mendorong Kepatuhan
Tujuan Jangka Panjang: Sistem Perpajakan yang Adil dan Berkelanjutan
Fokus DJP pada kepatuhan sukarela bukan hanya untuk mengejar penerimaan jangka pendek, tetapi juga untuk membangun sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Beberapa tujuan jangka panjang dari strategi ini adalah:
- Memperluas Basis Pajak (Tax Base)
Semakin banyak WP yang patuh, semakin besar potensi penerimaan tanpa harus menaikkan tarif. - Meningkatkan Rasio Pajak (Tax Ratio)
Kepatuhan yang luas akan mendongkrak tax ratio, yang penting bagi kemandirian fiskal. - Membangun Budaya Taat Pajak
Dengan pendekatan yang manusiawi dan edukatif, kepatuhan tidak lagi berbasis rasa takut, tetapi rasa memiliki dan kontribusi. - Menjaga Keberlanjutan Fiskal dan Sosial
Sistem pajak yang sehat memberikan ruang fiskal untuk pembangunan, subsidi, dan perlindungan sosial.
Kesimpulan
Kepatuhan sukarela menjadi strategi sentral DJP dalam mengelola sistem perpajakan berbasis self-assessment. Dengan mendorong WP untuk memenuhi kewajibannya secara sadar dan sukarela, DJP berharap tercipta sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan berdaya tahan.
Berbagai langkah seperti edukasi pajak, digitalisasi layanan, peningkatan kepercayaan publik, pengawasan berbasis risiko, serta program PPS, menjadi instrumen penting dalam mendorong kesadaran dan kepatuhan jangka panjang. Pada akhirnya, keberhasilan strategi ini akan memperkuat penerimaan negara dan mendukung pembangunan nasional secara lebih sehat dan berkelanjutan.
*) Penulis merupakan penerima beasiswa dari Pajakku. Seluruh isi tulisan ini disusun secara mandiri oleh penulis dan sepenuhnya merupakan opini pribadi.









