Administrasi perpajakan di Indonesia terus mengalami modernisasi untuk meningkatkan transparansi, akurasi, dan efisiensi. Salah satu langkah signifikan adalah penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 Tahun 2024 yang membawa sejumlah perubahan penting, khususnya dalam mekanisme kompensasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artikel ini membahas bagaimana aturan baru ini berdampak pada proses kompensasi PPN dan apa saja implikasinya bagi wajib pajak dan administrasi perpajakan di Indonesia.
Apa Itu Kompensasi PPN?
Kompensasi PPN merupakan mekanisme yang memungkinkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk memindahkan kelebihan Pajak Masukan ke masa pajak berikutnya. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (4) UU PPN tahun 2009 yang menyatakan bahwa kelebihan Pajak Masukan tidak dapat diminta kembali pada masa pajak berjalan, tetapi dapat dikompensasikan pada periode pajak berikutnya.
Sebagai contoh, jika Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh suatu PKP lebih besar dari Pajak Keluaran, maka selisihnya akan menjadi kelebihan yang dapat dimanfaatkan pada masa pajak selanjutnya. Mekanisme ini penting untuk menjaga arus kas PKP tetap sehat sekaligus memastikan kepatuhan perpajakan tetap terjaga.
Contoh format nota penghitungan pembayaran pajak yang tertera dalam PMK 81/2024
Baca juga: Rangkuman Isi PMK 81/2024 tentang Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan Coretax (CTAS)
Mekanisme Kompensasi PPN dalam PMK 81/2024
PMK 81 Tahun 2024 memperkenalkan mekanisme baru yang terintegrasi secara digital untuk mengatur proses kompensasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berikut adalah penjelasan langkah-langkah mekanisme kompensasi berdasarkan regulasi ini:
1. Penentuan Kelebihan Pajak Masukan
Pada masa pajak tertentu, jika Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka akan timbul kelebihan PPN. Kelebihan ini akan otomatis terdeteksi melalui sistem e-Faktur yang telah dilengkapi fitur prepopulated. Sistem secara otomatis menghitung jumlah kelebihan Pajak Masukan yang bisa dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
Sebagai ilustrasi:
- Pajak Keluaran: Rp4 miliar
- Pajak Masukan: Rp6 miliar
- Kelebihan Pajak Masukan: Rp2 miliar
Kelebihan ini kemudian akan dipindahkan ke masa pajak berikutnya.
2. Proses Pelaporan Kompensasi
Kelebihan PPN yang teridentifikasi akan dilaporkan dalam SPT Masa PPN menggunakan formulir 1111 AB. Pada formulir ini, data kelebihan pajak akan otomatis terisi di bagian “Pajak Masukan Lainnya” melalui fitur prepopulated. Dengan sistem ini, PKP tidak lagi dapat mengubah data kompensasi secara manual, sehingga memastikan akurasi data yang dilaporkan.
Langkah pelaporan:
- Wajib Pajak memilih opsi “Dikompensasikan ke Masa Pajak Berikutnya” saat melaporkan SPT Masa PPN.
- Sistem secara otomatis memindahkan kelebihan pajak ke masa pajak berikutnya tanpa campur tangan manual.
Sedangkan untuk gambaran tutorial pelaporan dalam aplikasi Coretax yang akan diimplementasikan pada tahun 2025 mendatang, Wajib Pajak dapat menyimak video tutorial di kanal resmi youtube DJP.
3. Pemanfaatan Kelebihan Pajak pada Masa Pajak Berikutnya
Pada masa pajak berikutnya, kelebihan PPN yang telah dikompensasikan akan digunakan untuk menutupi kekurangan pajak yang terutang. Jika setelah dikompensasikan masih terdapat kelebihan, sisa nilai tersebut dapat kembali dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
Contoh:
- Masa Pajak Februari 2024:
- Pajak Keluaran: Rp2 miliar
- Pajak Masukan: Rp4,5 miliar
- Kelebihan PPN: Rp2,5 miliar
- Masa Pajak Maret 2024:
- Pajak Keluaran: Rp4 miliar
- Pajak Masukan: Rp2,5 miliar
- Kekurangan: Rp1,5 miliar
Kelebihan sebesar Rp2,5 miliar dari Februari digunakan untuk menutupi kekurangan sebesar Rp1,5 miliar di Maret, menyisakan Rp1 miliar yang dapat dikompensasikan ke April.
4. Ketentuan Khusus Kompensasi Akibat Pembetulan
Kompensasi kelebihan pajak juga dapat dilakukan akibat adanya pembetulan SPT Masa PPN. Dalam hal ini, kelebihan pajak yang ditemukan setelah pembetulan dapat:
- Dikompensasikan ke masa pajak saat dilakukan pembetulan.
- Atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya sesuai kebutuhan wajib pajak.
Sebagai contoh:
- SPT Masa Januari 2024 menunjukkan kurang bayar Rp1 juta. Setelah pembetulan di April 2024, ditemukan kelebihan Rp100 ribu. Wajib Pajak dapat memilih untuk:
- Mengkompensasikan ke Februari 2024.
- Atau mengkompensasikan ke April 2024, saat pembetulan dilakukan.
5. Restitusi Sebagai Alternatif Kompensasi
Selain kompensasi, kelebihan pembayaran PPN dapat dimintakan kembali dalam bentuk restitusi. Restitusi ini hanya dapat diajukan untuk masa pajak akhir tahun buku atau oleh Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu untuk pengembalian pendahuluan.
6. Validasi dan Pengawasan
PMK 81 Tahun 2024 juga menggarisbawahi pentingnya validasi otomatis dalam sistem untuk memastikan bahwa nilai kompensasi sesuai dengan data yang telah diverifikasi. DJP memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan jika terdapat indikasi kompensasi yang tidak sesuai. Jika ditemukan kesalahan, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) beserta sanksi administratif sebesar 75%.
Kemudahan Pemantauan dan Validasi Data
Selain prepopulated data, DJP kini memberikan opsi bagi wajib pajak untuk memverifikasi data melalui Contact Center jika terjadi kendala teknis. Hal ini memastikan bahwa wajib pajak yang tidak memiliki akses ke sistem elektronik tetap dapat menjalankan kewajiban perpajakannya.
Sanksi dan Pentingnya Kepatuhan
PMK 81/2024 tetap menegaskan pentingnya penghitungan yang benar dalam kompensasi PPN. Jika DJP menemukan adanya kompensasi yang tidak sesuai dalam pemeriksaan, maka wajib pajak dapat dikenakan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) beserta sanksi administratif sebesar 75% dari jumlah PPN yang kurang dibayar.
Baca juga: Panduan Pengkreditan Pajak Masukan PMK No. 81/2024 untuk PKP
Manfaat dan Implikasi Bagi Wajib Pajak
Penerapan digitalisasi penuh dalam administrasi perpajakan memberikan beberapa manfaat utama:
- Efisiensi: Pengurangan waktu dan biaya untuk melaporkan kewajiban pajak.
- Akurasi: Minimnya potensi kesalahan berkat fitur otomatisasi.
- Keamanan: Penggunaan tanda tangan elektronik yang tersertifikasi meningkatkan kepercayaan pada dokumen perpajakan.
Namun, wajib pajak juga perlu memastikan kesiapan teknis untuk memanfaatkan fitur-fitur ini, termasuk memahami sistem prepopulated dan tanda tangan digital.









